Archive for the ‘Uncategorized’ Category

usulan penelitian yuswanti

November 11, 2009

PROPOSAL USUL PENELITIAN

PERANAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENGGALI POTENSI MELALUI PEMANTAPAN  KONSEP DIRI  PADA SISWA KELAS XII TEKNIK MEKANIK OTOMOTIF-1 SMK UTAMA BAKTI PALEMBANG

Dosen Pengampu: Prof. Drs. Tatang Suheri, MA.,Ph.D

Dr. Yosef, MA

Sebagai Persyaratan Perkuliahan Dalam Mata Kuliah

Metodelogi Penelitian  Dalam Pendidikan

Disusun Oleh

Yuswanti

Nomor Induk Mahasiswa 20092513002

TEKNOLOGI PENDIDIKAN PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2009

JUDUL PENELITIAN


PERANAN GURU BIMBINGAN DAN  KONSELING  DALAM MENGGALI POTENSI MELALUI PEMANTAPAN KONSEP DIRI  PADA SISWA KELAS XII TEKNIK MEKANIK OTOMOTIF-1 SMK UTAMA BAKTI PALEMBANG

1. Latar Belakang

Pendidikan merupakan wahana pembentukan dan pengembangan manusia seutuhnya. Dengan pendidikan diharapkan terjadi perubahan dalam diri individu baik dalam segi pengetahuan, keterampilan, maupun sikap dan tingkah laku. Dengan bekal yang diperoleh dari pendidikan, individu akan memiliki kemampuan untuk bekerja dan mempertahankan hidupnya di dalam kelompok masyarakat.
Berdasarkan tujuan pendidikan tersebut, maka mutu pendidikan dalam membentuk dan mengembangkan manusia yang seutuhnya tidak hanya mencakup aspek kognitif dan psikomotorik yang mencakup intelektualitas dan keterampilan saja. Tetapi juga berkaitan dengan aspek afektif, yaitu pengembangan kepribadian yang mantap dan mandiri. Jadi peserta didik tidak hanya memiliki kecerdasan yang bersumber dari otak sehingga mereka memiliki keahlian dan keterampilan tertentu, tetapi mereka juga memiliki moral, etika, dan mental yang baik sehingga mempunyai kecerdasan emosional yang memadai.
Dalam pendidikan terdapat proses pembelajaran yang tugas utamanya tidak lain adalah menggali dan mengembangkan potensi individu seoptimal mungkin agar dapat berpikir kreatif, penuh inisiatif, dan memiliki keterampilan interpersonal yang memadai. Setiap individu memiliki potensi yang unik dan berbeda satu dengan yang lainnya. Untuk itu sebagai tenaga kependidikan, kita perlu memahami peserta didik yaitu perkembangan kepribadiannya sehingga kita dapat menentukan keputusan atau tindakan yang tepat dalam membantu peserta didik dalam menggali dan mengembangkan potensinya. Salah satu prinsip umum perkembangan kepribadian yang perlu dipahami oleh guru selaku tenaga pendidik, yaitu bahwa perkembangan kepribadian mencakup aspek behavioral dan motivasional. Berarti, perubahan yang terjadi tidak hanya nampak pada tingkah laku, tetapi juga motivasi yang mendorong tingkah laku tersebut. Kepribadian selalu diartikan sebagai sistem psikofisik, sehingga perkembangan kepribadian tersebut harus dipandang sebagai perkembangan psikologis sekaligus fisik secara keseluruhan.

Selain itu, prinsip umum perkembangan kepribadian ialah bahwa perkembangan kepribadian terjadi secara terus-menerus dan tidak terputus, di mana hasil pada tahap tertentu akan mempengaruhi tahap yang selanjutnya.
Menurut Lewin, tiga tahun pertama pada tahap perkembangan manusia merupakan masa pengembangan kepribadian yang cepat dan penting. Pada masa ini anak secara berangsur-angsur mulai membentuk konsep dirinya. Pembentukan konsep diri ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan fisik, proses maturasi, dan lingkungannya. Keluarga merupakan lingkungan terdekat yang paling banyak menghabiskan waktu dengan si anak, maka pengaruh keluarga sangat besar dalam pembentukan dan pengembangan konsep diri anak.
Sesudah keluarga, sekolah merupakan lembaga yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri anak. Di sekolah, guru yang merupakan faktor utama yang menempati posisi kunci dalam pembentukan konsep diri. Namun, dalam hal ini terdapat perbedaan posisi antara keluarga (yaitu orang tua) dengan sekolah (khususnya guru), yakni sekolah tidak dari awal membentuk konsep diri anak, tetapi hanya melanjutkan apa yang telah dimulai di keluarga. Apabila terdapat keserasian antara keduanya, maka pengaruhnya akan saling menguatkan; tetapi apabila keduanya tidak serasi, terlebih saling bertentangan, maka akan membingungkan anak. Hal ini menunjukkan perlunya pemahaman kepribadian anak yang telah terbentuk di keluarga serta adanya hubungan dan kerjasama yang erat antara sekolah dan keluarga.. Untuk itu, masa-masa ini merupakan peluang yang sangat baik bagi guru untuk membentuk dan mengarahkan konsep diri anak. Jika pada masa ini guru gagal memanfaatkan peluang tersebut, maka siswa akan mengalami kesulitan menghadapi masa depannya, bahkan mungkin akan mengalami kegagalan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Konsep diri merupakan unsur yang sangat penting dalam membentuk sikap dan perilaku siswa. Jika siswa memiliki konsep diri yang positif, maka sikap dan perilaku siswa akan baik, dan sebaliknya. Adanya konsep diri yang positif ditunjukkan dengan tingginya kecerdasan emosional dan kecerdasan sosial yang tercermin pada diri siswa. Oleh karena itu, seorang guru harus mampu membantu siswa dalam membentuk dan mengarahkan konsep dirinya ke arah yang positif.
Namun fenomena yang kita temui saat ini menunjukkan bahwa siswa kurang memiliki kecerdasan emosional dan kecerdasan sosial pada kepribadian mereka. Beberapa indikator kekurangcerdasan mereka antara lain terlihat pada kurangnya kemampuan mereka dalam berkomunikasi dengan layak. Seperti yang kita lihat di televisi atau di surat kabar, mereka cepat emosi ketika dihadapkan kepada permasalahan, sering terjadi tawuran pelajar, aksi corat-coret, bolos sekolah, motivasi belajar kurang, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, hubungan sex bebas, keterlibatan dalam pembunuhan, memeras, mencuri, menjambret, perilaku tidak sopan,dan perilaku kekerasan lainnya (Kasmiati, 2001).
Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa pendidikan saat ini belum berhasil mencapai tujuan utamanya, yaitu membentuk manusia yang seutuhnya, baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, maupun tingkah laku. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada saat ini hanya 10% saja dari potensi siswa yang berkembang, sedangkan 90% lagi masih tersimpan (Kasmiati, 2001).
Guru hanya mengarahkan kepada pencapaian nilai akademis yang tinggi saja, sehingga selama ini guru cenderung memaksa siswa untuk menghapal materi-materi dan cenderung membatasi aktivitas siswa, misalnya tidak mengizinkan siswa untuk mengikuti berbagai kegiatan ekstra kurikuler karena takut mengganggu kegiatan belajarnya. Untuk mengejar target kurikulumyang menekankan pencapaian nilai akademis yang tinggi itu, dalam memberi alat evaluasi pun guru mengarah kepada pengukuran aspek kognitif tingkat rendah, tidak mengukur aspek kejujuran, kerapihan, etos kerja, dan sebagainya yang merupakan bagian dari konsep diri. Selain itu kurangnya tenaga guru bimbingan konseling dalam suatu sekolah serta kurangnya dukungan terhadap bimbingan konseling juga berpengaruh terhadap profesionalisme kinerja guru bimbingan konseling dan tingkat ketercapaian tujuan yang diharapkan.

Tingkat sertifikasi guru yang rendah mempengaruhi pola pikir guru dalam menentukan tindakan saat menghadapi peserta didiknya. Oleh karena itu, kita perlu segera melakukan pembenahan pendidikan. Pembenahan pendidikan ini ditekankan kepada peran guru bimbingan dan konseling dalam pemantapan konsep diri siswa. Kerangka berpikir demikian membawa penulis untuk mengangkat judul “Peranan Guru  Bimbingan dan Konseling Dalam Menggali Potensi  Melalui Pemantapan Konsep Diri Siswa” dalam penelitian ini.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana hubungan antara potensi dan konsep diri siswa?
2. Sejauhmana  peranan guru bimbingan dan konseling dalam menggali potensi melalui pemantapan konsep diri siswa Kelas XII Teknik Mekanik Otomotif-1 Sekolah Menengah Kejuruan Utama Bakti Palembang ?

3. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui  hubungan antara potensi dan konsep diri siswa  kelas XII TMO – 1

Sekolah Menengah Kejuruan Utama Bakti Palembang

  1. Mengetahui sejauhmana peranan guru bimbingan dan konseling dalam menggali potensi melalui pemantapan konsep diri.

4.  Manfaat Penelitian

  1. Sebagai bahan informasi bagi guru bimbingan konseling di Sekolah Menengah Kejuruan  Utama Bakti Palembang
  2. b. Ditemukan berbagai bahan kajian ilmiah tentang peranan guru bimbingan konseling dalam menggali potensi melalui konsep diri

5.  Landasan Teori

a. Pengertian Konsep Diri

Konsep diri berasal dari bahasa inggris yaitu self concept ; merupakan suatu konsep mengenai diri individu itu sendiri yang meliputi bagaimana seseorang memandang, memikirkan dan menilai dirinya sehingga tindakan-tindakannya sesuai dengan konsep tentang dirinya tersebut. Dibawah ini ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai pengertian konsep diri:

1. Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya;

meliputi karakteristik, sosial, psikologis, emosional, aspirasi, dan

prestasi ( Harlock,1999:58)

2. Konsep diri adalah pandangan dan perasaan individu tentang dirinya

sendiri yang dapat bersifat psikologis, sosial dan fisik (Brooks,2003:99).

  1. Konsep diri adalah pengetahuan dan evaluasi terhadap diri sendiri yang di

peroleh melalui pengalaman dari interaksi dengan orang lain

( Burns,1993:2 ).

4. Menurut Pietrosefa memberikan gambaran konsep diri yang diadaptasikan oleh Mappiare ( 2002:6970 ) yaitu dimensi citra diri, yakni diri dilihat oleh diri sendiri sedangkan dimensi kedua citra diri adalah diri dilihat orang lain; persepsi orang lain terhadap dirinya ( “ beginilah saya kira orang lain memandang saya “ ) dimensi ketiga citra diri yakni diri mengacu pada type-type orang yang saya kehendaki tentang diri saya ( ideal self ). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian konsep diri adalah suatu gambaran menyeluruh yang  dimiliki oleh seseorang tentang kesadaran akan pandangan, pendapat, penilaian dan sikap seseorang terhadap dirinya sendiri yang meliputi aspek psikologis, emosional, sosial, keinginan yang dilakukan dan dievaluasinya sendiri dalam interaksinya dengan orang lain.

b. Perkembangan Konsep Diri

Konsep diri mulai terbentuk dan berkembang begitu manusia lahir.  Konsep diri seseorang terbentuk dari pengalaman sendiri dan dari uraian yang diberikan orang lain tentang dirinya. Pengalaman sendiri dan informasi dari lingkungan terintegrasi kedalam konsep diri. Konsep diri merupakan faktor bawaan tapi dibentuk dan berkembang melalui proses belajar yaitu dari pengalaman-pengalaman individu dalam interaksinya dengan orang lain. Individu dengan konsep diri yang tinggi lebih banyak memiliki pengalaman yang menyenangkan daripada individu dengan konsep diri yang rendah. Individu memberi respon terhadap dirinya sendiri dan mengembangkan sikap diri yang konsisten dengan apa-apa yang diekspresikan oleh orang lain didalam dunianya. Dia menilai dirinya sendiri sebagaimana orang lain menilai, dia merendahkan dirinya sependapat terhadap apa-apa yang mereka tolak, tidak mengindahkan atau melecehkan dirinya. Demikian juga jika individu oleh orang lain dihormati, dan disenangi, maka individu tersebut akan cenderung bersikap menghormati dan menerima dirinya. Hasil individu tersebut memahami dirinya sendiri mempunyai  sifat-sifat dan nilai-nilai yang oleh orang lain mempertalikan dengan dirinya ( Burns, 1993 ). Selanjutnya Penilaian itu menjadi suatu gambaran yang dibentuk oleh individu terhadap dirinya sendiri, yang disebut dengan konsep diri.

Konsep diri memegang peranan penting dalam menentukan prilaku

individu yaitu sebagai cermin bagi individu dalam memandang dirinya.

Individu akan bereaksi terhadap lingkungannya sesuai dengan konsep

dirinya, menurut Burns (1993 ) pembentukan konsep diri memudahkan

interaksi sosial sehingga individu yang bersangkutan dapat mengantisipasi

reaksi orang lain. Pola kepribadian yang dasarnya telah diletakkan pada

masa bayi, mulai terbentuk dalam awal masa kanak-kanak, karena orangtua,

saudara-saudara kandung dan sanak saudara lainnya merupakan  dunia

sosial bagi anak-anak, maka perasaan mereka kepada anak-anak dan

bagaimana perlakuan mereka merupakan faktor penting dalam

pembentukan konsep diri, yaitu pola kepribadian.

c. Aspek-aspek Konsep diri

Setiap individu memiliki konsep diri baik itu konsep diri yang positif maupun yang negatif, hanya derajat atau kadarnya yang berbeda-beda. Kenyataan tidak ada individu yang sepenuhnya memiliki konsep diri positif atau negatif. Tetapi karena konsep diri memegang peranan penting dalam menentukan dan mengarahkan seluruh perilaku individu, maka sedapat mungkin individu bersangkutan harus mempunyai konsep diri yang positif / baik (Rakhmat, 1991).

Konsep diri merupakan faktor bawaan tapi dibentuk dan berkembang melalui proses belajar yaitu dari pengalaman-pengalaman individu dalam interaksinya dengan orang lain. Individu dengan konsep diri yang tinggi lebih banyak memiliki pengalaman yang menyenangkan daripada individu dengan konsep diri rendah. Adapun ciri-ciri konsep diri yang positif adalah:

  1. Mempunyai penerimaan diri yang baik
  2. Mengenal dirinya sendiri dengan baik
  3. Dapat menerima fakta-fakta yang nyata tentang dirinya.
  4. Mampu menghargai dirinya sendiri
  5. Mampu menerima dan memberikan pujian secara wajar
  6. Mampu memperbaiki diri kearah yang lebih baik
  7. Mampu menempatkan diri di dalam lingkungan.

Selanjutnya Kuper & Kuper (2000) menyebutkan dua aspek besar dalam menjelaskan konsep diri, yaitu identitas dan evaluasi diri. Pertama, konsep identitas. Konsep ini terfokus pada makna yang dikandung diri sebagai suatu obyek, memberi struktur dan isi pada konsep diri, dan mengaitkan diri individu pada sistem sosial.Dua aspek besar tersebut dibagi menjadi dua dimensi yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal.

Dimensi Internal, terdiri atas tiga bagian:

  1. Diri identitas, yaitu label ataupun simbol yang dikenakan oleh seseorang untuk menjelaskan dirinya dan membentuk identitasnya. Label- label ini akan terus bertambah seiring dengan bertumbuh dan meluasnya kemampuan seseorang dalam segala bidang.
  2. Diri pelaku, yaitu adanya keinginan pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu sesuai dengan dorongan rangsang internal maupun  eksternal. Konsekuensi perilaku tersebut akan berdampak pada lanjut tidaknya perilaku tersebut, sekaligus akan menentukan apakah suatu perilaku akan diabstraksikan, disimbolisasikan, dan digabungkan dalam diri identitas.
  3. Diri penilai, yang lebih berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, penghayal, pembanding, dan terutama sebagai penilai. Di samping fungsinya sebagai jembatan yang menghubungkan kedua diri sebelumnya.

Dimensi Eksternal (terkait dengan konsep diri positif dan negatif), terdiri dari enam bagian:

  1. Konsep diri fisik, yaitu cara seseorang dalam memandang dirinya dari sudut pandang fisik, kesehatan, penampilan keluar, dan gerak motoriknya. Konsep diri seseorang dianggap positif apabila ia memiliki pandangan yang positif terhadap kondisi fisiknya, penampilannya, kondisi kesehatannya, kulitnya, tampan atau cantiknya, serta ukuran tubuh yang ideal. Dianggap sebagai konsep diri yang negatif apabila ia memandang rendah atau memandang sebelah mata kondisi yang melekat pada fisiknya, penampilannya, kondisi kesehatannya, kulitnya, tampan atau cantiknya, serta ukuran tubuh yang ideal. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Moreno & Cervelló (2005) membuktikan bahwa terdapat relevansi yang signifikan antara intensitas melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat fisik dengan tinggi rendahnya konsep diri fisik individu. Semakin sering individu melakukan kegiatan-kegiatan fisik—seperti olah raga, bekerja—maka akan semakin tinggi pula konsep diri fisiknya, demikian pula sebaliknya.
  2. Konsep diri pribadi, yaitu cara seseorang dalam menilai kemampuan yang ada pada dirinya dan menggambarkan identitas dirinya. Konsep diri seseorang dapat dianggap positif apabila ia memandang dirinya sebagai pribadi yang penuh kebahagiaan, memiliki optimisme dalam menjalani hidup, mampu mengontrol diri sendiri, dan sarat akan potensi. Dapat dianggap sebagai konsep diri yang negatif apabila ia memandang dirinya sebagai individu yang tidak pernah (jarang) merasakan kebahagiaan, pesimis dalam menjalani kehidupan, kurang memiliki kontrol terhadap dirinya sendiri, dan potensi diri yang tidak ditumbuhkembangkan secara optimal.
  3. Konsep diri sosial, yaitu persepsi, pikiran, perasaan, dan evaluasi seseorang terhadap kecenderungan sosial yang ada pada dirinya sendiri, berkaitan dengan kapasitasnya dalam berhubungan dengan dunia di luar dirinya, perasaan mampu dan berharga dalam lingkup interaksi sosialnya. Konsep diri dapat dianggap positif apabila ia merasa sebagai pribadi yang hangat, penuh keramahan, memiliki minat terhadap orang lain, memiliki sikap empati, supel, merasa diperhatikan, memiliki sikap tenggang rasa, peduli akan nasib orang lain, dan aktif dalam berbagai kegiatan sosial di lingkungannya. Dapat dianggap sebagai konsep diri yang negatif apabila ia merasa tidak berminat dengan keberadaan orang lain, acuh tak acuh, tidak memiliki empati pada orang lain, tidak (kurang) ramah, kurang peduli terhadap perasaan dan nasib orang lain, dan jarang atau bahkan tidak pernah melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas sosial.
  4. Konsep diri moral etik, berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, serta penilaian seseorang terhadap moralitas dirinya terkait dengan relasi personalnya dengan Tuhan, dan segala hal yang bersifat normatif, baik nilai maupun prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan seseorang. Konsep diri seseorang dapat dianggap positif apabila ia mampu memandang untuk kemudian mengarahkan dirinya untuk menjadi pribadi yang percaya dan berpegang teguh pada nilai-nilai moral etik, baik yang dikandung oleh agama yang dianutnya, maupun oleh tatanan atau norma sosial tempat di mana dia tinggal. Sebaliknya, konsep diri individu dapat dikategorikan sebagai konsep diri yang negatif bila ia menyimpang dan tidak mengindahkan nilai-nilai moral etika yang berlaku—baik nilai-nilai agama maupun tatanan sosial—yang seharusnya dia patuhi.
  5. Konsep diri keluarga, berkaitan dengan perspesi, perasaan, pikiran, dan penilaian seseorang terhadap keluarganya sendiri, dan keberadaan dirinya sendiri sebagai bagian integral dari sebuah keluarga. Seseorang dianggap memiliki konsep diri yang positif apabila ia mencintai sekaligus dicintai oleh keluarganya, merasa bahagia berada di tengah-tengah keluarganya, merasa bangga dengan keluarga yang dimilikinya, dan mendapat banyak bantuan serta dukungan dari keluarganya. Dianggap negatif apabila ia merasa tidak mencintai sekaligus tidak dicintai oleh keluarganya, tidak merasa bahagia berada di tengah-tengah keluarganya, tidak memiliki kebanggaan pada keluarganya, serta tidak banyak memperoleh bantuan dari keluarganya.
  6. Konsep diri akademik, berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, dan penilaian seseorang terhadap kemampuan akademiknya. Konsep diri positif apabila ia menganggap bahwa dirinya mampu berprestasi secara akademik, dihargai oleh teman-temannya, merasa nyaman berada di lingkungan tempat belajarnya, menghargai orang yang memberi ilmu kepadanya, tekun dalam mempelajari segala hal, dan bangga akan prestasi yang diraihnya. Dapat dianggap sebagai konsep diri akademik yang negatif apabila ia memandang dirinya tidak cukup mampu berprestasi, merasa tidak disukai oleh teman-teman di lingkungan tempatnya belajar, tidak menghargai orang yang memberi ilmu kepadanya, serta tidak merasa bangga dengan prestasi yang diraihnya (dalam Nashori, 2000).

Secara umum, identitas mengacu pada siapa atau apa dari seseorang, sekaligus mengacu pada pelbagai makna yang diberikan pada seseorang oleh dirinya sendiri dan orang lain. Kedua, evaluasi diri (atau harga diri) dapat terjadi pada identitas-identitas tertentu yang dianut oleh individu, atau dapat juga terjadi pada evaluasi holistik tentang diri. Menurut Gecas & Schwalbe (dalam Kuper & Kuper, 2000) individu biasanya lebih tertarik untuk membuat evaluasi diri berdasarkan dua kategori besar, yaitu pengertian mereka tentang kompetensi atau kemampuan diri mereka, dan pengertian mereka tentang kebaikan atau nilai moral.

Disamping konsep diri positif seperti telah dijelaskan diatas ternyata ada juga konsep diri yang negatif. Adapun ciri-ciri konsep diri negatif adalah:

    1. Peka terhadap kritik
    2. Responsif terhadap pujian
    3. Hiperkritis; individu selalu mengeluh, mencela dan meremehkan apapun dan siapapun.
    4. Pesimis terhadap kompetisi ( dalam kehidupan )
    5. cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain
    6. Tidak dapat menerima kekurangan dirinya.

d. Faktor-faktor Pembentuk Konsep Diri
Rainy (dalam Burn, 1979) menyatakan bahwa konsep diri merupakan individu yang dikenal pada individu tersebut sebagai konfigurasi yang unik. Diri yang dikenal merupakan hal-hal yang di persepsikan oleh individu tersebut, konsep-konsep dan evaluasi mengenai diri sendiri juga termasuk gambaran –gambaran dari orang lain terhadap dirinya yang dirasakan dan digambarkan sebagai pribadi ; kreatifitas dan kemampuan yang diinginkan, yang dipelihara dari suatu pengalaman lingkungan yang dievaluasinya secara pribadi.

Argyle (Handry dan Heyes, 1989) berpendapat bahwa terbentuknya konsep diri dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: :
1. Penampilan diri;reaksi dari orang lain . caranya dengan mengamati                              pencerminan prilaku seseorang terhadap respon orang lain dapat dipengaruhi oleh diri orang itu sendiri

2. Hubungan keluarga; sikap keluarga sangat berpengaruh terhadap perkembangan konsep diri individu. Dukungan dan kritikan menjadi masukan berharga dalam penilaian individu terhadap dirinya.

3. Kreatifitas; kreatifitas dan kemampuan dalam menyelesaikan tugas-tugas.
4..Perbandingan dengan orang lain. Konsep diri seseorang sangat tergantung pada        cara orang tersebut membandingkan dirinya dengan orang lain.
5.Peranan seseorang. Setiap orang pasti memiliki citra dirinya masing-masing, sebab dari situlah orang tersebut memainkan peranannya.
6.Indentifikasi terhadap orang lain. Pada dasarnya seseorang selalu ingin memiliki beberapa sifat dari orang lain yang dikaguminya.

e. Pengukuran Konsep Diri

Calhoun & Acocella (1990) membagi konsep diri ke dalam tiga dimensi, yaitu:

  1. Dimensi pengetahuan, yaitu deskripsi seseorang terhadap dirinya. Misalnya jenis kelamin, etnis, ras, usia, berat badan, atau pekerjaan.
  2. Dimensi harapan, yaitu kepemilikan seseorang terhadap satu set pandangan mengenai kemungkinan akan menjadi apa dirinya kelak.
  3. Dimensi penilaian, yaitu penilai tentang diri sendiri. Berdasarkan hasil penelitiannya Marsh (1987) menyimpulkan bahwa evaluasi atau penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri dalam rangka untuk memperbaiki diri sendiri di masa mendatang akan memunculkan konsep diri yang sangat kuat

Konsep diri seseorang dapat bergerak di dalam kesatuan dari positif ke negatif (Burns, 1979). Hal ini berkaitan langsung dengan respon lingkungan sosial individu, terutama orang-orang penting terdekatnya, terhadap diri individu. Respon di sini adalah persepsi orang tua atau orang-orang terdekat dalam memandang diri seseorang.

Jika seorang anak memperoleh perlakuan yang positif, maka ia akan mengembangkan konsep diri yang positif pula. Individu juga tidak akan ragu untuk dapat membuka diri dan menerima masukan dari luar sehingga konsep dirinya menjadi lebih dekat pada kenyataan. Suatu konsep diri yang positif sama dengan penghargaan diri dan penerimaan diri yang positif. Coopersmith (dalam Partosuwido, 1992) mengemukakan karakteristik remaja dengan konsep diri positif, yaitu bebas mengemukakan pendapat, cenderung memiliki motivasi tinggi untuk mencapai prestasi, mampu mengaktualisasikan potensinya, dan mampu menyeleraskan diri dengan lingkungannya.
Pendapat-pendapat tersebut sejalan dengan ungkapan Brooks dan Emmert (dalam Rahmat, 1996) yang menyatakan bahwa individu yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal, yaitu yakin akan kemampuannya mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat, serta mampu memperbaiki diri dengan mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha merubahnya.
Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri positif akan menyukai dirinya sendiri dan cukup mampu menghadapi dunia. Ia mampu mencapai prestasi tinggi dan menjalani kehidupan secara efektif, baik untuk keberadaan dirinya maupun orang-orang lain di sekitarnya.
Sedangkan untuk konsep diri yang negatif, Coopersith (dalam Partosuwido, 1992) mengemukakan beberapa karakteristik, yaitu mempunyai perasaan tidak aman, kurang menerima dirinya sendiri, dan biasanya memiliki harga diri yang rendah. Fitts (1971) menyebutkan ciri-ciri individu yang mempunyai konsep diri rendah adalah tidak menyukai dan menghormati diri sendiri, memiliki gambaran yang tidak pasti terhadap dirinya, sulit mendefinisikan diri sendiri dan mudah terpengaruh oleh bujukan dari luar, tidak memiliki pertahanan psikologis yang dapat membantu menjaga tingkat harga dirinya, mempunyai banyak persepsi diri yang saling berkonflik, merasa aneh dan asing terhadap diri sendiri sehingga sulit bergaul, mengalami kecemasan yang tinggi, serta sering mengalami pengalaman negatif dan tidak dapat mengambil manfaat dari pengalaman tersebut. Konsep diri akan turun ke negatif apabila seseorang tidak dapat melaksanakan perkembangannya dengan baik.
Bisa dikatakan bahwa konsep diri, baik positif maupun negatif, sangat penting untuk mengarahkan perilaku individu, karena setiap kali orang hendak bertingkah laku, sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya (Rahmat, 1996). Hal sesuai dengan yang diungkapkan oleh Rogers seperti yang dikutip oleh Sarason (1972) bahwa perilaku individu lebih dipengaruhi oleh dunia subjektifnya daripada stimulus dari lingkungan di luar dirinya.

Konsep-diri memiliki  kecondongan, yaitu:

1.    Konsep-diri NEGATIF

2.    Konsep-diri SEDANG

3.   Konsep –diri POSITIF

masuk konsep-diri yang manakah ANDA???

1. Konsep-diri NEGATIF

Anda memiliki penilaian NEGATIF pada diri Anda sendiri. Anda tidak merasa cukup baik dengan apapun yang Anda miliki dan merasa tidak mampu mencapai suatu apapun yang berharga. Jika hal ini terus berlanjut, maka Anda akan menuntun diri Anda sendiri ke arah kelemahan emosional. Anda mungkin akan mengalami depresi atau kecemasan secara ajeg, kekecewaan emosional yang lebih parah dan kualitasnya mungkin mengarah ke keangkuhan dan ke keegoisan. Anda telah menciptakan suatu penghancuran-diri.

Mulai sekarang….

Ubahlah dan kembangkan konsep-diri Anda, langkah-langkah yang perlu diambil untuk memiliki konsep diri yang positif :

1. Bersikap obyektif dalam mengenali diri sendiri

Jangan abaikan pengalaman positif atau pun keberhasilan sekecil apapun yang pernah dicapai. Lihatlah talenta, bakat dan potensi diri dan carilah cara dan kesempatan untuk mengembangkannya. Janganlah terlalu berharap bahwa Anda dapat membahagiakan semua orang atau melakukan segala sesuatu sekaligus.

“You can’t be all things to all people, you can’t do all things at once, you just do the best you could in every way….”

2. Hargailah diri sendiri

Tidak ada orang lain yang lebih menghargai diri kita selain diri sendiri. Jikalau kita tidak bisa menghargai diri sendiri, tidak dapat melihat kebaikan yang ada pada diri sendiri, tidak mampu memandang hal-hal baik dan positif terhadap diri, bagaimana kita bisa menghargai orang lain dan melihat hal-hal baik yang ada dalam diri orang lain secara positif. Jika kita tidak bisa menghargai orang lain, bagaimana orang lain bisa menghargai diri kita ??

3. Jangan memusuhi diri sendiri

Peperangan terbesar dan paling melelahkan adalah peperangan yang terjadi dalam diri sendiri. Sikap menyalahkan diri sendiri secara berlebihan merupakan pertanda bahwa ada permusuhan dan peperangan antara harapan ideal dengan kenyataan diri sejati (real self). Akibatnya, akan timbul kelelahan mental dan rasa frustrasi yang dalam serta makin lemah dan negatif konsep dirinya.

4. Berpikir positif dan rasional

Semua itu banyak tergantung pada cara kita memandang segala sesuatu, baik itu persoalan maupun terhadap seseorang. Jadi, kendalikan pikiran kita jika pikiran itu mulai menyesatkan jiwa dan raga.

2. Konsep-diri SEDANG

Anda berada di persimpangan antara kepemilikan konsep-diri positif dan konsep-diri negatif. Ada kalanya anda bisa dan tidak bisa menerima keadaan diri sendiri. Jika konsep-diri negatif semakin berkembang daripada konsep-diri positif, maka Anda akan menuntun diri Anda sendiri ke arah kelemahan emosional. Anda mungkin akan mengalami depresi atau kecemasan secara ajeg, kekecewaan emosional yang lebih parah, dan kualitasnya mungkin mengarah ke keangkuhan dan ke keegoisan.

Mulai sekarang….

Ubahlah dan kembangkan konsep-diri Anda, langkah-langkah yang perlu diambil untuk memiliki konsep diri yang positif :

1. Bersikap obyektif dalam mengenali diri sendiri

Jangan abaikan pengalaman positif atau pun keberhasilan sekecil apapun yang pernah dicapai. Lihatlah talenta, bakat dan potensi diri dan carilah cara dan kesempatan untuk mengembangkannya. Janganlah terlalu berharap bahwa Anda dapat membahagiakan semua orang atau melakukan segala sesuatu sekaligus.

“You can’t be all things to all people, you can’t do all things at once, you just do the best you could in every way….”

2. Hargailah diri sendiri

Tidak ada orang lain yang lebih menghargai diri kita selain diri sendiri. Jikalau kita tidak bisa menghargai diri sendiri, tidak dapat melihat kebaikan yang ada pada diri sendiri, tidak mampu memandang hal-hal baik dan positif terhadap diri, bagaimana kita bisa menghargai orang lain dan melihat hal-hal baik yang ada dalam diri orang lain secara positif. Jika kita tidak bisa menghargai orang lain, bagaimana orang lain bisa menghargai diri kita ???

3. Jangan memusuhi diri sendiri

Peperangan terbesar dan paling melelahkan adalah peperangan yang terjadi dalam diri sendiri. Sikap menyalahkan diri sendiri secara berlebihan merupakan pertanda bahwa ada permusuhan dan peperangan antara harapan ideal dengan kenyataan diri sejati (real self). Akibatnya, akan timbul kelelahan mental dan rasa frustrasi yang dalam serta makin lemah dan negatif konsep dirinya.

4. Berpikir positif dan rasional

Jadi, semua itu banyak tergantung pada cara kita memandang segala sesuatu, baik itu persoalan maupun terhadap seseorang. Jadi, kendalikan pikiran kita jika pikiran itu mulai menyesatkan jiwa dan raga.

3. Konsep-diri POSITIF

Anda memiliki penilaian POSITIF pada diri Anda sendiri. Anda mengenal diri Anda secara baik. Anda memiliki penerimaan diri yang kualitasnya lebih mungkin mengarah ke kerendahan hati dan ke kedermawanan. Anda dapat menyimpan informasi tentang diri sendiri – informasi negatif maupun positif. Anda seorang yang optimis, penuh percaya diri, dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya.  Anda menganggap hidup adalah suatu proses penemuan. Anda berharap kehidupan dapat membuat diri Anda senang, dapat memberikan kejutan, dan memberikan imbalan. Dengan menerima semua keadaan diri Anda maka Anda juga dapat menerima semua keadaan orang lain

f. Langkah-langkah Pengukuran Konsep Diri

1 Persiapan :

 

–          Guru bimbingan konseling mempersiapkan materi di transparan atau media lain, untuk ditayangkan di kelas.

–          Guru bimbingan  mempersiapkan lembar penugasan perseorangan.

2 Proses pelayanan :

 

  • Guru bimbingan konseling menyampaikan informasi yang akan dibahas, tujuan yang ingin dicapai dari informasi yang dibahas dan waktu yang diperlukan.
  • Guru bimbingan konseling menanyakan kepada beberapa siswa tentang pengertian pengenalan diri atau konsep diri, mencatat secara ringkas di papan tulis secara berurutan pendapat siswa. Pendapat siswa yang mengacu pada pengertian konsep diri digarisbawahi.
  • Guru bimbingan konseling merangkum pendapat dari beberapa siswa tersebut, kemudian menayangkan pengertian pengenalan diri atau konsep diri.
  • Guru bimbingan konseling menjelaskan sambil bertanya jawab tentang tujuan dan mengapa konsep diri diperlukan.  Demikian pula untuk sub-informasi pengukuran konsep diri selanjutnya.
  • Setelah materi selesai ditayangkan, guru bimbingan konseling memberikan tugas kepada semua peserta untuk mengisi lembar penugasan perorangan tentang deskripsi diri secara jujur (tidak perlu menuliskan nama).  Selanjutnya dibahas dalam kelompok.
  • Simulasi dan diskusi kelompok ;

Guru bimbingan konseling membagi kelompok, tiap kelompok dengan anggota  6-8 orang.

–          Hasil pekerjaan individu dikumpulkan, selanjutnya diserahkan kembali kepada masing-masing siswa secara acak

–          Secara bergiliran siswa membacakan lembar tugas tentang deskripsi diri.

–          Selanjutnya siswa  mendiskusikannya secara kelompok , tentang :

  1. Apakah anda jujur pada diri sendiri ? Apakah ada kekuatan dan kelemahan yang belum diutarakan ? Bagaimana kira-kira reaksi peserta lain dalam kelompok ketika salah satu peserta Bmengemukakan kekuatan dan kelemahan dirinya ?
  2. Bagaimana perasaan anda saat  memberi umpan balik positif dan negatif  ?
  • Manakah yang lebih  mudah, memberikan umpan balik yang positif atau negatif kepada orang lain ?
  1. b. Model Pengembangan Konsep Diri

Pengembangan Konsep diri dapat dilakukan dengan memulai pengenalan Diri. Tujuannya agar individu mampu mengembangkan kepribadian diri secara optimal, sehingga dapat menunjang pelaksanaan tugasnya.

I Tinjauan Psikologis Pengembangan Konsep Diri

Pada dasarnya setiap manusia cenderung untuk mengembangkan dirinya sendiri menjadi lebih baik, lebih matang dan lebih mantap.  Namun kecenderungan seseorang untuk menimbulkan kemampuannya tidak terwujud begitu saja, tanpa ada upaya untuk pengembangan kepribadian yang dimilikinya, karena setiap manusia memiliki kemampuan dan keunikan tersendiri.  Sejauh mana kepribadian  terwujud sangat ditentukan oleh seberapa jauh lingkungan mendorong untuk perkembangan terhadap konsep diri seseorang dan seberapa jauh seseorang tersebut merasa dirinya perlu belajar agar lebih baik lagi.

Untuk itu penting diketahui apakah perkembangan pribadi seseorang  sudah mencapai tingkat optimal atau kematangan. Hal ini dapat diketahui dengan cara mengenal dirinya.  Mengenal diri sendiri berarti memperoleh pengetahuan tentang totalitas diri yang tepat, yaitu menyadari kelebihan/keunggulan yang dimiliki maupun kekurangan/ kelemahan yang ada pada diri sendiri.  Dengan mengenal diri sendiri secara tepat akan diketahui konsep diri yang tepat pula, dengan berupaya mengembangkan yang positif dan mengatasi/ menghilangkan yang negatif.

II.  Tujuan

Dengan adanya pemahaman terhadap konsep diri, diharapkan :

  1. a. Tumbuhnya kesadaran seseorang untuk memahami dan mengenali dirinya serta mampu mengembangkan kemampuannya.
  2. b. Terbentuknya sikap dan perilaku percaya diri serta prinsip hidup menuju kehidupan yang sejahtera. Sikap dan perilaku percaya diri adalah kemampuan mengekspresikan diri atau mengemukakan hak-hak pribadi serta mempertahankannya tanpa melanggar hak orang lain

III. Mengapa Konsep Diri Diperlukan

Setiap orang perlu mengetahui dan memahami dirinya serta mampu menumbuhkan dan mengembangkan kemampuannya. Setelah seseorang mengetahui dirinya, maka terbentuklah sikap dan perilaku dalam menentukan arah dan prinsip hidup yang diinginkan. Seseorang yang mempunyai konsep diri, dapat menilai dirinya dalam menjalankan peranan hidup berkeluarga atau dalam masyarakat tanpa merasa lebih atau kurang terhadap kemampuan dan bersikap kepada orang lain. Perilaku seseorang dalam kehidupan bermasyarakat merupakan faktor yang  menentukan, dengan demikian ‘konsep diri’ seseorang bukan suatu yang langsung jadi, melainkan diperoleh dan dibentuk melalui pendidikan, pengalaman serta pengaruh lingkungan.

IV. Proses Pembentukan Konsep Diri

Pengenalan diri :

Merupakan proses perbandingan atau pengukuran antara ‘saya saat ini’ dengan harapan tentang ‘diri saya yang akan datang ‘.  Hasil perbandingan ini menjadi gambaran atas penghargaan diri sendiri :

–          Semakin besar perbedaan antara ‘saya saat ini’ dengan ‘saya seharusnya menjadi apa’, berarti semakin rendah penghargaan terhadap dirinya.

Semakin seseorang merasa dapat mencapai standar atau harapan-harapannya, ia akan merasa nyaman dan menyukai dirinya, maka semakin tinggi penghargaan terhadap diri sendiri

  • Ketika lahir seseorang belum memiliki konsep diri, namun konsep diri mulai berkembang sejak lahir dengan melalui proses penginderaan (sensation) dan perasaan (feelings) yang datang dari dalam diri atau dari lingkungan. Pengalaman dini terhadap rasa senang, sakit, disenangi, atau ditolak membentuk konsep dasar bagi perkembangan konsep diri dimasa yang akan datang.
  • Pengetahuan, harapan, dan penilaian yang membentuk konsep diri terutama hasil interaksi dengan orang lain. Orang tua merupakan figur yang paling berperan dalam pembentukan  konsep diri seseorang. Adapun teman sebaya merupakan figur kedua
  • setelah orangtua yang mempengaruhi terhadap konsep diri dan masyarakat yang juga berperan dalam pembentukan konsep diri.
  • Faktor yang penting dalam pembentukan konsep diri adalah melalui belajar.  Karena konsep diri merupakan produk belajar, permasalahan yang timbul selama proses belajar dapat mengganggu perkembangan konsep diri.  Permasalahan umum yang muncul yaitu, mendapat umpan balik yang tidak tepat dan umpan balik yang tidak konsisten.

Konsep diri mencakup 3 aspek, yaitu :

(1) pengetahuan,

(2) harapan diri,

(3) penilaian diri.

Pengetahuan :

Adalah apa yang kita ketahui tentang diri kita, mencakup :

–          Identitas formal

–          Kualitas pribadi

–          Merupakan perbandingan antara kita dengan orang lain

–          Ekspresi verbalnya ‘saya adalah …………….. ‘

Harapan :

–          Merupakan idealisme mengenai diri seseorang

–          Karakteristik pribadi

–          Merupakan tujuan dari proses pembentukan jati diri seseorang

–          Ekspresi verbalnya  ‘saya seharusnya dapat  menjadi …………..’.

Penilaian diri :

Merupakan proses perbandingan atau pengukuran antara ‘saya saat ini’ dengan harapan tentang ‘diri saya yang akan datang ‘.  Hasil perbandingan ini menjadi gambaran atas penghargaan diri sendiri :

–          Semakin besar perbedaan antara ‘saya saat ini’ dengan ‘saya seharusnya menjadi apa’, berarti semakin rendah penghargaan terhadap dirinya.

–          Semakin seseorang merasa dapat mencapai standar atau harapan-harapannya, ia akan merasa nyaman dan menyukai dirinya, maka semakin tinggi penghargaan terhadap diri sendiri.

Konsep diri negatif dan positif

Pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri bisa berada diantara 2 titik, yaitu ; konsep diri negatif sampai konsep diri positif. Dengan mengetahui posisinya, seseorang dapat menilai konsep dirinya mengarah kemana.

Konsep diri  ( – )                                              Konsep diri ( + )

Konsep diri negatif :

Seseorang dikatakan memiliki konsep diri negatif, apabila :

a)      Tidak memiliki pengetahuan yang menyeluruh tentang dirinya, ia kurang memahami siapa dirinya, apa kelebihan dan kelemahan yang dimilikinya.

b)      Memiliki pandangan tentang dirinya yang terlalu kaku (tidak dapat berubah) atau terlalu tinggi/berlebihan. Menolak informasi yang baru (terutama yang negatif) tentang dirinya, sehingga orang tersebut sulit untuk mengubah konsep diri yang sudah dianggap ‘betul’.

c)      Lebih banyak melihat aspek-aspek kekurangan/kelemahannya dalam dirinya daripada aspek-aspek kelebihan/kekuatan yang ia miliki.

Konsep diri negatif dapat menimbulkan penilaian diri yang negatif pula, dimana seseorang merasa sebagai pribadi yang ‘baik’.  Dengan demikian ciri konsep diri negatif adalah : kurang pengetahuan tentang diri sendiri, harapan-harapan yang tidak realistik dan terlalu tinggi, dan rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri.

Konsep diri positif :

Seseorang dapat dikatakan mempunyai konsep diri positif apabila :

a)      Memiliki pengetahuan menyeluruh mengenai dirinya, mencakup kelebihan dan kelemahan dirinya

b)      Menerima diri apa adanya, apabila ia mempunyai kelebihan ia tidak sombong dan apabila ia mempunyai kelemahan tidak kecewa

c)      Memiliki kesadaran yang besar untuk mengubah atau mengurangi aspek dari dirinya yang dianggap merugikan.

Ciri konsep diri positif adalah : memiliki pengetahuan  yang cukup luas tentang dirinya, mempunyai harapan yang realistik dan self esteem yang tinggi atau penghargaan diri yang sehat. Jadi konsep diri terbentuk melalui proses dimana seseorang telah dapat menemukan jati diri, mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya.  Kemudian mampu menerima dirinya sebagai suatu kenyataan.  Dengan kesadaran dan penerimaan ini seseorang mampu memperbaiki kekurangan sehingga mempunyai konsep diri yang positif.  Untuk mendukung konsep diri tersebut, seseorang perlu memiliki sikap percaya diri. Sikap percaya diri merupakan sikap seseorang yang memiliki keyakinan teguh akan tindakannya, mampu menyatakan perasaan dan pendapatnya tanpa menyakiti perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain.

Seseorang yang bersikap percaya diri mengakui dua hal, yaitu ; (1) dirinya mempunyai hak dan perasaan, (2) orang lain juga mempunyai hak dan perasaan. Menyadari kedua hal tersebut, seseorang tidak boleh menyakiti perasaan orang lain atau melanggar hak orang lain.  Sifat percaya diri mudah dikatakan namun sulit dilaksanakan karena umumnya individu kurang yakin pada dirinya masing-masing.  Sikap tersebut sudah berakar sehingga membutuhkan waktu dan tekad untuk merubahnya.  Kita harus berani menyatakan perasaan dan pendapat sepanjang tidak menyakiti orang lain.  Pendapat mungkin salah, namun lebih baik dikemukakan untuk kemudian dibicarakan dan diperbaiki. Seseorang yang memiliki percaya diri : lebih baik bertindak meskipun kemungkinan salah yang kemudian diselesaikan, daripada diam menerimanya  dengan bersungut-sungut.

V. Model Pengembangan Perubahan konsep diri Dalam kehidupan sehari-

hari

Seperti telah diuraikan di atas, konsep diri merupakan informasi tentang diri seseorang, dan lebih bersifat subyektif.  Dalam konsep diri memuat perkiraan mengenai apa yang akan terjadi dimasa mendatang, dan berusaha untuk bisa mewujudkannya.  Perkiraan tersebut sebenarnya bisa negatif atau kurang tepat, dan seseorang dapat mengubahnya sehingga menghasilkan konsep diri yang baru dan menyenangkan.

Tahapan untuk mengubah konsep diri sebagai berikut :

  1. Tetapkan perubahan yang akan dicapai
  2. Dapatkan umpan balik dari orang lain
  3. Perbaiki cara pandang terhadap diri sendiri
  4. Perbaiki cara berbicara terhadap diri sendiri

VI. Hasil pengembangan dan penerapan konsep diri dalam kehidupan

sehari-hari :

Dalam bermasyarakat kita menghadapi berbagai sikap dan perilaku yang berbeda-beda.  Penerapan konsep diri tergantung kepada dirinya sendiri, antara lain :

1)      Dapat menyadari kelemahan dan kekurangannya

2)      Pandai mengendalikan diri

3)      Tenggang rasa

4)      Berusaha jujur terhadap diri sendiri serta menyadari peranannya

Contoh :

  1. Mengambil keputusan tanpa mempelajari dan mempertimbangkan kenyataan yang sesungguhnya akan berakibat keputusan yang diambil kurang tepat.  Dengan kata lain orang yang mempunyai konsep diri positif akan  mengambil keputusan tanpa emosional.
  2. Orang yang mempunyai sifat ‘mau menang sendiri’ (egois) tidak mau merubah diri untuk tidak egois.  Orang tersebut tidak mampu merubah dirinya atau merubah konsep dirinya yang negatif.

Jadi konsep diri terbentuk melalui proses dimana seseorang telah dapat menemukan jati diri, mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya.  Kemudian mampu menerima dirinya sebagai suatu kenyataan.  Dengan kesadaran dan penerimaan ini seseorang mampu memperbaiki kekurangan sehingga mempunyai konsep diri yang positif.  Untuk mendukung konsep diri tersebut, seseorang perlu memiliki sikap percaya diri. Sikap percaya diri merupakan sikap seseorang yang memiliki keyakinan teguh akan tindakannya, mampu menyatakan perasaan dan pendapatnya tanpa menyakiti perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain.

Seseorang yang bersikap percaya diri mengakui dua hal, yaitu ; (1) dirinya mempunyai hak dan perasaan, (2) orang lain juga mempunyai hak dan perasaan. Menyadari kedua hal tersebut, seseorang tidak boleh menyakiti perasaan orang lain atau melanggar hak orang lain.  Sifat percaya diri mudah dikatakan namun sulit dilaksanakan karena umumnya individu kurang yakin pada dirinya masing-masing.  Sikap tersebut sudah berakar sehingga membutuhkan waktu dan tekad untuk merubahnya.  Kita harus berani menyatakan perasaan dan pendapat sepanjang tidak menyakiti orang lain.  Pendapat mungkin salah, namun lebih baik dikemukakan untuk kemudian dibicarakan dan diperbaiki. Seseorang yang memiliki percaya diri : lebih baik bertindak meskipun kemungkinan salah yang kemudian diselesaikan, daripada diam menerimanya  dengan bersungut-sungut di belakang (ngomel).

f.  Pengertian Bimbingan dan Konseling

Ada definisi tentang bimbingan dan konseling, bahkan penggunaan kata bimbingan dan konseling itu sendiri. Frank Parson (Prayitno, 1999:93) misalnya mendifinisikan bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat memilih, mempersiapkan diri, dan memangku suatu jabatan serta mendapat kemajuan dalam janatan yang dipilihnya itu. Dan konseling diartikan sebagai kegiatan pengungkapan fakta atau data tentang siswa, serta pengarahan kepada siswa untuk dapat mengatasi sendiri masalah-masalah yang dihadapinya. Pada bagian laian, Shetzer dan Stone (1980), misalnya, menggunakan kata hubungan pemberian bantuan helping relationship) untuk suatu proses konseling yang berarti interaksi antara konselor dengan klien dalam upaya memberikan kemudahan terhadap cara-cara pengembangan diri yang positif. Dalam konteks ini, sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar, pasal 25 ayat 1, dikatakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenai lingkungan, dan merencanakan masa depan.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian bimbingan dan konseling dalam konteks disekolah adalah: bantuan yang diberikan oleh guru bimbingan dan konseling kepada individu ( siswa ) agar individu tersebut dapat memahami dirinya, menerima kenyataan yang ada pada dirinya, dapat mengadakan penyesuaian diri dengan lingkungan yang ada, dan dapat mengatasi masalah yang ditemui dengan cara yang bijaksana sehingga diharapkan individu tersebut dapat mandiri dan mencapai kehidupan yan bahagia.

Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi, mengandung makna bahawa guru bimbingan dan konseling diharapkan mampu memberikan bantuan kepada siswa, seperti orang tua/wali, agar dengan keinginan dan kemampuannya dapat mengenal kekuatan dan kelemahan yang dimiliki siswa serta menerimanya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. Proses pengenalan harus ditindaklanjuti dengan proses penerimaan. Tanpa diimbangi sengan siatu bentuk penerimaan, siswa dan pihak-pihak yang dekat dengannya, akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan kekuatan dan kelemahannya tersebut secara lebih baik. sebagai contoh, jika siswa memiliki gangguan dalam penglihatannnya, seperti rabun jauh dan rabun dekat, dan siswa ynag bersangkutan serta pihak-pihak terdekat tidak dapat menerima hal itu sebagai suatu kenyataan, maka program pengembangan yang disarankan tidak akan berjalan dengan baik.

Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan, mengandung makna bahwa guru seyogyanya mamapu memberikan kemudahan (bantuan) kepada siswa dan pihak-pihak yang dekat dengannya, untuk mengenal lingkungannya dengan baik, termasuk lingkungan yang ada diluar sekolah. Siswa hendaknya mampu mengenal secara lebih baik fungsi dari semua fasilitas yang ada di sekolahnya, yang pada gilirannya akan mampu mengoptimalkan siswa yang bersangkutan dalam menggunakan dengan baik. misalnya mengenalkan fungsi perpustakaan yang ada disekolah, termasuk jenis koleksi, peraturan, petugas dan jadwal penggunaan perpustakaan. Pengenalan labolatorium, sarana olah raga yang ada di sekolah, serta fasilitas lainnya juga perlu diperlukan. Pengenalan siswa dengan lingkungannya yang baru. Kondisi seperti ini tentu sangat membantu siswa yang bersangkutan dalam mengikuti proses pembelajaran selanjutnya.

Bimbingan agar siswa mampu merencanakan masa depannya, mengandung makna bahwa guru diharapkan mampumembantu siswa menganal berbagai jenis pekerjaan dan pendidikan yang ada dilingkungan sekitarnya, serta mengembangkan cita-cita siswa sesuai dengan pengenalan siswa akan berbagai jenis pekerjaan dan pendidikannya tersebut. Bimbingan yang ditujukan agar siswa mamapu merencanakan masa depannya, tidak terlepas dari pengenalan dan penerimaan siswa akan diri dan lingkungannya, seperti yang diuraikan diatas. Salah satu bentuk pengembangan kemampuan siswa dalam merencanakan masa depannya di sekolah adalah pengungkapan minat siswa terhadap berbagai jenis mata pelajaran, pekerjaan, atau aktifitas tertentu, misalnya olah raga, kesenian, atau kerajinan tangan serta program tindak lanjutnya.

  1. Tujuan Bimbingan dan konseling di Sekolah

Tujuan umum pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya sejalan dengan tujuan pendidikan itu sendiri, karena bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari system pendidikan. Menilik pada undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan adalah terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman dan tagwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Sesuai dengan pengertian bimbingan dan konseling sebagai upaya membentuk perkembangan kepribadian siswa secara optimal, maka secara umum layanan bimbingan dan koseling di sekolah, harus dikaitkan dengan pengembangan sumber daya manusia. Upaya bimbingan dan konseling memungkinkan peserta didik mengenal dan menerima diri sendiri serta menganal dan menerima lingkungannya secara positif dan dinamis serta mampu mengambil keputusan, mengamalkan dan mewujudkan diri sendiri secara efektif dan produktif sesuai dengan peranan yang diinginkannya di masa depan. Secara lebih khusus, kawasan bimbingan dan konseling yang mencakup seluruh upaya tersebut meliputi bidang bimbingan pribadi, bimbingan social, bimbingan belajar dan bimbingan karier.

Upaya bimbingan dan konseling yang dimaksud diselenggarakan melalui pengembangan segenap potensi idividu peserta didik secara optimal, dengan memanfaatkan berbagai sarana dan cara, berdasarkan norma-norma yang berlaku dan mengikuti kaidah-kaidah professional. Secara khusus tujuan bimbingan dan konseling di sekolah adalah untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan karier.

h. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling

1. Prinsip berkenaan dengan sasaran layanan, mencakup:

 Bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, aga, agama, dan status social ekonomi.

 Bimbingan dan konseling berurusan dengan pribadi dan tingkah laku yang unik dan dinamis.

 Bimbingan dan konseling memberikan perhatian utama pada perbedaan individual yang menjadi orientasi pokok pelayanan.

Prinsip bahwa bimbingan melayani semua individu, hendaknya dapat diimplementasikan secara konkrit di sekolah. Hal ini penting, karena semata-mata memfokuskan pada anak-anak bermasalah atau anak yang seringmelanggar peraturan, membaut kegiatan bimbingan mengabaikan siswa lain yang dalam beberapa hal justru perlu bantuan untuk memelihara dan pengembangan segenap potensi yang dimilikinya. Ungkapan bahwa anak yang pandai dapat mengurus dirinya sendiri dan tidak perlu bantuan, tentu bukanlah ungkapan seorang guru, dan sebenarnya bukan ungkapan yang pantas dikemukakan pada pendidik.penyelenggaraan bimbingan kelompok,terutama kelompok yang beragam (heterogen) merupakan langka kongrit untuk melayani semua individu.akan tetapi justru hal seperti yang masih jarang di lakukan di sekolah,terutama karena guru tidak memiliki cukup waktu untuk melakukannya.

Prinsip bahwa bimbingan berhubungan dengan pribadi dan prilaku yang unik dan dinamis, mengandung makna bahwa pelayanan bimbingan dan konseling hendaknya terfokus pada masalah pribadi dan prilaku individu dan bukan pada hal-hal lain.masalah-masalah lain,seperti masalah kesehatan atau keuangan hendaknya dipandang sebagai bahan pelengkap dalam upaya memberikan bantuan kepada individu,tetapi bukanlah fokus utamanya.kalaupun hal itu jadi penting,manakala keduanya mempengaruhi pribadi dan prilaku individu. Di samping itu, pribadi dan prilaku yang unik dan dinamis mengandung makna bahwa pelayanan bimbingan dan konseling antara individu yang satu dan yang lain tidaklah sama.sekalipun permasalahan yang dialami individu dalam beberapa hal memiliki kesamaan,akan hal itu ternyata dapat dihantarkan oleh berbagai hal yang berbeda,dan kondisi seperti itu tentu membawah konsekuensi pada strategi pemberian bantuan yang berbeda pula.Sebagai contoh,siswa yang sering membolos dapat disebabkan berbagai faktor yang berbeda, mulai tidak ada ongkos, membantu orang tua mencari nafka,rendahnya visi orang tua terhadap pendidikan , konflik dengan teman di sekolah, sampai konflik dengan guru tertentu. Strategi yang digunakan antara penyebab rendahnya visi orang tua terhadap pendidikan dengan adanya konflik siswa dengan guru tertentu sangat berbeda.

Prilaku yang dinamis, mengandung makna bahwa individu terus berkembang dan tidak statis. Oleh karena itu, masalah yang dirasakan saat ini mungkin tidak lagi dirasakan di saat mendatang. Analisis tentang startegi pemberian bantuan yang cocok bagi masalah individu saat ini belum tentu cocok jika diterapkan pada waktu yang akan datang. Hal ini mengandung konsekuensi bagi pelayanan bimbingan dan konseling harus dilakukan secepat data-data pendukung hadir.

Prinsip bahwa bimbingan memperhatikan tahap dan aspek perkembangan, mengandung makna bahwa pelayanan bimbingan dan konseling harus dilandasi oleh pemahaman yang benar tentang tahap dan aspek perkembangan individu yang dibimbing. Di samping itu, upaya pemberian bantuan yang dilakukan, juga harus sesuai dengan tahap dan aspek perkembangan individu, seklaipun menentukan kriteria tahap perkembangan itu pun bukanlah hal yang musah.

Sekalipun menentukan tahap dan aspek perkembangan bukan persoalan mudah, akan tetapi tentu ada rambu-rambu umum yang dapat dijadikan rujukan dalam memberikan pemberian bentuan. Apalagi jika dibawa dalam setting sekolah, maka kecendrungan tahap dan aspek perkembangan siswa relatif tidak terlalu jauh, misalnya perkembangan masa kanak-kanak.

Secara konseptual, dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 kita mendapati rumusan tentang pengembangan diri, sebagai berikut :

Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik.

Berdasarkan rumusan di atas dapat diketahui bahwa pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Dengan sendirinya, pelaksanaan kegiatan pengembangan diri jelas berbeda dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar mata pelajaran. Seperti pada umumnya, kegiatan belajar mengajar untuk setiap mata pelajaran dilaksanakan dengan lebih mengutamakan pada kegiatan tatap muka di kelas, sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditentukan berdasarkan kurikulum (pembelajaran reguler), di bawah tanggung jawab guru yang berkelayakan dan memiliki kompetensi di bidangnya. Walaupun untuk hal ini dimungkinkan dan bahkan sangat disarankan untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran di luar kelas guna memperdalam materi dan kompetensi yang sedang dikaji dari setiap mata pelajaran.

Sedangkan kegiatan pengembangan diri seyogyanya lebih banyak dilakukan di luar jam reguler (jam efektif), melalui berbagai jenis kegiatan pengembangan diri. Salah satunya dapat disalurkan melalui berbagai kegiatan ekstra kurikuler yang disediakan sekolah, di bawah bimbingan pembina ekstra kurikuler terkait, baik pembina dari unsur sekolah maupun luar sekolah. Namun perlu diingat bahwa kegiatan ekstra kurikuler yang lazim diselenggarakan di sekolah, seperti: pramuka, olah raga, kesenian, PMR, kerohanian atau jenis-jenis ekstra kurikuler lainnya yang sudah terorganisir dan melembaga bukanlah satu-satunya kegiatan untuk pengembangan diri. Di bawah bimbingan guru maupun orang lain yang memiliki kompetensi di bidangnya, kegiatan pengembangan diri dapat pula dilakukan melalui kegiatan-kegiatan di luar jam efektif yang bersifat temporer, seperti mengadakan diskusi kelompok, permainan kelompok, bimbingan kelompok, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang bersifat kelompok. Selain dilakukan melalui kegiatan yang bersifat kelompok, kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan pula melalui kegiatan mandiri, misalnya seorang siswa diberi tugas untuk mengkaji buku, mengunjungi nara sumber atau mengunjungi suatu tempat tertentu untuk kepentingan pembelajaran dan pengembangan diri siswa itu sendiri. Selain kegiatan di luar kelas, dalam hal-hal tertentu kegiatan pengembangan diri bisa saja dilakukan secara klasikal dalam jam efektif, namun seyogyanya hal ini tidak dijadikan andalan, karena bagaimana pun dalam pendekatan klasikal kesempatan siswa untuk dapat mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minatnya relatif terbatasi. Hal ini tentu saja akan menjadi kurang relevan dengan tujuan dari pengembangan diri itu sendiri sebagaimana tersurat dalam rumusan tentang pengembangan diri di atas.
Dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya, dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan terjadi pengurangan jumlah jam efektif setiap minggunya, namun dengan adanya pengembangan diri maka sebetulnya aktivitas pembelajaran diri siswa tidaklah berkurang, siswa justru akan lebih disibukkan lagi dengan berbagai kegiatan pengembangan diri yang memang lebih bersifat ekspresif, tanpa “terkerangkeng” di dalam ruangan kelas. Kegiatan pengembangan diri harus memperhatikan prinsip keragaman individu. Secara psikologis, setiap siswa memiliki kebutuhan, bakat dan minat serta karakateristik lainnya yang beragam. Oleh karena itu, bentuk kegiatan pengembangan diri pun seyogyanya dapat menyediakan beragam pilihan. Hal yang fundamental dalam dalam kegiatan pengembangan diri bahwa pelaksanaan pengembangan diri harus terlebih dahulu diawali dengan upaya untuk mengidentifikasi kebutuhan, bakat dan minat, yang dapat dilakukan melalui teknik tes (tes kecerdasan, tes bakat, tes minat dan sebagainya) maupun non tes (skala sikap, inventori, observasi, studi dokumenter, wawancara dan sebagainya).
Dalam hal ini, peranan bimbingan dan konseling menjadi amat penting, melalui kegiatan aplikasi instrumentasi data dan himpunan data, bimbingan dan konseling seyogyanya dapat menyediakan data yang memadai tentang kebutuhan, bakat, minat serta karakteristik peserta didik lainnya. Data tersebut menjadi bahan dasar untuk penyelenggaraan pengembangan diri di sekolah, baik melalui kegiatan yang bersifat temporer, kegiatan ekstra kurikuler, maupun melalui layanan bimbingan dan konseling itu sendiri. Namun harus diperhatikan pula bahwa kegiatan pengembangan diri tidak identik dengan Bimbingan dan Konseling. Bimbingan dan Konseling tetap harus ditempatkan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan di sekolah dengan keunikan karakteristik pelayanannya.

Terkait dengan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah kemungkinan besar akan menggunakan konsep baru menggantikan Pola 17 yang selama ini diterapkan. Ke depannya kemungkinan akan digunakan konsep baru yang lebih dikenal sebutan Bimbingan dan Konseling Komprehensif dan Pengembangan (Developmental and Comprehensive Guidance and Counseling), dimana layanan Bimbingan dan Konseling lebih bersifat menyeluruh (guidance for all) dan tidak lagi terfokus pada pendekatan klinis (clinical atau therapeutical approach) akan tetapi lebih mengutamakan pendekatan pengembangan (developmental approach). Dalam hal ini, Sofyan S. Willis (2005) mengemukakan perbedaan dari kedua pendekatan tersebut adalah  :
Pendekatan Pengembangan :
* Bersifat pedagogis
*Melihat potensi klien (siswa)
*Berorientasi pengembangan potensi positif klien (siswa)
*Menggembirakan      klien (siswa)
*Dialog konselor menyentuh klien (siswa), klien (siswa) terbuka
*Bersifat humanistik- religius
* Klien (siswa) sebagai subyek memegang peranan, memutuskan tentang dirinya
* Konselor hanya membantu dan memberi alternatif-alternatif
Dengan demikian, layanan Bimbingan dan Konseling yang memiliki fungsi pengembangan, seperti layanan Pembelajaran, Penempatan dan Bimbingan Kelompok kiranya perlu lebih dikedepankan dan ditingkatkan lagi dari segi frekuensi maupun intensitas pelayanannya.

i. Peranan Guru Bimbingan Konseling Dalam Menggali Potensi Melalui

Pemantapan konsep diri.

Seandainya anda memiliki siswa yang berintelegensi 115, dari keluarga golongan ekonomi menengah keatas, orangtua berpendidikan tinggi serta sangat mendukung untuk keperluan kemajuan pendidikan anaknya, tetapi anak ini tidak menunjukkan kemajuan belajar yang diharapkan oleh guru dan orangtuanya malah ia malas-malasan dan terlihat enggan untuk datang kesekolah.Kira-kira apa yang salah dari anak ini? Ada 2 kemungkinan, yang pertama mungkin anak ini tidak berminat untuk melanjutkan pendidikan disekolah ini karena tidak sesuai dengan keinginannya. Yang kedua, anak ini akan tetap terus sekolah dan belajar tapi tidak dengan sepenuh hati dalam menjalani pendidikan yang ditempuhnya, sehingga keras guru dan pengorbanan orangtua tidak begitu berharga baginya.  Nah itulah konsep diri. Konsep diri adalah  Sistem Persyarafan tubuh  kita. Kita ini merupakan makhluk Tuhan yang paling sempurna diciptakan Tuhan dimuka bumi dibandingkan makhluk-makhluk lainnya, tetapi tanyakan pada diri kita, “Apa kita sudah sering meng-upgrade konsep diri kita?” Bimbingan dan konseling merupakan bagian yang integral dari proses pembelajaran, untuk itu bukan tidak mungkin dalam suatu sekolah ditemui kasus-kasus semacam ini ataupun kasus yang berbeda yang sifatnya berhubungan dengan psikologis dan pribadi individu maka dalam hal ini guru bimbingan konseling harus peka dan proaktif serta intens dalam melihat, menyikapi dan membangun konsep diri anak didiknya, diantaranya dengan mensosialisasikan komponen konsep diri, menjelaskan bagaimana proses  konsep diri terbentuk, cara mengubah dan membentuk konsep diri yang positif. Kegiatan ini dapat dilakukan  baik  melalui bimbingan kelompok, layanan informasi, konseling individu dan pengembangan diri. Apapun langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh guru bimbingan konseling dalam menggali potensi siswa melalui konsep diri adalah:

1.   Memperkenalkan Komponen Konsep Diri. Konsep diri memiliki 3 komponen yang sangat penting karena akan mempengaruhi hidup kita mulai saat kecil hingga sekarang, komponen tersebut antara lain :

– Diri Ideal. Dalam konteks dunia pendidikan, diri ideal yang sering ditetapkan orangtua adalah anak harus mendapat nilai sempurna (100 atau A). dalam setiap ujian

Citra Diri.Anda akan selalu bertindak atau bersikap sesuai dengan gambar yang muncul dalam cermin/citra diri anda.

Harga Diri.Semakin anda menyukai diri anda, menerima diri anda, & hormat pada diri anda sendiri sebagai seorang yang berharga & bermakna, maka semakin tinggi harga diri anda.

Kesimpulannya dapat dimisalkan sebagai berikut : Orangtua anda menetapkan diri ideal anda harus mendapat nilai 100 untuk ulangan Matematika, tetapi anda hanya dapat nilai 60 (Citra diri). Yang terjadi sekarang adalah diri ideal tidak sejalan dengan citra diri.Ini sudah pasti akan berpengaruh pada harga diri anda.

2.Menjelaskan Bagaimana Konsep Diri Terbentuk.

Bangunan konsep diri itu seperti meja, dimana terdapat kaki-kaki penyokongnya. Yang sangat berperan dalam “Meja” tersebut antara lain :

Siapa yang memasang kaki tersebut?Pertama Orangtua dan    setelah itu Guru

Seberapa intensitas emosi yang timbul saat           itu?Sedih,malu,bahagia,bangga,dll

Repetisi.Semakin sering, berarti semakin kuat kaki yang terpasang.

Kita akan lihat bagaimana terbentuk “meja” tadi lewat kisah berikut :

Saat anda masih kecil anda tidak sengaja memecahkan gelas lalu ibu anda mengatakan. “Anak bodoh, masak mbawa gelas aja gak becus!”.Otomatis “meja” anda berbentuk

Lalu saat sekolah anda mendapat nilai jelek sehingga bentuk meja menjadi:

Berbeda kisahnya seandainya saat memecahkan gelas, ibu anda mengatakan “Kamu tidak apa-apa Nak?Lain kali hati-hati ya..”. Dan saat ujian orangtua anda menghargai nilai anda, maka meja akan berbentuk

Dari kisah diatas dapat anda lihat efek yang akan terjadi apabila konsep diri yang kita miliki adalah salah satu meja diatas, bisa jadi positif bahkan mungkin negatif.

  1. 2. Menyepakati  dan mengajak siswa untuk mengubah dan meningkatkan konsep diri

Sangat tidak pantas sekali jika kita langsung menyalahkan orangtua atau guru yang dimasa lalu telah membentuk konsep diri kita  menjadi “Saya Bodoh”. Kita sudah dewasa, jadi kita harus merubahnya sendiri.

Bagaimana caranya? Caranya sebagai berikut :

1. Kisah Sukses: Berupa kejadian, peristiwa, pengalaman, atau apa saja yang pernah anda alami dalam hidup yang dirasa istimewa. Kisah sukses ini harus anda tulis diatas kertas, tulislah kisah sukses terkini lalu mundur lagi, terus mundur sampai saat anda masih kecil, sampai kisah sukses paling lama yang bisa anda ingat. Ini akan membantu diri agar memberi self-talk positif dan menghentikan self-talk negatif disaat mengalami kegagalan.

2. Simbol Sukses: Bentuknya dapat berupa Trofi, sertifikat ijazah, surat penghargaan, lencana, foto, tanda tangan orang yg dikagumi, rekaman video, kaset, dll.Simbol sukses ini sebagai Reminder (pengingat) akan keberhasilan yang pernah kita raih. Kisah & simbol sukses ini dapat memperkuat kaki “meja” konsep diri anda.

3. Afirmasi Positif: Siapakah orang yang paling anda percayai pendapatnya di dunia ini ?Tentu saja anda sendiri. Maka dari itu tanamkan pada diri kita benih kepercayaan diri dengan ucapan-ucapan positif (Afirmasi Positif). Afirmasi Positif dapat dibuat dgn benar, yakni :

  • a. Harus Positif.Jangan gunakan kalimat, “Saya tidak bodoh!” tapi gunakanlah kalimat, “Saya cerdas dan terampil!”
  • b. Menggunakan kalimat waktu sekarang.Jangan menggunakan kalimat, “ Besok saya akan rajin belajar,” tapi gunakan kalimat,”Saya adalah murid yang rajin belajar.”
  • c. Bersifat pribadi.Gunakan kata “saya”Misalnya,”Saya murid yang pintar dan….”
  • d. Persisten.Lakukan selama 21 hari non-stop.
  • e. Dengan hasrat dan antusiasme yang besar.Libatkan emosi anda saat mengucapkan kalimat afirmasi anda.

4. Visualisasi Multi Sensori Agar dapat melakukan cara ini, anda harus masuk dalam kondisi alfa(kondisi di saat anda ingin tidur sehingga terasa rileks dan agak “fly”).Setelah masuk kondisi alfa, lakukan langkah-langkah untuk melakukan visualisasi multi sensori, yakni :

    • 1. Tuliskan semua hal-hal positif seperti sikap, kepribadian, karakter, integritas, atau apa sajayang anda perlu ada dalam diri anda yang sukses.
    • 2. Masuklah ke dalam kondisi alfa.
    • 3. Saat kondisi alfa, gunakan mata pikiran untuk melihat diri sendiri yang telah sukses lengkap dengan semua hal positif yang telah anda tuliskan. Lihatlah diri anda yang sedang menerima ucapan selamat dan pandangan hormat & kagum dari orang sekitar anda.Setelah  elihat diri anda, coba rasakan perasaan anda saat itu?Masuk lebih dalam dan nikmati! Saat melihat & merasakan hal tersebut, suara apa yang muncul dalam benak anda?apa yang anda katakan mengenai diri anda sendiri? (Lakukan selama 10 menit)
    • 4. Setelah itu, buka mata perlahan-lahan, gerakkan ujung jari anda. Jangan langsung bergerak!Resapi perasaan sukses yang sedang anda rasakan.

5. Goal SettingPada saat anda mulai bisa melihat diri anda sebagai pribadi yang kompetenpada saat itulsh konsep diri mulai berubah. Lalu bagaimana cara membuat & menggunakan goal setting untuk meningkatkan konsep diri?      Caranya sebagai berikut ;

    • 1. Tentukan & putuskan apa yang anda inginkan (tujuan) sejelas-jelasnya.
    • 2. Tuliskan di selembar kertas (jangan hanya diingat.
    • 3. Tetapkan tenggat waktunya, kapan goal harus tercapai.
    • 4. Uraikan goal itu menjadi sub-goal yang terukur & terarah.
    • 5. Buat daftar tindakan yang harus anda lakukan untuk mencapai tujuan.
    • 6. Atur daftar tindakan anda menjadi suatu perencanaan-tuliskan di atas kertas.
    • 7. Lakuakan tindakan!
    • 8. Lakukan sesuatu yang relevan setiap hari yang membawa dekat dengan tujuan
    • 9. Tinjaulah setiap hari.
    • 10. Rencanakan setiap tindakan yang akan dilakukan (sehari sebelumnya).
    • 11. Tetapkan prioritas dengan A,B,C,D,&E.
        • A=Sangat pentingàkalau tidak dilakukan, mendatangkan akibat serius.
        • B=Perlu dilakukan àBila tidak, mengakibatkan efek negatif yang tidak terlalu berat.
        • C= Baik untuk dikerjakanàTidak ada akibat negatif (Nonton, ngobrol,dll).
        • D=Delegasikan/out-sourceàBebaskan waktu anda.
        • E=EliminateàAbaikan saja.

7. Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksprimen semu

dengan jenis one-short case study design, yaitu penelitian yang mengadakan

treatment satu kali kemudian diadakan posttest lalu hasil posttest

dibandingkan dengan standar yang diinginkan ( Arikunto,1998:78)

8. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini ada dua yaitu variabel bebas ( X ) peranan

guru bimbingan konseling dalam menggali potensi melalui konsep diri dan

variabel terikat ( Y ) yaitu hubungan antara potensi dan konsep diri.

9. Definisi  Operasional Variabel

1. Layanan Bimbingan konseling adalah bantuan yang diberikan oleh guru

bimbingan konseling kepada individu yang memerlukannya agar individu

tersebut dapat mandiri dan berkembang secara optimal dalam hubungan

pribadi, sosial, serta karier.

2. Konsep diri adalah gambaran individu yang dimiliki tentang dirinya,

meliputi karakteristik fisik,sosial,psikologis, emosional, aspirasi dan

prestasi.

10. Populasi dan Sampel

Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas XII TMO-1 SMK Utama

Bakti Palembang Tahun Pelajaran 2009-2010 yang berjumlah 35 yang

peneliti ambil orang sebagai sampel.

11. Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian berlangsung dari awal Tahun Pelajaran 2009-

2010 bulan Awal Agustus  2009 s.d April 2010. Penelitian dilakukan di

Kelas XII TMO-1 SMK Utama Bakti Palembang.

12. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam peneelitian ini adalah:

  1. Dokumentasi
  2. Kuesioner
  3. Observasi

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S, 1998, Prosedur Penelitian dengan Pendekatan Praktek,

Jakarta, Karya Remaja.

Conny Semiawan, 1987,  Konsep Diri Wanita sebagai Pimpinan dalam

peranan Manajemen, Jakarta.

DJumhur, I dan Moh. Surya, 1975 Bimbingan dan Penyuluhan disekolah

Guidance & Counseling Bandung. CV Ilmu

Hamalik,  Oemar, 2001, Metode Belajar dan Kesulitan Belajar, Bandung, PT

Transito

Hurlock,EB, 1999, Personality Development, New York:McGraw-Hi

John Robert Powers, 1977,  Pelatihan Program Pengembangan Pribadi,

Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

M. Ngalim Purwanto,1993, Pengantar Psikologi, Jakarta, Nasco

Partowisastro, H. Koestoer,1985, Dinamika Dalam Psikologi Pendidikan,

Jakarta, Erlangga

LEMBAR TUGAS INDIVIDU

1. Siapa saya ?

a. ……………………………………………………………………………………

b. ……………………………………………………………………………………

c. ……………………………………………………………………………………

d. ……………………………………………………………………………………

e. ……………………………………………………………………………………

2. Kekuatan atau kelebihan yang saya miliki :

a. ……………………………………………………………………………………

b. ……………………………………………………………………………………

c. ……………………………………………………………………………………

d. ……………………………………………………………………………………

e. ……………………………………………………………………………………

  1. Kekuatan diri pribadi saya yang perlu segera dipacu dan ditingkatkan :

a. ……………………………………………………………………………………

b. ……………………………………………………………………………………

c. ……………………………………………………………………………………

d. ……………………………………………………………………………………

e. ……………………………………………………………………………………

  1. Tindakan yang sedang dan akan saya lakukan dalam upaya memacu dan     meningkatkan kekuatan yang saya miliki (nomor 3) :

a. ……………………………………………………………………………………

b. ……………………………………………………………………………………

c. ……………………………………………………………………………………

d. ……………………………………………………………………………………

e. ……………………………………………………………………………………

5. Kelemahan atau kekurangan yang ada pada diri saya adalah :

a. ……………………………………………………………………………………

b. ……………………………………………………………………………………

c. ……………………………………………………………………………………

d. ……………………………………………………………………………………

e. ……………………………………………………………………………………

Hello world!

November 1, 2009

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!