1.     Landasan Falsafah dan Rasional Teknologi Pendidikan

LANDASAN FALSAFAH DAN RASIONAL TEKNOLOGI PENDIDIKAN
I. Landasan Teknologi Pendidikan
Landasan Teknologi Pendidikan dibagi menjadi 7, yaitu :
A. Landasan Filsafat
Tujuannya adalah untuk memperoleh pembenaraan sebagai suatu disiplin pengetahuan terapan yang berdiri sendiri.
Landasan filsafat dibagi menjadi 3 yaitu;
1. Ontologi yaitu apa hakekat gejala yang dikaji
Misalnya obyek formalnya “BELAJAR” , karena :
Belajar merupakan hak semua orang§
Berlangsung sepanjang hayat§
Mengenai apa,dari siapa, bagaiamana saja§
Kesempatan belajar terbatas§
Sumber tradisional makin terbatas§
Sumber yang ada dan potensial belum didayagunakan§
Oleh karena itu :
Perlu usaha khusus§
Perlu pengelolaan yang inovatif§
Reformatif§

2. Epistemologi, yaitu bagaimana cara mengkajinya, mencakup :
• Isomeristik merupakan penggabungan berbagai disiplin menjadi kebulatan tersendiri
• Sistematik, yang berurutan, terencana dan terarah
• Sinergistik, mempunyai nilai tambah
• Sistemik, yang menyeluruh / holistic
• Inovatif, adanya perubahan / pembaharuan
• Integratif, terjalin dalam semua bidang

3. Aksiologi yaitu apa nilai / manfaat pengkajian yang bisa diaplikasikan dalam beberapa hal , antara lain :
• Peningkatan mutu pendidikan (menarik, efektif, efisien, relevan)
• Penyempurnaan system Pendidikan
• Meluas dan meratnya kesempatan serta akses pendidikan
• Penyesuaian dengan kondisi pembelajaran
• Penyelarasan dengan perkembangan lingkungan
• Peningkatan partisipasi masyarakat

B. Landasan Pendidikan
Landasan pendidikan mencakup Konsep, Prinsip, Prosedur dan Kebijakan Pendidikan. Semua itu dapat diwujudkan antara lain dengan :
1. Usaha sadar dan terencana.
2. Terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran
3. Berkembangnya potensi peserta didik untuk memiliki serangkaian kompetensi
4. Sistem terbuka dan multimakna
5. Proses pembudayaan dan pemberdayaan berlangsung sepanjang hayat

C. Landasan Psikologi
Landasan Psikologi mencakup :
1. Psikologi umum (intelegensi, motivasi, persepsi, minat, dsb)
2. Psikologi Terapan :
• Psikologi Pendidikan
• Psikologi Belajar
• Psikologi massa
• Psikologi komunikasi

3. Dll

D. Landasan Komunikasi
Komunikasi yang dapat dijadikan landasan pendidikan harus memenuhi persyaratan yang meliputi :
1. Sumber komunikasi
2. Isi komunikasi
3. Saluran komunikasi (media dsb)
4. Proses komunikasi
5. Hasil komunikasi
6. Dampak komunikasi

E. Landasan Ekonomi
Ekonomi sebagai landasan Teknologi Pendidikan mencakup :
1. Manajemen sumberdaya manusia
2. Manajemen sumberdaya buatan
3. Manajemen sumberdaya lingkungan
4. Manajemen sumberdaya keuangan
5. manajemen sumberdaya peluang
6. manajemen organisasi
7. Manajemen pengetahuan

F. Landasan Teknologi
Landasan ini meliputi :
1. Proses untuk memperoleh nilai tambah
2. Produk yang bermanfaat
3. Sistem dimana proses dan produk merupakan bagain integral

G. Landasan Informatika
Landasan ini meliputi sarana dan prasarana, system dan metode untuk :
1. Perolehan
2. Pengiriman
3. Penerimaan
4. Pengelolaan
5. Penafsiran
6. Penyimpanan
7. Pengorgaqnisasian
8. Penggunaan
Semuanya itu harus didasarkan data yang bermakna dalam bentuk analog dan digital

H. Landasan Lain-Lain
Landasan lainnya yang mempengaruhi Teknologi Pendidikan antara lain :
1. Agama, moral dan etika
2. Seni dan estetika
3. Bahasa
4. Sosiologi

Dalam perkembangan terakhir, Teknologi Pendidikan secara konseptual didefinisikan sebagai : Teori dan praktek dalam Desain, pengembangan, pemenfaatan, pengelolaan, penilaian dan penelitian proses, sumber dan system belajar.
Perkembanagan penerapan konsep teknologi pembelajaran meliputi :
• Peragaan ajaran
• Media pembelajaran
• Teknologi kinerja
• Teknologi pendidikan.

VISI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
“ Terwujudnya berbagai pola pendidikan dan pembelajaran dengan dikembangkan dan dimanfaatkannya aneka sumber, proses dan system belajar sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan potensi setiap pemelajar, menuju terbentuknya masyarakat belajar dan berpengetahuan “

MISI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
• Melakukan pendekatan integratif dengan semua kegiatan pembangunan dibidang pendidikan, pelatihan dan pembelajaran.
• Menyediakan tenaga kompeten untuk mengelola dan melaksanakan kegiatan.
• Mengembangkan proses dan produk untuk peroleh nilai tambah.
• Memnghindari ada dan timbulnya gejolak negative
• Mengembangkan pola dan system yang memungkinkan keterlibatan jumlah sasaran maksimal, perlusan pelayanan dan pemberdayaan warga dan organisasi belajar.
• Menghasilkan system pembelajaran yang inovasi.

II. Landasan Kebijakan Teknologi Pendidikan
A. Arah dan Perkembangan Kebijakan ( 1 )
1. Pelita I
Peningkatan mutu dengan penataan guru melalui media radio dan TV
2. Pelita II ( 1 )
Peningkatan mutu dengan penetaran guru (TKPD)§
Siaran Radio dan§ TV untuk PLS (TKPLS)
Penidikan tenaga terampil§
Program dan pendidikan di Perguruan tinggi§
Perintisan model peyajian pendidikan.§

B. Arah dan Perkembangan Kebijakan ( 2 )
1. Pelita II ( 2 ) Pedoman Pengembangan
Kegiatan harus bertolak dari kebijakan pendidikan yang sudah ada§
Rencana dikembangkan dari analisa kebutuhan.§
Diprioritaskan pemerataan mutu pendidikan§
Harus dimulai dari titik pangkal strategis yaitu guru§
Media harus telah terbuka efektif§
Pembentukan lembaga§
2. Pelita III
Mengatasi kesenjangan mutu antar wilayah§
Peningkatan efisiensi pengelolaan§

C. Arah dan Perkembangan Kebijakan ( 3 )
1. Pelita IV
Peningkatan mutu dan perluasan Dikdas§
Perluasan kesempatan belajar di SLTP§
2. Pelita V
Peningkatan mutu setiap jenis dan jenjang§
Perluasan kesempatan jenjang SLTP§
Peningkatan dan pendayagunaan media pendidikan§

D. Arah dan Perkembangan Kebijakan ( 4 )
1. Pelita VI
• Pemerataan dan peningkatan kualitas Dikdas
• Pelaksanaan Wajar 9 Tahun
• Pengembangan dan pemanfaatan media pengajaran, teknologi pendidikan.
2. Pelita VII ( 1998 )
• Perluasan dan peningkatan kesempatan
• Peningkatan kualitas tenaga pendidik
• Peningkatan, pengembangan dan penyebarluasan media pengajaran, teknologi pendidikan

E. Arah dan Perkembangan Kebijakan ( 5 )
1. Pelita VII ( 1999 )
• Perluasan dan pemerataan kesempatan yang bermutu
• Diversifikasi kurikulum melayani keberagaman peserta didik
• Kurikulum Nasional dan local sesuai kepentingan setempat
• Pengembangan kualitas SDM sesuai dengan potensinya
• Peningkatan partisipasi keluarga dan masyarakat.

Posted by widyo as Teknologi Kinerja

A. DEFINISI UMUM TEKNOLOGI

Dalam mengkaji berbagai definisiTeknologi Pendidikan dan Teknologi Kinerja, terlebih dahulu diawali dengan konsep teknologi. Secara umum, teknologi diartikan sebagai mesin yang bisa mencakup proses, sistem, manajemen, dan mekanisme pantauan, baik manusia itu sendiri atau bukan (Finn, 1960). Sedangkan menurut Simon. 1983, ”Teknologi sebagai disiplin rasional, dirancang untuk meyakinkan manusia akan keahliannya menghadapi alam fisik atau lingkungan melalui penerapan hukum atau aturan yang telah ditentukan. Sementara menurut itu Heinich, Molenda dan Russel, 1993: ”Teknologi merupakan penerapan pengetahuan yang ilmiah, dan tertata …. teknologi sebagai suatu proses atau cara berpikir bukan hanya produk seperti komputer, satelit dan sebagainya.”

Dari ketiga versi konsep teknologi, dapat disimpulkan bahwa konsep teknologi terkait dengan sifat rasional dan ilmiah, walaupun mengacu pada penggunaan mesin-mesin dan perangkat keras namun dalam penerapannya mengutamakan proses yang memerlukan keahlian dan teknik khusus.

B. SIFAT TEKNOLOGI

Menurut Sumitro Djojohadikusumo, teknologi maju yaitu upaya peningkatan kemampuan nasional di bidang penelitian dan teknologi terkait dengan sumber energi, mineral, nuklir dan beberapa aspek pokok di bidang teknologi angkasa luar. Menurutnya, teknologi adaptif adalah teknologi yang bersumber pada penelitian dan perngembangan di negara maju, harus digarap dan disesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Sedangkan teknologi protektif, yaitu teknologi yang dipersiapkan untuk memelihara, melindungi, dan mengamankan lingkungan hidup bagi masa depan.

Quraish Shihab berpandapat bahwa dalam perpanjangan fungsi organ manusia, teknologi diciptakan untuk membantu manusia dalam menyelesaikan pekerjaan. Teknologi dapat mengambil alih tugas manusia sekaligus dapat menjadi seteru manusia itu sendiri. Teknologi diciptakan berdasarkan temuan teknologi sebelumnya atau memperbaiki dan meningkatkan mutu teknologi yang sudah ada.

Menurut Robert Heinich, teknologi dapat ditiru, diulang atau diperbanyak serta diandalkan karena melalui serangkaian ujicoba. Teknologi mudah digunakan dan dilaksanakan untuk mengatasi masalah, selain berdampak baik maupun buruk dalam penyebarluasannya.

Berdasarkan sifat-sifat teknologi yang dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut, dapat digaris bawahi bahwa teknologi tak bisa lepas dari peradaban manusia dengan sifatnya yang selalu berkembang diberbagai bidang, seperti halnya dalam bidang pendidikan dan kinerja manusia. Teknologi dapat membantu mengatasi masalah dan menggantikan tugas-tugasnya, meskipun dalam penyebarluasannya teknologi tersebut berdampak baik maupun buruk. Namun itu semua tergantung pada kebijakan kita sebagai penggunanya.

C. BERBAGAI DEFINISI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan teknologi pendidikan ? Pada awalnya pengertian teknologi pendidikan adalah sarana yang mendukung dalam kegiatan belajar mengajar seperti computer, overhead projector, tv, video tape recorder, dll.

Kemudian sesuai dengan perkembangan jaman ada beberapa pendapat dengan apa yang dimaksud dengan teknologi pendidikan. Definisi Teknologi Pembelajaran Menurut Commission on Instruction Technology (CIT) 1970, “Teknologi Pendidikan merupakan usaha sistematik dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi keseluruhan proses belajar untuk suatu tujuan khusus, serta didasarkan pada penelitian tentang proses belajar dan komunikasi pada manusia yang menggunakan kombinasi sumber manusia dan manusia agar belajar dapat berlangsung efektif.”
Penjelasan mengenai definisi teknologi pembelajaran di sini lebih fokus kepada penciptaan alat perlu mengajar dan alat bantu mengajar.

Selanjutnya menurut Silber 1970,“Teknologi Pendidikan adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan-pasokan, pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar) serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personal) secara sistematik, dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar”. Berdasarkan difinisi Silber, ada dua hal yang dikembangkan yaitu strategi pembelajaran dan material atau alat bantu pembelajaran.

Selain Silber, MacKenzie dan Eraut 1971 berpendapat bahwa Teknologi Pendidikan merupakan pembelajaran sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai.” Menurutnya pembelajaran merupakan suatu proses yang memiliki langkah-langkah yang perlu dicapai secara teratur sehinggan suatu konsep mudah dipahami untuk mencapai tujuan pendidikan.

Pada tahun 1972, AECT (Association for Educational Communications and Technology) mendefisikan bahwa Teknologi Pendidikan adalah suatu bidang/ disiplin yang berkepentingan menfasilitasi belajar pada manusia melalui usaha sistematik dalam: identifikasi, pengembangan, pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut.

Kemudian pada tahun 1977, AECT mengemukakan Teknologi Pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana dan organisasi untuk menganalisis masalah dan merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada manusia.

Dalam definisi ini, AECT berusaha mengidentifikasi sebagai suatu teori, bidang dan profesi. Definisi sebelumnya, kecuali pada tahun 1963, tidak menekankan teknologi pendidikan sebagai suatu teori.

Definisi AECT 1994 adalah, “Teknologi Pendidikan adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar.”

Meski dirumuskan dalam kalimat yang lebih sederhana, definisi ini sesungguhnya mengandung makna yang dalam. Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi pendidikan sebagai suatu bidang dan profesi, yang tentunya perlu didukung oleh landasan teori dan praktik yang kokoh. Definisi ini juga berusaha menyempurnakan wilayah atau kawasan bidang kegiatan dari teknologi pembelajaran. Di samping itu, definisi ini berusaha menekankan pentingnya proses disamping produk.

Perbedaan definisi 1977 dan 1994:

1. Proses evolusi teknologi pendidikan dari suatu pergerakan menjadi bidang garapan dan profesi, dimana th 1977 menekankan pada peran praktisi, lalu 1994 menekankan bidang teknologi pendidikan sebagai bidang garapan sekaligus terapan.

2. Pengembangan bidang garapan dilaksanakan melalui kajian teori serta penelitian.

3. Menurut definisi ini proses sama pentingnya dengan produk.

4. Definisi ini erat kaitannya dengan efektifitas dan efisiensi.

Pada rumusan AECT, 2004, teknologi pendidikan adalah studi dan praktik etik dalam upaya memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan cara menciptakan, menggunakan/ memanfaatkan, dan mengelola proses dan sumber-sumber teknologi yang tepat. Tujuan utamanya jelas, dalam hal ini masih tetap untuk memfasilitasi pembelajaran agar efektif, efisien dan menarik dan untuk meningkatkan kinerja.

Jika kita cermati, perkembangan definisi-definisi teknologi pendidikan mengarah kepada sasaran yaitu belajar, sumber-sumber belajar, efisiensi dan dan efektifitas belajar, yang pada rumusan AECT 2004 memunculkan istilah kinerja. Jadi teknologi pendidikan berhubungan erat dengan teknologi kinerja yang definisinya akan dikaji pada bahasan berikut.

D. DEFINISI-DEFINISI TEKNOLOGI KINERJA

Seperti diuraikan sebelumnya bahwa teknologi merambah ke berbagai bidang termasuk pendidikan dan kinerja. Berikut dipaparkan beberapa definisi mengenai teknologi kinerja.

Teknologi kinerja sering disebut dengan istilah HPT (Human Performance Technology)

yang disimpulkan oleh Stolovich dan Keeps ; “Human performance Technology can be viewed as a field of endeavor that serves to bring about changes to a system, and in such a way that the system is improved in terms of achievements it values.” Teknologi kinerja dapat di pandang sebagai suatu bidang garapan yang memfasilitasi peningkatan sistem dan peningkatan nilai kinerja seseorang.

Stolovich & Keeps berpendapat bahwa teknologi kinerja merupakan praktek sebagai hasil evolusi dari pengalaman, refleksi, perumusan konsep para praktisi teknlogi pendidikan untuk meningkatkan mutu kinerja seseorang. Mereka juga mengungkapkn beberapa sifat kinerja diantaranya sistemik dan sistematis. Teknologi kinerja didasari teori-teori pengetahuan masa kini dengan bukti-bukti empiris yang masuk akal. Teknologi kinerja terbuka untuk semua pengertian, artinya tidak terbatas dari sumber dari sumber dan teknologi yang ada. Menurut mereka teknologi kinerja juga difokuskan kepada sistem nilai berdasarkan kinerja seseorang. Teknologi kinerja ini juga relevan terhadap organisasi karena mengikuti pandangan sistem dari suatu organisasi.

Kedua pakar tersebut mendefinisikan teknologi kinerja sebagai suatu terapan atau praktek sebagai hasil evolusi dari pengalaman, refleksi, dan perumusan konsep para praktisi teknologi pendidikan untuk meningkatkan mutu kinerja seseorang di tempat ia bekerja. Mereka juga mengungkapkan sifat teknologi kinerja diantaranya adalah sistemik dan sistematis; serta fungsi teknologi kinerja sebagai suatu lembaga.

Mereka juga memandang bahwa teknologi pendidikan merupakan bagian dari teknologi kinerja. Teknologi pendidikan berperan sebagai perumus konsep untuk pengaplikasian dalam meningkatkan mutu kinerja seseorang. Teknologi pendidikan membuat rencana bagaimana agar seseorang dapat “belajar” efektif sehingga kinerjanya meningkat. Sedangkan untuk teknologi kinerja sendiri dianggap sebagai praktek atau pengaplikasian konsep yang dibuat oleh para praktisi teknologi pendidikan.

Lebih lanjut Stolovich & Keeps mengungkapkan bahwa salah satu sifat teknologi kinerja yaitu sistematis, yang artinya berurutan. Mulai dari mendiagnosa masalah secara sistematis dan menyeluruh. Kemudian menyimpulkan inti penyebab masalah. Lalu merekomendasi, merancang, melaksanakan dan mengevaluasi serta memonitor pelaksanaan intervensi atau solusi. Bentuk solusi yang diungkapkan oleh Stolovich & Keeps bersifat instruksional dan lebih mengarah kepada pelatihan untuk meningkatkan produktivitas organisasi. Misalnya saja dengan mengganti anggota lama yang sudah tidak produktif dengan anggota baru yang kinerjanya baik serta produktif.

Dalam proses belajarnya Teknologi Kinerja tidak hanya berfokus pada behaviour tetapi dia lebih memfokuskan pada kinerja yang baik sebagai tujuannya.
Main in Piskurich dalam pendapatnya mengatakan bahwa ada keterkaitan antara teknologi kinerja dengan bidang lain, seperti sistem informasi. Ia juga membandingkan teknologi kinerja dengan teknologi pendidikan, dimana menurutnya teknologi kinerja mempertimbangkan pencapaian keberhasilan bekerja dan organisasi, sedangkan teknologi pendidikan sendiri menekankan peningkatan kemampuan dan keahlian.

Bentuk-bentuk intervensi yng dijabarkan oleh Main antara lain dalam bentuk informasi, feedback system, ergonomic dan pengembangan organisasi. Dalam prosesnya Main lebih menekankan kepada penggunaan Instructional Technology (IT) untuk meningkatkan kualitas kinerja dan sebagai intervensi atas problem kinerja yang dihadapi. Main menyarankan juga untuk memilihdan menggunakan IT yang tepat untuk mendukung kinerjanya. Oleh krena itu Main juga menyarankan agar kita belajar untuk menggunakan IT tersebut.

Berdasarkan beberapa pandangan mengenai konsep teknologi kinerja tersebut dapat disimpulkan bahwa teknologi kinerja berkaitan dengan proses belajar tanpa henti yang ada pada diri seseorang dalam menghadapi perubahan-perubahan dan perkembangan sistem yang semakin maju dalam rangka senantiasa meningkatkan prestasi dan kualitas. Teknologi kinerja merupakan tanggung jawab semua sistem terkait dalam suatu lembaga, organisasi maupun perusahaan.

E. PERBANDINGAN TEKNOLOGI INSTRUKSIONAL DAN HPT

Mengingat adanya intervensi antara teknologi pendidikan dalam hal disain intsruksional dengan teknologi kinerja, maka berikut ini dipaparkan perbandingan kedua hal tersebut. Fakta bahwa kemajuan teknologi membuat kebutuhan akan program pelatihan dan perancang program pelatihan terus berlanjut dan meningkat. Semua jenis pelatihan harus didisain menggunakan prinsip-prinsip disain pelatihan . Memiliki fondasi atau landasan yang kuat dalam disain pelatihan merupakan awal yang baik. Berikut ini adalah perbandingan Teknologi Pendidikan dengan Teknologi Kinerja dari pendapat Dewi. S.P dalam Panduan Kuliah Teknologi Pendidikan UNJ, 2007:

Teknologi Pendidikan:

  1. Berpusat pada pengetahuan dan ketidaksempurnaan keahlian
  2. Berpusat pada pekerjaan, tugas dan kewajiban
  3. Berasumsi sebab utama adalah pengetahuan dan perbedaan kemampuan
  4. Secara normal tidak mempertimbangkan faktor kunci
  5. Bekerja dalam komunitas desain instruksional
  6. Membutuhkan dasar-dasar proyek kemampuan manajemen
  7. Disain Instruksional adalah tujuan akhir
  8. Normalnya, tertutup dalam training department
  9. Filosofisnya berkembang tetap dan tidak mudah berubah.

Teknologi Kinerja:

  1. Berpusat pada pekerja dan prestasi/pencapaian organisasi
  2. Masalah sistem dan sistematik merupakan tema utama
  3. Masalah kinerja merupakan hasil dari berbagai penyebab
  4. Menjamin dukungan dari misi , visi organisasi dan tujuan bisnis
  5. Membutuhkan jaringan (kerjasama) dengan para ahli dari disiplin ilmu yang berbeda dan khusus.
  6. Membutuhkan proyek peningkatan kemampuan manajemen
  7. Membutuhkan belajar berkelanjutan
  8. Berpartner dengan para klien
  9. Filosofis meluas dan berkembang secara konstan.

Berdasarkan perbandingan kedua bidang garapan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sasaran dari keduanya berbeda. Pada teknologi pendidikan sasarannya adalah siswa, sedangkan pada teknologi kinerja adalah pekerja. Namun kedua sasaran tersebut mempunyai kegiatan yang sama yaitu belajar. Pembelajaran adalah istilah yang digunakan untuk perubahan tingkah laku pada teknologi pendidikan, sedangkan pelatihan merupakan kegiatan pada teknologi kinerja. Walaupun demikian tujuannya sama yaitu agar terjadi perubahan tingkah laku yang positif untuk mencapai suatu prestasi sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Begitu juga dalam hal pengelolaan, meski pada teknologi pendidikan membutuhkan kemampuan dasar, sedangkan pada teknologi kinerja membutuhkan kemampuan pengelolaan lanjut, namun keduanya tetap memerlukan penanganan yang serius dalam mengatasi masalah-masalah kinerjanya. Berkaitan dengan perbandingan filosofi, keduanya memiliki filosofi yang senantiasa berkembang seiring perkembangan teknologi dan informasi dunia.

F. KESIMPULAN

Berdasarkan definisi Teknologi Pendidikan menurut AECT 2004, terdapat keterkaitan antara teknologi pendidikan dan teknologi kinerja. Keduanya merupakan bidang garapan yang berupaya memecahkan masalah belajar dan pembelajaran untuk tujuan kinerja yang lebih berkualitas, baik dalam persekolahan maupun organisasi, dalam pembelajaran maupun pelatihan, selain tujuan efektifitas dan efisiensi.

REFERENSI:

http://www. staffsite.gunadarma.ac.id/widyo. Dikunjungi 10 Februari 2009

http://www tpers.net/wp.content/uploads/2008. dikunjungi 10 Ferbruari 2009.

Miarso, Yusufhadi, 2007. “Menyemai Benih Teknologi Pendidikan”, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Prawiradilaga, Dewi Salma. Prinsip Disain Pembelajaran : Instructional Design Principles. Jakarta : Kencana, 2007.

Prawiradilaga, Dewi Salma. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana, 2007.

Seels, Barbara B and Rita C.R. Teknologi Pembelajaran, Definisi dan Kawasannya. Unit Penerbitan UNJ. 1994

Sumber : http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/widyo/2009/09/08/kajian-berbagai-definisi-teknologi-pendidikan-dan-teknologi-kinerja/

3.     Teknologi Pendidikan dan Reformasi Pendidikan

Teknologi Pendidikan dan Refoemasi Pendidikan

PROGRAM AKSI REFORMASI PENDIDIKAN

SECARA FUNDAMENTAL

Oleh : Mayor CZI Ir. Edy Saptono, MM, Set Balitbang Dephan.

Pendahuluan

Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, kultural, dan politik, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara keseluruhan. Dalam proses pembangunan tersebut peranan pendidikan sangat strategis. Berbagai upaya pembaharuan pendidikan telah dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan namun demikian sampai sejauh ini belum menampakkan hasil. Mengapa kebijakan pembaharuan pendidikan di Indonesia dapat dikatakan senantiasa mengalami kegagalan dalam menjawab problem masyarakat ? “Kegagalan” pembaharuan pendidikan tersebut dikarenakan penentu kebijakan tidak sinkron dalam mengimplementasikan paradigma peranan pendidikan dalam perubahan sosial.

Krisis multi dimensi yang di-alami bangsa Indonesia belum sepenuhnya teratasi sehingga memberikan dampak negatif terhadap dunia pendidikan dengan memunculkan keseimbangan baru pendidikan. Terobosan baru dalam dunia pendidikan harus diperkenalkan dan diciptakan untuk mengatasi permasalahan pendidikan, dengan kata lain reformasi pendidikan merupakan suatu “imperative action”.

Reformasi Pendidikan

Reformasi pendidikan merupakan suatu proses yang kompleks dan majemuk sehingga memerlukan pengerahan segenap potensi yang ada dalam tempo yang panjang. Di samping itu, yang lebih penting adalah reformasi pendidikan harus memberikan peluang (room for manoeuvre) bagi siapapun yang aktif dalam pendidikan untuk me-ngembangkan langkah-langkah baru yang memungkinkan pe-ningkatan kualitas pendidikan.

Reformasi pendidikan pada da-sarnya mempunyai tujuan agar pendidikan dapat berjalan lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam reformasi tersebut yang perlu dilakukan adalah identifikasi masalah yang menghambat pelaksanaan pendidikan dan perumusan reformasi bersifat strategik dan praktis sehingga dapat diimplementasikan di lapangan.

Reformasi pendidikan harus berdasarkan pada realitas lembaga pendidikan yang ada, bukan berdasar pada jargon-jargon pendi-dikan semata. Maka reformasi pendidikan tersebut hendaknya didasarkan fakta dan hasil penelitian yang valid, sehingga dapat dikembangkan program reforma-si yang utuh, jelas dan realistis.

Implementasi reformasi pendi-dikan yang berada diantara kebijakan publik dan kebijakan yang berdasarkan pada mekanisme pasar tersebut, memusatkan pada empat dimensi yaitu : dimensi kultural-fondasional, politik kebijakan, teknis operasional, dan dimensi kontekstual.

Dimensi Kultural Fondasional

Dimensi kultural fondasional berkaitan dengan nilai, keyakinan dan norma-norma pendidikan, seperti apa sekolah/lembaga pendidikan itu? Siapa pengajar/ dosen? Seberapa jauh materi yang harus dipelajari anak didik? dan siapa siswa itu? serta siapa yang memiliki kekuasaan untuk mengontrol institusi sekolah tersebut? Maka jawaban atas pertanyaan tersebut akan dapat menentukan gambaran fungsi dan tanggung jawab serta peranan komponen institusi pendidikan seperti pimpinan lembaga pendidikan, tenaga pengajar, pegawai administrasi, siswa dan orang tua siswa yang bersang-kutan.

Secara khusus, reformasi pendidikan ditunjukkan oleh perilaku dan peran baru siswa/anak didik dalam proses belajar-mengajar di lembaga pendidikan tersebut. Perubahan pada diri anak didik tersebut sebagai hasil adanya perubahan perilaku pada diri staf pengajar dalam melaksanakan proses belajar-mengajar khususnya, dan perubahan iklim lembaga pendidikan tersebut pada umumnya.

Perubahan perilaku tenaga pe-ngajar/guru/dosen merupakan perubahan pada aspek teknis yang disebabkan oleh aspek politik. Namun demikian reformasi pendidikan tidak lebih dari sekedar dimensi teknis dan politik, melainkan harus meletakkan dimensi kultural dalam proses reformasi. Tetapi sayang-nya, aspek kultural merupakan suatu yang bersifat relatif abstrak dan sulit untuk dikendalikan. Aspek kultural dapat dibangun dan dikembangkan berdasarkan nilai-nilai dan keyakinan yang ada dalam dunia pendidikan itu sendiri. Nilai-nilai dan keyakinan tersebut merupakan inti dari reformasi pendidikan. Berkaitan dengan dimensi kultural tersebut, lembaga pendidikan harus diperlakukan sebagai suatu institusi yang memiliki otonomi dan kebijakan (organik). Lazimnya sebagai suatu sistem organik, lemba-ga pendidikan dapat dilihat sebagai tubuh manusia yang memiliki sifat kompleks dan terbuka yang didekati dengan sistem “thin-king” , artinya dalam pengelolaannya lembaga pendidikan harus dilihat sebagai suatu kesatuan yang utuh. Dengan pendekatan sistem “thinking” tersebut dapat di identifikasi struktur, umpan balik dan dampak seperti : keterbatasan perubahan pendidkan, pergeseran sasaran reformasi pendidikan, dan perkembangan pendidikan.

Dimensi Politik-Kebijakan

Dimensi politik berkaitan dengan otoritas, kekuasaan dan pengaruh (termasuk negoisasi) untuk memecahkan konflik-konflik dan isu-isu pendidikan. Aspek politik dari reformasi pendidikan amat kompleks. Keberhasilan dalam mengendalikan aspek politik ini ditunjukkan dengan adanya berbagai kebijakan dan setiap kebijakan saling melengkapi serta menuju sasaran utama yaitu meningkatkan kemajuan pendidikan.

Dimensi politik ini tidak sekedar hak-hak politik warga sekolah/institusi pendidikan, khususnya tenaga pengajar/guru/dosen dan kepala sekolah/rektor, tetapi mempunyai pengertian yang luas, yakni penekanan pada kebebasan atau otonomi sekolah, khususnya dalam kaitannya dengan masya-rakat sekitar. Dengan otonomi tersebut maka keberadaan sekolah/lembaga pendidikan merupa-kan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan tidak terlalu menggantungkan pada birokrasi di atas.

Keberhasilan reformasi pendidik-an ditentukan oleh keberhasilan dalam memberdayakan guru/dosen, dimana guru/dosen me-miliki otonomi profesional dan kekuasaan untuk menentukan bagaimana visi dan misi sekolah/institusi pendidikan / lembaga pendidikan harus diimplementasikan dalam praktek sehari-hari. Selain itu pemberdayaan guru/dosen perlu dilakukan pula melalui pemberian kesempatan dan dorongan bagi mereka untuk selalu belajar menambah ilmu. Proses pembelajaran (learning) sepanjang waktu bagi tenaga pendidik/guru/dosen merupakan keharusan dan menjadi titik sentral dalam reformasi pendidikan.

Dimensi Teknis Operasional

Dimensi teknis berkaitan dengan profesionalisme dan tingkat pengetahuan pendidik, atau dengan kata lain aspek teknis dipusatkan pada kemauan dan kemampuan guru/dosen untuk melaksanakan reformasi pada dimensi kelas atau melaksanakan proses belajar-mengajar sebagaimana dituntut oleh reformasi.

Kemampuan pendidik yang dituntut dalam reformasi pendidikan pada umumnya adalah kemampuan penguasaan materi kurikulum dan kemampuan paedogogik. Orientasi kurikulum me-nitikberatkan pada penguasaan konsep-konsep pokok dan menekankan pada cara bagaimana peserta didik menguasai konsep dan hubungan untuk dikaitkan dengan realitas kehidupan masyarakat. Disamping perlu penyempurnaan kurikulum, pendidik harus memahami dan memiliki motiva-si untuk mempergunakan pendekatan dan cara belajar yang lebih natural /alami dan menarik. Untuk itu perlu dikembangkan tim kerja yang melibatkan pendidik dan para pakar/ahli agar dapat terjalin komunikasi yang baik sehingga berdampak positif bagi pendidik itu sendiri dalam me-ngembangkan kemampuan dan pengetahuannya.

Dimensi Kontekstual

Pendidikan tidak berproses da-lam suasana vakum dan tertutup, namun terbuka dan senantiasa berinteraksi dengan aspek-aspek lain diluar pendidikan. Aspek-aspek lain tersebut dapat berdampak positif maupun negatif bagi pendidikan. Aspek-aspek tersebut antara lain : kepedulian ma-syarakat terhadap pendidikan, perkembangan media masa, dan sistem politik pemerintah.

Keberhasilan reformasi pendidik-an ditentukan juga oleh dukung-an masyarakat, warga masyarakat, khususnya orang tua siswa perlu dilibatkan untuk berpartisipasi dalam proses pembelajaran secara aktif. Maka untuk itu, orang tua siswa dan tokoh-tokoh masyarakat perlu diajak memahami visi dan misi institusi pendidikan tersebut sehingga mereka dapat mengambil peran dalam melaksanakan misi tersebut sesuai dengan keyakinan dan kemampuannya.

Program Aksi Reformasi

Dalam pembahasan sebelumnya kita ketahui bahwa empat dimensi/aspek tersebut secara riil dapat diimplementasikan dalam “action program” dan memberikan dukungan yang signifikan dalam kontribusinya meningkatkan kualitas pendidikan sesuai dengan tujuan reformasi yang diharapkan. Program aksi yang perlu dikembangkan untuk me-nunjukkan tujuan reformasi tersebut dapat diwujudkan dalam matriks analisa reformasi (lihat tabel 1)

Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan penjelas-an di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

Reformasi pendidikan merupakan suatu keharusan walaupun krisis moneter, ekonomi

  • dan politik masih belum sepenuhnya dapat diselesaikan dengan baik.
  • Reformasi pendidikan yang diperlukan bersifat mendasar dan menyeluruh, menyangkut dimensi kultural, politik, teknis, dan kontekstual.
  • Kemungkinan adanya resistensi yang menghambat reformasi pendidikan, sehingga reformasi pendidikan perlu mendapat dukungan dari kalangan profesional, orang tua dan masyarakat.
  • Reformasi pendidikan berhasil jika beban administrasi (non-profesi) tenaga pendidik dikurangi dan lebih menekankan pada aspek teknis profesional.

Demikian tulisan ini dibuat, semoga bermanfaat bagi yang berkepentingan.

***

Tabel 1 Matriks analisa reformasi

No Aspek/Dimensi Kondisi Riil Esensi Reformasi Faktor Penghambat Program Aksi
1. Kultural Inisiatif dan kreativitas rendah Budayakan norma baru tetang peran dan perilaku Terfokus pada nilai akademis dan mengabaikan aspek lain Budayakan sistem insentif dan reward bagi upaya inovatif
Gaya kepemimpinan “komando” Biasakan sistem kolaborasi dalam “learning” Budayakan sistem penghargaan atas keberhasilan / prestasi intelektual maupun bidang lain
2. Politik Manajemen sentralistik Birokratis Menciptakan ot-onomi yang luas dalam mencapai tujuan pendidikan nasional Konsensus masyarakat tidak jelas mengenai arah dan tujuan reformasi pendidikan Kewenangan luas bagi pimpinan untuk menjalankan program nasional sesuai kondisi lemdik (perumusan visi dan misi, pengelolaan berbagai sumber, penentuan sasaran dan target pendidkan
Pimpinan terbiasa dengan bergantung ke atas Mengembangkan kepepimpinan yang bersifat inovatif Pola kepemimpinan paternalistik
Inovasi rendah Pemberdayaan tenaga pendidik
3. Teknis Pengajaran “one way direction” sehingga tidak meransang peserta didik belajar keras Meningkatkan kemampuan dan kreativitas tenaga pendidik Kualitas dan kemampuan tenaga pendidik kurang siap melaksanakan PBM Meningkatkan sistem in service training lebih komprehensif
Daya serap sangat rendah Meningkatkan sistem in service training lebih komprehensif Kurikulum sarat materi Membekali tenaga pendidik dengan kemampuan penelitian sehingga dapat terus menerus mengevaluasi & meningkatkan keterampilan mengajar
Mengembangkan kurikulum yang utuh dan fleksibel Penguasaan tenaga pendidik terhadap kurikulum kurang
Mengembang-kan norma baru tentang peran dan perilaku siswa dalam pembelajaran Kebiasaan siswa belajar pasif (mendengar dan menghapal serta ujian multiple choice
Membiasakan sistem kolabosi dalam proses pembelajaran
4 Kontekstual Terpisah dari masyarakat Mengembangkan iklim hubungan lemdik dengan masyarakat yang kondusif sehingga lemdik tersebut berbasis dan menyatu dengan masya-rakat sekitar Mayoritas siswa berdomisili jauh Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi sesuai dengan kemampuan dan kesempatan
Dukungan masyarakat rendah Rasa ketidak percayaan fasili- taslemdik digunakan masyarakat
Faktor negatif lingkungan masyarakat sangat dominan Masyarakat tidak melihat lemdik bagian dari mereka

Daftar Pustaka :

  • Anderson, Don., S. and Biddle, Bruce, J., Knowledge for Policy : Improving Education Trough Research, The Falmer Press, New York, 1991.
  • Boediono, Dampak Krisis Ekonomi dan Moneter Terhadap Pendidikan, Pusat Penelitian Sains dan Teknologi, Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, Jakarta, 1998.
  • Taufik Abdullah, Nasionalisme dan Politik Akademika, No. 02/IX, P. 47-51, 1991
  • Verspoot, A.M. & Leno, J.L., Improving Teaching. A Key to Succesful. Educational Change. Lessons from the World Bank. A Paper. The Annual IMTEC Seminar, Bali Indonesia ,1986.
  • Zamroni, Paradigma Pendi-dikan Masa Depan, Bigraf Publishing, Yogyakarta, 2000.

Sumber : http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor=8&mnorutisi=7

Agenda Reformasi Pendidikan Nasional

Pendahuluan

Pendidikan adalah kata kunci untuk meningkatkan kesejahteraan dan martabat bangsa. Tak salah jika kita sebut pendidikan sebagai pilar pokok dalam pembangunan bangsa. Tinggi-rendah derajat suatu bangsa bisa dilihat dari mutu pendidikan yang diterapkannya.

Pendidikan yang tepat dan efektif akan melahirkan anak-anak bangsa yang cerdas, bermoral, memiliki etos kerja dan inovasi yang tinggi. Negara-negara yang telah berhasil mencapai kemajuan dan menguasai teknologi-peradaban mengawali kesuksesannya dengan memberi perhatian yang besar terhadap sektor pendidikan nasionalnya. Sektor pendidikan mendapat dukungan penuh dan secara terus menerus sistemnya diperbaiki agar sesuai dengan kondisi, kebutuhan, dan daya akses seluruh lapis masyarakat mereka.

Harus kita akui, pelaksanaan pendidikan di Indoensia masih jauh dari yang diharapankan. Begitu juga dengan mutu yang dihasilkannya. Padahal, amanat Undang-Undang Dasar 1945 mematok tujuan pendidikan nasional begitu tinggi: bisa mencerdaskan bangsa Indonesia. Cerdas dalam artian mayoritas rakyat Indonesia memiliki budaya belajar dan mengajar dalam aktivitas kesehariannya.

Potret Pendidikan Nasional Kita

Sayangnya, saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal. Untuk kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) –dalam “Human Development Report 2006” untuk kualitas pembangunan manusia– diganjar peringkat 108 dari 177 negara di dunia. Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota: persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah. Artinya, sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri.

Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan. Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa yang menjadi peserta didik. Tawuran dan perilaku asusila sebagian oknum pelajar/mahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama. Kegiatan sekolah lebih besar porsinya untuk pengajaran. Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Karena itu, seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan. Sebab, pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan. Tanpa itu, bangsa besar ini akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah.

Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan dana saja. Tapi, harus lebih mendasar dan strategis. Sistem Pendidikan Nasional perlu direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama aktivitas pendidikan. Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada anak bangsa, tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter. Anak-anak bangsa dikembangkan bakatnya, dilatih kemampuan dan keterampilannya. Sekolah tempat menumbuhkembangkan potensi akal, jasmani, dan rohani secara maksimal, seimbang, dan sesuai tuntutan zaman. Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman, nyaman, damai, dan sejahtera.

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan, kemandirian, dan kewirausahaan. Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya juang (adversity quotient) yang mumpuni. Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ), emosional (EQ), dan spiritual (SQ). Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya. Tipe bangsa pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di tataran negara vs negara atau kota vs kota. Tetapi, sudah di level individu vs individu.

Karena itu, menjadi hajat kita bersama untuk memperjuangkan perbaikan dan pembangunan dunia pendidikan di negeri ini. Apa saja agenda strategis yang harus segera kita lakukan?

Pertama, melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif, integratif, dan aplikatif. Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan, integratif tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran, dan aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa. Kedua, meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun.

Ketiga, meningkatkan kopetensi, kesejahteraan, penghargaan, dan perlindungan terhadap profesi guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian, PNS atau swasta. Keempat, mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20% dari total APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV UUD 1945.

Kelima, melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis, jenjang, dan jalur pendidikan. Kenam, memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan, kemandirian, kewirausahaan, dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik.

Ketujuh, menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal, nonformal, dan informal. Kedelapan, meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan lingkungan sekitarnya. Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan, tapi juga bisa menjadi pusat latihan, seminar, workshop, dan studi banding. Sekolah adalah pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada.

Kesembilan, terselenggaranya pendidikan yang murah, bermutu, dan berwawasan global yang memiliki daya saing nasional di percaturan global. Kesepuluh, memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik.

Kesebelas, menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme. Kedua belas, menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan. Kesadaran masyarakat untuk ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan tantangan lingkungan yang terjadi. Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang tua secara individu per individu, tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama. Ketiga belas, memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita idam-idamkan.

Sumber gambar: http//sdnpetungsewu1wagir.wordpress.com

Tags: agenda, belajar, budaya, intelektual, keterampilan, learning, pendidikan, reformasi, sekolah, sisdiknas, sistem, skill

Sumber : Agenda Reformasi Pendidikan Nasional

class=”size-thumbnail wp-image-56 alignleft” title=sdn-petungsewu-1-wagir v:shapes=”_x0000_i1026″>Pendahuluan

Pendidikan adalah kata kunci untuk meningkatkan kesejahteraan dan martabat bangsa. Tak salah jika kita sebut pendidikan sebagai pilar pokok dalam pembangunan bangsa. Tinggi-rendah derajat suatu bangsa bisa dilihat dari mutu pendidikan yang diterapkannya.

Pendidikan yang tepat dan efektif akan melahirkan anak-anak bangsa yang cerdas, bermoral, memiliki etos kerja dan inovasi yang tinggi. Negara-negara yang telah berhasil mencapai kemajuan dan menguasai teknologi-peradaban mengawali kesuksesannya dengan memberi perhatian yang besar terhadap sektor pendidikan nasionalnya. Sektor pendidikan mendapat dukungan penuh dan secara terus menerus sistemnya diperbaiki agar sesuai dengan kondisi, kebutuhan, dan daya akses seluruh lapis masyarakat mereka.

Harus kita akui, pelaksanaan pendidikan di Indoensia masih jauh dari yang diharapankan. Begitu juga dengan mutu yang dihasilkannya. Padahal, amanat Undang-Undang Dasar 1945 mematok tujuan pendidikan nasional begitu tinggi: bisa mencerdaskan bangsa Indonesia. Cerdas dalam artian mayoritas rakyat Indonesia memiliki budaya belajar dan mengajar dalam aktivitas kesehariannya.

Potret Pendidikan Nasional Kita

Sayangnya, saat ini fokus kerja Pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal. Untuk kinerja itupun Pemerintah Indonesia oleh UNDP (United Nations Development Programs) –dalam “Human Development Report 2006” untuk kualitas pembangunan manusia– diganjar peringkat 108 dari 177 negara di dunia. Potret UNDP itu sebangun dengan data BPS (Biro Pusat Statistik) tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota: persentase pengangguran tamatan SMA ke atas lebih besar dibanding tamatan SMP ke bawah. Artinya, sistem Pendidikan Nasional belum berhasil mengantarkan anak bangsa untuk survive mandiri dan terampil berwirausaha untuk kelangsungan hidupnya sendiri.

Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan. Sekolah adalah tempat menumbuhkansuburkan nilai-nilai luhur dalam diri anak bangsa yang menjadi peserta didik. Tawuran dan perilaku asusila sebagian oknum pelajar/mahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional tentang nilai-nilai agama. Kegiatan sekolah lebih besar porsinya untuk pengajaran. Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral hanya menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya sebagai makhluk mulia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Karena itu, seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan. Sebab, pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan. Tanpa itu, bangsa besar ini akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah.

Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan dana saja. Tapi, harus lebih mendasar dan strategis. Sistem Pendidikan Nasional perlu direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama aktivitas pendidikan. Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada anak bangsa, tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter. Anak-anak bangsa dikembangkan bakatnya, dilatih kemampuan dan keterampilannya. Sekolah tempat menumbuhkembangkan potensi akal, jasmani, dan rohani secara maksimal, seimbang, dan sesuai tuntutan zaman. Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan mengemban amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman, nyaman, damai, dan sejahtera.

Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan, kemandirian, dan kewirausahaan. Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan daya juang (adversity quotient) yang mumpuni. Kurikulum diarahkan untuk memberi pengalaman belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ), emosional (EQ), dan spiritual (SQ). Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa yang menjadi peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya. Tipe bangsa pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya bukan lagi di tataran negara vs negara atau kota vs kota. Tetapi, sudah di level individu vs individu.

Karena itu, menjadi hajat kita bersama untuk memperjuangkan perbaikan dan pembangunan dunia pendidikan di negeri ini. Apa saja agenda strategis yang harus segera kita lakukan?

Pertama, melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif, integratif, dan aplikatif. Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan, integratif tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan pengajaran, dan aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa. Kedua, meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun.

Ketiga, meningkatkan kopetensi, kesejahteraan, penghargaan, dan perlindungan terhadap profesi guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian, PNS atau swasta. Keempat, mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20% dari total APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4 Amandemen IV UUD 1945.

Kelima, melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis, jenjang, dan jalur pendidikan. Kenam, memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan, kemandirian, kewirausahaan, dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik.

Ketujuh, menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal, nonformal, dan informal. Kedelapan, meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran serta menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis kebutuhan lingkungan sekitarnya. Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan pendidikan, tapi juga bisa menjadi pusat latihan, seminar, workshop, dan studi banding. Sekolah adalah pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada.

Kesembilan, terselenggaranya pendidikan yang murah, bermutu, dan berwawasan global yang memiliki daya saing nasional di percaturan global. Kesepuluh, memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik.

Kesebelas, menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan memasukkan program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme. Kedua belas, menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan. Kesadaran masyarakat untuk ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas perubahan tantangan lingkungan yang terjadi. Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab orang tua secara individu per individu, tetapi itu tanggung jawab komunitas secara bersama. Ketiga belas, memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita idam-idamkan.

Sumber gambar: http//sdnpetungsewu1wagir.wordpress.com

Tags: agenda, belajar, budaya, intelektual, keterampilan, learning, pendidikan, reformasi, sekolah, sisdiknas, sistem, skill

Sumber : http://www.kemalstamboel.com/blog-manajemen/agenda-reformasi-pendidikan-nasional.html

Sabtu, 21 Juni 2008

Reformasi Pendidikan: Belajar dari Jepang

Meta Sekar Puji Astuti
Ketua Unit Kajian Kebudayaan Jepang Unhas

Titik balik sejarah reformasi pendidikan di Jepang dapat ditilik sejak 140 tahun lalu di era yang dikenal Restorasi Meiji (1868-1912). Reformasi pendidikan merupakan salah satu agenda utama modernisasi negara Jepang.

Sebagai awal modernisasi, Jepang membentuk beberapa misi khusus yang dikirim ke luar negeri. Misi-misi ini mengunjungi beberapa negara di Eropa, Amerika Serikat, dan juga Asia. Para pemimpin Jepang ini yang kebanyakan dari golongan samurai, pergi mempelajari peradaban Barat termasuk sistem pendidikannya.

Tak dimungkiri lagi reformasi pendidikan di Jepang merupakan salah satu kunci keberhasilan negara ini baik di bidang ekonomi, teknologi, dan industri. Negara jiran kita, Malaysia, di era PM Mahathir Muhammad melalui kebijakan Look to East pada 1980-an secara terang-terangan mengaku mengadaptasi model sistem pendidikan Jepang.

Topik dan isu pendidikan Jepang telah banyak mengundang perhatian peneliti Barat dan Jepang sendiri. G Sougen Victor Hori dan Thomas Rohlen (2006) menyatakan bahwa sistem pendidikan Jepang unik karena proses sejarah akulturasi yang panjang. Proses ini menghasilkan semangat spiritualisme kuno Jepang termasuk adaptasi budaya kuno (Buddha dan Confucianism) dari Cina.

Kenyataannya, belum banyak ahli pendidikan di Indonesia memberi perhatian khusus untuk meneliti reformasi pendidikan Jepang. Timbul sebuah pertanyaan, apakah proses dan sejarah reformasi pendidikan Jepang dapat menginspirasi reformasi pendidikan di Indonesia?

Perubahan radikal
Gerakan reformasi Indonesia telah dilakukan sejak 10 tahun yang lalu. Tapi agenda reformasi, khususnya di bidang pendidikan, tampak masih berjalan terseok-seok. Masih banyak agenda reformasi pendidikan yang belum terselesaikan.

Belum ada gerakan radikal yang berkelanjutan dilakukan pemerintah Indonesia. Reformasi pendidikan pada masa awal modern Jepang sudah dilakukan secara radikal (Okano dan Tsuchiya, 2003). Awalnya, reformasi pendidikan dilakukan untuk mengubah sistem sekolah tradisional (terakoya) ke sistem modern.

Sekolah yang awalnya hanya diperuntukkan bagi kaum bangsawan (samurai) diubah menjadi sistem pendidikan modern yang demokratis dan bagi semua golongan. Sistem pendidikan sempat dipolitisasi untuk mendukung gerakan nasionalisme dan militerisme negara pada masa perang.

Pascaperang (setelah 1945), melalui pengaruh pemikiran kolonial Amerika Serikat, reformasi pendidikan fokus ke pengembangan individu untuk industrialisasi negara. Tahun 1960-an kebijakan pelaksanaan ujian nasional (UN) juga pernah menjadi isu besar di Jepang. Dimotori oleh Serikat Guru Jepang (Nikkyouso) pemerintah dikritik habis dalam pelaksanaan ujian ala Jepang ini.

Setelah terjadi konflik berkepanjangan antara pemerintah dan nikkyouso serta gerakan masyarakat di tingkat akar rumput, tahun 1969 kebijakan UN dihapus. Pada 1980-an reformasi pendidikan menjadi isu nasional ketika PM Yasuhiro Nakasone menghapus kebijakan pengaruh kolonial Amerika yang dianggap tidak sesuai lagi.

Melalui reformasi ini pendidikan lebih fokus untuk pembentukan identitas diri masyarakat Jepang sesuai pribadi asli bangsa Jepang. Mulai 1990 reformasi pendidikan menghasilkan kebijakan yang mendukung pengembangan lifelong learning. Pada 1886 Arinori Mori, menteri pendidikan pertama di Jepang, memisahkan antara institusi untuk studi akademis (gakumon) dan pendidikan (secara umum) atau kyouiku. Meski sistem ini dihapus pada 1945, pada praktiknya komponen gakumon dan kyouiku tetap ada di kurikulum sekolah modern.

Menurut kajian para peneliti, pendidikan Jepang lebih menekankan moral dan spiritual (Hori; Rohlen, 2006) dan soft-skill (termasuk kyouiku). Pendidikan Barat dianggap cenderung lebih menitikberatkan pengembangan kognitif.

Dari fakta yang ada hasil pencapaian tes internasional matematika dan sains murid-murid di Jepang selalu menunjukkan angka tertinggi (Lynn, 1988; NCES, 2003). Richard Lynn, pakar psikologi dari University of Ulster, Inggris, dalam bukunya yang berjudul Educational Achievement in Japan: Lessons for the West menyarankan dunia Barat perlu belajar dari sistem pendidikan Jepang. Para peneliti rata-rata juga menyatakan bahwa spiritualisme (moral), pengembangan pribadi seutuhnya, sistem pendidikan yang efisien dan disempurnakan (kaizen) merupakan beberapa kunci keberhasilan pendidikan Jepang.

Pendidikan berpihak rakyat
Yukichi Fukuzawa, seorang pembaharu modernisasi Jepang (potret dirinya terdapat di kertas nominal tertinggi, 10 ribu yen), dikenal juga sebagai tokoh pendidikan dan penulis yang sangat produktif pada masanya. Dulu sebelum memublikasikan artikel atau tulisannya ia berikan kepada pembantunya. Bila pembantunya dianggap telah mengerti tulisannya maka tulisan tersebut layak diterbitkan.

Prinsipnya, hasil karya tulisannya harus dapat dipahami oleh semua kalangan. Melihat kebijakan-kebijakan Jepang di bidang pendidikan bisa dikatakan reformasi pendidikan di Jepang dimaksudkan untuk kepentingan seluruh rakyat bukan golongan tertentu. Bagaimana dengan Indonesia?

Setidaknya Indonesia dapat belajar dua hal dari proses reformasi pendidikan Jepang. Pertama, reformasi pendidikan di Jepang dimulai perubahan pola berpikir (mind-set) pemimpin Jepang. Mempelajari model-model baru dan berani membuat langkah kebijakan radikal untuk berubah. Kedua, kebijakan pemerintah Jepang dalam bidang pendidikan dilakukan secara serius, berkelanjutan, dan terus disempurnakan.

Tidak ada gading yang tak retak. Sistem pendidikan Jepang pun juga memiliki beberapa sisi negatif (Lynn, 1988; Okano dan Tsuchiya, 2003). Namun, ada pepatah Jepang yang mengatakan mane wa manabu atau meniru adalah belajar. Indonesia pun dapat belajar dengan meniru dari pengalaman Jepang. Siapa takut?

Sumber : http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=AFQIAFYCVwdW

4.     Kawasan dan Bidang Garapan Teknologi Pendidikan

Kawasan dan Bidang Garapan Teknologi Pendidikan

A. LATAR BELAKANG

Teknologi pendidikan merupakan proses yang kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari jalan pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengelola pemecahan masalah yang menyangkut semua aspek belajar manusia.
Teknologi pendidikan dapat dipandang dari berbagai sisi. Cara pandang tersebut melandasi langkah gerak teknologi pendidikan dalam dunia pendidikan. teknologi pendidikan dapat dipandang sebagai suatu disiplin ilmu, bidang garapan, dan profesi. Masing-masing sudut pandang memiliki syarat-syarat tersendiri dan teknologi pendidikan sudah memenuhi seluruh persyaratan ditinjau dari ketiga visi tadi.
Peningkatan teknologi pendidikan sebagai ilmu dan profesi ditentukan oleh kawasan dan bidang garapan . Bidang garapan mengembangkan, menerapkan, membuktikan dan memperbaiki teori berdasarkan masukan dari lapangan.
Teknologi pendidikan dalam arti sempit bisa merupakan media pendidikan yaitu hasil teknologi sebagai alat bantu dalam pendidikan agar berhasil guna, efisien dan efektif. Sedangkan teknologi dalam arti luas menurut Association for Educational Communication and Technology (AECT) adalah proses yang kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari jalan pemecahan, melaksanakan evaluasi dan mengelola pemecahan masalah yang menyangkut semua aspek belajar manusia.
Dari pengertian teknologi pendidikan tersebut dapat dipahami bahwa ruang lingkupnya sangat luas, mencakup semua faktor yang terkait dan terlibat dalam proses pendidikan.
Dalam definisi teknologi pendidikan menurut Association for Educational Communication and Technology (AECT) tahun 1994 menyatakan teknologi pendidikan adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaataan, pengelolaan serta penilaian proses dan sumber untuk belajar. (dalam Seels, Barbara B, 1994 : 10) Dari kelima hal ini merupakan kawasan dari bidang teknologi pendidikan.

B. PERMASALAHAN

Yang menjadi permasalahan pokok yang akan dibahas dalam makalah ini adalah pemecahan masalah belajar baik dalam pendidikan maupun pelatihan diperlukan tentang pemahaman kawasan dan bidang garapan teknologi pendidikan terutama kawasan desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian.

C. TUJUAN

Adapun tujuan dari makalah ini adalah

1. Agar mahasiswa dapat memahami kawasan dan bidang garapan teknologi pendidikan.
2. Agar mahasiswa dapat mengaplikasikan pengetahuannya tentang kawasan dan bidang garapan teknologi pendidikan.

PEMBAHASAN

A. Peranan Kawasan

Desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan penilaian adalah 5 kawasan teknologi pendidikan yang harus dikembangkan untuk mengidentifikasi hubungan timbal balik dari teori dan praktik pembelajaran serta penelitian yang dilakukan untuk melihat kebenaran teori yang ada.
Ronald L. Jacobs (dalam Seels, Barbara B, 1994:27) mengusulkan adanya suatu kawasan teknologi kinerja manusia yang mencakup teori dan praktek dan mengidentifikasi tugas-tugas para peraktisi. Berdasarkan kawasan yang diajukan oleh Jacobs terdapat tiga fungsi yaitu : fungsi pengelolaan, fungsi pengembangan sistem kerja, dan komponen sistem kinerja manusia yang merupakan dasar konseptual untuk melakukan fungsi yang lain.
Setiap fungsi mempunyai tujuan dan komponen . Subkomponen pengelolaan meliputi administrasi dan personalia. Subkomponen pengembangan adalah langkah-langkah dalam proses pengembangan. Sedangkan subkomponen dari sistem perilaku manusia adalah konsep-konsep mengenai organisasi, motivasi, perilaku, kinerja serta umpan balik.

B. Hubungan Antar kawasan

Setiap kawasan dalam teknologi pendidikan memberikan kontribusi kepada pengembangan teori dan praktik dan sebaliknya teori dan praktik dijadikan pengembangan kawasan. Tiap kawasan tidak dapat berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan sebagai suatu kegiatan yang sistematik. Hubungan antar kawasan ini bersifat saling melengkapi.
Hubungan antar kawasan yang terdapat dalam Gambar 1.1 tersebut akan lebih mudah dimengerti bagaimana kawasan-kawasan tersebut saling melengkapi dengan ditunjukkannya lingkup penelitian dan teori dalam setiap kawasan. Gambar kawasan Teknologi Pendidikan merupakan rangkuman tentang wilayah utama yang merupakan dasar pengetahuan setiap kawasan.

Gambar 1.1.
Kawasan Teknologi Pembelajaran (dalam Seels,Barbara B, 1994:28)

Berdasarkan kawasan-kawasan tersebut, maka seorang sarjana teknologi pendidikan dapat berprofesi atau memiliki bidang garapan sebagai berikut :
1. Perancang proses dan sumber belajar; dimana lingkup pekerjaannya meliputi perancangan sistem pembelajaran, desain pesan, strategi pembelajaran dan karakteristik pebelajar
2. Pengembangan proses dan sumber belajar; dimana lingkup pekerjaannya meliputi pengembangan teknologi cetak, teknologi audiovisual, teknologi berbasis computer, teknologi terpadu.
3. Pemanfaatan/penggunaan proses dan sumber belajar; dimana lingkup pekerjaannya meliputi pemanfaatan media pembelajaran, difusi inovasi pendidikan, implementasi dan institutionalisasi serta penerapan kebijakan dan regulasi pendidikan.
4. Pengelola proses dan sumber belajar; dengan lingkup pekerjaan meliputi pengelolaan proyek, pengelolaan sistem informasi pendidikan.
5. Evaluasi/ penilaian; dengan lingkup pekerjaan meliputi melakukan analisis masalah, pengukuran acuan patokan, evaluasi formatif, evaluasi sumatif.

Gambar. 1.2 Hubungan Antar Kawasan Dalam Bidang
(dalam Seels, Barbara B, 1994:29)

Dari Gambar 1.2 terlihat dengan jelas bahwa setiap kawasan memberikan kontribusi terhadap kawasan yang lain dan kepada penelitian maupun teori yang digunakan bersama ialah teori mengenai umpan balik yang dalam berapa hal digunakan oleh setiap kawasan. Umpan balik dapat masuk dalam desain pesan. Putaran umpan balik digunakan dalam sistem pengelolaan dan penilaian juga memberikan umpan balik.

C. Deskripsi Kawasan

Untuk melihat keterkaitan antara teori, praktek dan penelitian berikut akan diuraikan setiap kawasan teknologi pendidikan. Dalam makalah ini hanya akan dibahas
kawasan teknologi pendidikan.

1. Kawasan Desain

DESAIN

DESAIN SISTEM PEMBELAJARAN
DESAIN PESAN
STRATEGI PEMBELAJARAN
KARATERISTIK PEMELAJAR

Kawasan desain memiliki asal usul dari gerakan psikologi pembelajaran. Melalui Jim Finn dan Leonard Silvern, pendekatan sistem pembelajaran secara bertahap mulai berkembang menjadi suatu metodologi dan mulai memasukkan gagasan dari psikologi pembelajaran. Demikian juga Gagne dan briggs pada tahun 1960an telah menggabungkan keahlian psikologi pembelajaran dengan bakat dalam desain sistem yang membuat konsep pembelajaran menjadi hidup.
Desain adalah proses untuk menentukan kondisi belajar. Tujuan desain adalah untuk menciptakan strategi dan produk pada tingkat makro seperti program dan kurikulum; dan pada tingkat mikro seperti pelajaran dan modul. Kawasan desain meliputi studi mengenai desain sistem pembelajaran, desain pesan, strategi pembelajaran dan karateristik pemelajar.
Desain Sistem Pembelajaran (DSP)
Adalah prosedur yang terorganisasi yang meliputi langkah penganalisaan, perancangan, pengembangan, pengaplikasian dan penilaian pembelajaran. Dalam istilah yang sederhana, penganalisaan adalah proses perumusan apa yang akan dipelajari; perancangan adalah proses penjabaran bagaimana cara mempelajarinya; pengembangan adalah proses penulisan dan pembuatan bahan pembelajaran; pengaplikasian adalah pemanfaatan bahan dan strategi pembelajaran; dan penilaian adalah proses penentuan ketepatan pembelajaran. Semua proses ini harus tuntas agar dapat berfungsi sebagai alat kontrol.
Desain Pesan
Menurut Grabowski desain pesan meliputi ” perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan” (dalam Seels, Barbara B, 1994:33) yang mengandung prinsip perhatian, persepsi dan daya serap agar terjadi komunikasi antara pengirim dan penerima. Menurut Flemming dan levi ”Membatasi pesan pada pola-pola isyarat atau simbol yang memodifikasi perilaku kognitif,afektif dan psikomotor” (dalam Seels, Barbara B.1994 :34). Karakteristik desain harus spesifik terhadap medianya dan tugas belajarnya.
Strategi Pembelajaran
Menurut Reigeluth Strategi pembelajaran adalah spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan pembelajaran dalam suatu pelajaran. Strategi pembelajaran meliputi situasi belajar seperti belajar induktif serta komponen proses belajar mengajar seperti motivasi dan elaborasi (dalam Seels, Barbara B, 1994:34).
Menurut Reigeluth (1983a) membagi strategi pembelajaran menjadi 2 variabel strategi:
1. Variabel strategi mikro adalah metode dasar untuk mengorganisasikan pembelajaran dalam suatu gagasan tunggal (yaitu sebuah konsep, prinsip yang tunggal dan sebagainya). Hal tersebut mencakup komponen strategi seperti definisi, contoh, latihan, dan bentuk sajian lain.
2. Variabel strategi makro adalah metode dasar untuk mengorganisasikan aspek-aspek pembelajaran yang berhubungan dengan gagasan lebih dari satu, seperti mengurutkan, membuat sintesa, dan membuat ringkasan (mempreview dan mereview) gagasan-gagasan yang diajarkan (dalam Seels, Barbara B, 1994:35).
Karakteristik Pemelajar
Karakteristik pemelajar adalah segi-segi latar belakang pengalaman pemelajar yang berpengaruh terhadap efektivitas proses belajarnya. Lingkup strategi pembelajaran menggunakan penelitian motivasi untuk mengidentifikasi variabel yang harus diperhitungkan dan bagaimana caranya hal tersebut dapat diperhitungkan. Oleh sebab itu karakteristik pemelajar mempengaruhi komponen belajar yang diteliti dalam lingkup strategi pembelajaran. Karakteristik pemelajar tidak hanya berinteraksi dengan strategi pembelajaran juga dengan situasi atau konteks dan isi (menurut Bloom, 1976). (dalam Seels, Barbara B, 1994:35)
2. Kawasan Pengembangan
PENGEMBANGAN
TEKNOLOGI CETAK
TEKNOLOGI AUDIOVISUAL
TEKNOLOGI BERBASIS KOMPUTER
TEKNOLOGI TERPADU

Kawasan pengembangan ini berakar pada produksi media. Diawali dengan perkembangan buku teks dan alat bantu pembelajaran non proyeksi sampai munculnya media film yang merupakan tonggak perkembangan era audiovisual ke era teknologi pembelajaran modern.
Pengembangan adalah proses penterjemahan spesifikasi desain ke dalam variasi teknologi yang digunakan dalam pembelajaran. Kawasan pengembangan dapat dijelaskan dengan adanya pesan yang didorong oleh isi, strategi pembelajaran yang didorong oleh teori dan manifestasi fisik dari teknologi berupa perangkat keras, perangkat lunak dan bahan pembelajaran.
Kawasan pengembangan diorganisasikan dalam 4 kategori : teknologi cetak, teknologi audiovisual, teknologi berasaskan komputer dan teknologi terpadu.
Teknologi Cetak
Adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan bahan seperti buku dan bahan –bahan visual yang statis, terutama melalui proses pencetakan mekanis atau fotografis. Teknologi ini adalah dasar untuk pengembangan dan pemanfaatan dari kebanyakan bahan pelajaran lain. Hasil teknologi ini berupa cetakan. Teks dalam penampilan komputer adalah contoh penggunaan teknologi komputer untuk produksi. Apabila teks tersebut dicetak dalam bentuk cetakan, inilah yang merupakan teknologi cetak. Berikut karakteristik dari teknologi cetak/visual :
1. Teks dibaca secara linier, sedang visual direkam menurut ruang.
2. Keduanya biasanya memberikan komunikasi satu arah.
3. Keduanya berbentuk visual statis.
4. Pengembangannya sangat bergantung pada prinsip linguistik dan persepsi visual.
5. Keduanya berpusat pada pemelajar.
6. Informasi dapat diorganisasikan dan distrukturkan kembali oleh pemakai.
Teknologi Audiovisual
Merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan peralatan mekanis dan elektronis untuk menyajikan pesan audio (melalui pendengaran) dan visual (melalui penglihatan). Peralatan audiovisual memungkinkan pemroyeksian gambar hidup, pemutaran suara dan penayangan visual yang berukuran besar seperti film, film bingkai dan transparansi. Televisi merupakan teknologi unik yang menjembatani teknologi audiovisual ke teknologi komputer dan terpadu. Karakteristik teknologi audiovisual sebagai berikut:
1. Bersifat linier.
2. Menampilkan visual yang dinamis.
3. Digunakan menurut cara yang sebelumnya telah ditentukan oleh desainer/pengembangnya.
4. Cenderung berupa bentuk representasi fisik dari gagasan yang riil dan abstrak.
5. Dikembangkan berdasarkan prinsip psikologi tingkah laku dan kognitif.
6. Sering berpusat pada guru, kurang interaktif dengan pemelajar.
Teknologi Berbasis Komputer
Merupakan cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan perangkat yang bersumber pada mikroprosesor. Teknologi ini berbeda dengan teknologi lain karena menyimpan informasi secara elektronis dalam bentuk digital bukan sebagai bahan cetak/visual dan ditampilkan melalui tayangan di layar monitor. Beberapa jenis aplikasi komputer biasanya disebut Computer Based Instruction (CBI), Computer Assisted Instruction (CAI), atau Computer Managed Instruction (CMI). Pengaplikasiannya dapat bersifat tutorial, dimana pembelajaran utama diberikan: latihan dan perulangan untuk mengembangkan kefasihan dalam bahan yang telah dipelajari, permainan dan simulasi untuk memberi kesempatan menggunakan pengethauan yang baru dipelajari, dan sumber data yang memungkinkan pemelajar mengakses sendiri. Teknologi komputer baik perangkat lunak maupun keras memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Digunakan secara acak disamping secara linier.
2. Dapat digunakan sesuai keinginan pemelajar, maupun menurut cara yang dirancang desainer/pengembang.
3. Gagasan diungkapkan secara abstrak dengan menggunakan kata, simbol dan grafis.
4. Belajar dapat berpusat pada pemelajar dengan tingkat interaksi yang tinggi.
Teknologi Terpadu
Merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan memadukan beberapa jenis media yang dikendalikan komputer. Komponen perangkat keras dari sistem terpadu dapat terdiri dari komputer dengan memori besar yang dapat mengakses secara acak, memiliki internal hard drive, dan sebuah monitor beresolusi tinggi. Peralatan pelengkapnya mencakup alat pemutar video, alat penayangan tambahan, perangkat keras jaringan (networking), dan sistem audio. Sedang perangkat lunaknya berupa disket video, compact disk, program jaringan, serta informasi digital. Kesemuanya dijalankan dan dikendalikan dalam suatu program belajar hymermedia menggunakan sistem authoring seperti hypercard atau toolbook. Pembelajaran dengan teknologi terpadu ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Digunakan secara acak disamping secara linier.
2. Dapat digunakan sesuai keinginan pemelajar, maupun menurut cara yang dirancang desainer/pengembang.
3. Gagasan diungkapkan secara realistik dalam konteks pengalaman pemelajar, relevan dengan kondisi pemelajar dan dibawah kendali pemelajar.
4. Belajar dapat berpusat pada pemelajar dengan tingkat interaksi yang tinggi.
5. Prinsip ilmu kognitif dan konstruktivisme diterapkan dalam pengembangan dan pemanfaatan bahan pembelajaran.
6. Belajar dipusatkan dan diorganisasikan menurut pengetahuan kognitif sehingga pengethauan terbentuk pada saat digunakan.
7. Sifat bahan yang mengintegrasikan kata-kata dari banyak sumber.
3. Kawasan Pemanfaatan
PEMANFAATAN
PEMANFAATAN MEDIA
DIFUSI INOVASI
IMPLEMENTASI DAN INSTITUSIONALISASI
KEBIJAKAN DAN REGULASI

Pemanfaatan mungkin merupakan kawasan Teknologi Pembelajaran / Pendidikan tertua diantara kawasan-kawasan yang lain, karena penggunaan bahan audiovisual secara teratur mendahului meluasnya perhatian terhadap desain dan produksi media pembelajaran sistematik.
Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar mereka yang terlibat dalam pemafaatan mempunyai tanggung jawab untuk mencocokan pemelajar dengan bahan dan aktivitas yang specifik, menyiapkan pemelajar agar dapat berintekrasi dengan bahan aktivitas yang dipilih, memberikan bimbingan selama kegiatan, membekan penilaian atas hasil yang dicapai pemelajar serta memasukkannya ke dalam prosedur organisasi yang berkelanjutan.
Pemanfaatan Media
Pemanfaatan Media adalah penggunaan yang sistematis dari sumber untuk belajar. Proses pemanfaatan media merupakan proses pengambilan keputusan berdasarkan pada spesifikasi desain pembelajaran.
Difusi Inovasi
Difusi Inovasi adalah proses berkomunikasi melalui strategi yang terencana dengan tujuan untuk diadopsi. Menurut Rogers (1983) langkah-langkah difusi tersebut adalah pengetahuan, persuasi atau bujukan, keputusan, implementasi, dan konfirmasi.
Implementasi dan Pelembagaan
Implementasi dan pelembagaan adalah pengunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya, sedangkan pelembagaan adalah penggunaan yang rutin dan pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam suatu struktur atau budaya organisasi.
Kebijakan dan Regulasi
Kebijakan dan Regulasi adalah aturan dan tindakan dari masyarakat/ wakilnya yang mempengaruhi difusi atau penyebaran dan penggunaan Teknologi Pendidikan. Bidang Teknologi Pendidikan telah ikut berjasa dalam penentuan kebijakan tentang televisi pembelajaran dalam masyarakat

4. Kawasan Pengelolaan
PENGELOLAAN
PENGELOLAAN PROYEK
PENGELOLAAN SUMBER
PENGELOLAAN SISTEM PENYAMPAIAN
PENGELOLAAN INFORMASI
Pengelolaan meliputi pengendalian Teknologi Pendidikan / Pembelajaran melalui
Perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan supervisi. Secara singkat ada empat
Kategori dalam kawasan pengelolaan yaitu pengelolaan proyek, pengelolaan sumber,
Pengelolaan sistem penyampaian dan pengelolaan informasi.
Pengelolaan Proyek
Pengelolaan Proyek meliputi perencanaan, monitoring, dan pengendalian proyek desain dan pengembangan. Menurut Rothwell dan Kazanas (1992) pengelolaan proyek berbeda dengan pengelolaan tradisional, yaitu organisasi garis & staf.
Pengelolaan Sumber
Pengelolaan Sumber mencakup perencanaan, pemantauan, dan pengendalian sistem pendukung dan pelayanan sumber. Pengelolaan sumber sangat penting artinya karena mengatur pengendalian akses. Pengertian sumber dapat mencakup personil, keuangan, bahan baku, waktu, fasilitas, dan sumber pembelajaran.
Pengelolaan Sistem Penyampaian
Pengelolaan Sistem Penyampaian meliputi perencanaan, pemantauan, pengendalian,”cara bagaimana distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan…. Hal tersebut merupakan suatu gabungan medium dan cara penggunaan yang dipakai dalam menyajikan informasi pendidikan/ pembelajaran kepada pemelajar” (Ellington dan Harris, 1986:47). (dalam Seels, Barbara B, 1994:56).
Pengelolaan Informasi
Pengelolaan Informasi meliputi perencanaan, pemantauan dan pengendalian cara penyimpanan, pengiriman/pemindahan atau pemprosesan informasi dalam rangka tersedianya sumber untuk kegiatan belajar.
5. Kawasan Penilaian
PENILAIAN
ANALISIS MASALAH
PENGUKURAN BERACUKAN PATOKAN
PENILAIAN FORMATIF
PENILAIAN SUMATIF

Dalam pengertian yang paling luas adalah aktivitas manusia sehari-hari. Kawasan
penilaian mencakup : analisis masalah, pengukuran beracukan patokan, penilaian formatif,
penilaian sumatif. Penilaian adalah proses penentuan memadai tidaknya pembelajaran dan
belajar.

Analisis Masalah
Analisis masalah mencakup cara penentuan sifat dan parameter masalah dengan menggunakan strategi pengumpulan informasi dan pengambilan keputusan.
Pengukuran Beracukan Patokan
Pengukuran acuan patokan meliputi teknik-teknik untuk menentukan kemampuan pebelajar menguasai materi yang telah ditentukan sebelumnya.

Penilaian Formatif
Penilaian formatif berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan dan penggunaan informasi ini sebagai dasar pengembangan selanjutnya.

Penilaian Sumatif

penilaian sumatif berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan untuk pengambilan keputusan dalam hal pemanfaatan
Menurut Michael Scrives (1976) (dalam Seels, Barbara B, 1994 : 62-63)
Penilaian formatif dilaksanakan pada waktu pengembangan atau perbaikan program atau produk (atau orang, dsb.). Penilaian ini dilaksanakan untuk keperluan staf dalam lembaga program dan biasanya tetap bersifat intern; akan tetapi penilaian ini dapat dilaksanakan oleh evaluator dalam atau luar atau (lebih baik lagi) kombinasi. Perbedaan antara formatif dan sumatif telah dirangkum dengan baik dalam sebuah kiasan dari Bob Stake “Apabila juru masak mencicipi sup, hal tersebut formatif, apabila para tamu mencicipi sup tersebut, hal tersebut sumatif (h.56).
Penilaian sumatif dilaksanakan setelah selesai dan bagi kepentingan pihak luar atau para pengambil keputusan (sebagai contoh : lembaga penyandang dana atau calon pengguna, walaupun hal tersebut dapat dilaksanakan baik oleh evaluator dalam atau dalam untuk gabungan. Untuk alasan kredibiltas, lebih baik evaluator luar dilibatkan dari pada sekedar merupakan penilaian formatif. Hendaknya jangan dikacaukan dengan penilaian hasil (outcome) yang sekedar menilai hasil, bukannya proses hal tersebut dapat berupa baik formatif maupun sumatif (h.130)

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Kelima kawasan Teknologi Pendidikan/Pembelajaran menunjukkan keragaman dari bidang. Disamping itu, kawasan-kawasan itu sendiri merupakan kesatuan yang komplek. Materi ini mengetengahkan sifat taksonomis dari struktur kawasan. Setiap orang dapat meneruskan proses perumusan definisi dan pengembangan tingkat taksonomi yang lebih rinci. Pekerjaan teknologi pendidikan untuk masa datang adalah membuat definisi yang lebih sempit dari subkategori maupun cakupan yang ada di dalamnya.
Setiap kawasan dalam teknologi pendidikan memberikan kontribusi kepada pengembangan teori dan praktik dan sebaliknya teori dan praktik dijadikan pengembangan kawasan. Tiap kawasan tidak dapat berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan sebagai suatu kegiatan yang sistematik. Hubungan antar kawasan ini bersifat saling melengkapi.

Sumber : http://merymaswarita.wordpress.com/2009/10/07/kawasan-dan-bidang-garapan-teknologi-pendidikan/

5.     Dasar Teori dan Konsep Pendidikan

Dasar Pendidikan Dalam Konsep dalam Makna Belajar

A. Konsep Dasar Pendidikan

Pendidikan bagi sebagian orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa, sebaliknya bagi Jean Piaget ( 1896 ) pendidikan berarti menghasilkan, mencipta, sekalipun tidak banyak, sekalipun suatu penciptaan dibatasi oleh pembandingan dengan penciptaan yang lain. Pandangan tersebut memberi makna bahwa pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Dalam arti sempit pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan umunya di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Ilmu disebut juga pedagogik, yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu ” Pedagogics ”. Pedagogics sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu ” pais ” yang artinya anak, dan ” again ” yang artinya membimbing. Poerbakwatja dan Harahap ( 1982 : 254 ) mengemukakan pedagogik mempunyai dua arti yaitu : (1) peraktek, cara sesorang mengajar; dan (2) ilmu pengetahuan mengenai prinsip-prinsip dan metode mengajar, membimbing, dan mengawasi pelajaran yang disebut juga pendidikan.

Orang yang memberikan bimbingan kepada aak disebut pembimbing atau ” pedagog”, dalam perkembangannya, istilah pendidikan ( pedagogy ) berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan kepada anak oleh orang dewasa secara sadar dan bertanggung jawab. Dalam dunia pendidikan kemudian tumbuh konsep pendidikan seumur hidup ( lifelong education ), yang berarti pendidikan berlangsung sampai mati, yaitu pendidikan berlangsung seumur hidup dalam setiap saat selama ada pengaruh lingkungan. Untuk memberi pemahaman akan batasan pendidikan berikut ini dikemukakan sejumlah batasan pendidikan yang dikemukan para ahli yaitu :

(1) Pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan ( Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991 ).

(2) Dalam pengertian yang sempit pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan ( McLeod, 1989 ).

(3) Pendidikan ialah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup serta pendidikan dapat diartikan sebagai pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal ( Mudyahardjo, 2001:6 )

(4) Dalam pengertian yang agak luas pendidikan diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan ( Muhibinsyah, 2003:10 )

(5) Pendidikan berarti tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan ( seperti sekolah dan madrasah ) yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap, dan sebagainya ( Dictionary of Psychology, 1972 ).

(6) Dalam arti luas pendidikan melipuyi semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, dan ketrampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah. Artinya pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala perbuatannya ( Poerbakawatja dan Harahap, 1981 ).

(7) Menurut John Dewey pendidikan merupakan proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir atau daya intelektual, maupun daya emosional atau perasaan yang diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya.

(8) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengenalan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara ( UUSPN No. 20 Tahun 2003 ).

1. Hakekat dan Teori Pendidikan

Mudyahardjo ( 2001:91 ) menegaskan bahwa sebuah teori berisi konsep-konsep, ada yang berfungsi sebagai :

a. asumsi atau konsep-konsep yang menjadi dasar/titik tolak pemikiran sebuah teori

b. definisi konotatif atau denotatif atau konsep-konsep yang menyatakan makna dari istilah-istilah yang dipergunakan dalam menyusun teori.

Asumsi pokok pendidikan adalah :

a. pendidikan adalah aktual, artinya pendidikan bermula dari kondisi-kondisi aktual dari individu yang belajar dab lingkungan belajarnya;

b. pendidikan adalah normatif, artinya pendidikan tertuju pada mencapai hal-hal yan baik atau norma-norma yang baik, dam

c. pendidikan adalah suatu proses pencapaian tujuan, artinya pendidikan berupa serangkaian kegiatan bermula dari kondisi-kondisi aktual dan individu yang belajar, tertuju pada pencapaian individu yang diharapkan.

Pendidikan dipandang dari sudut keilmuan tertentu seperti :

a. Sosiologik memandang pendidikan dari aspek sosial, yaitu mengartikan pendidikan sebagai usaha pewarisan dari generasi ke generasi.

b. Antrophologik memandang pendidikan adalah enkulturasi yaitu proses pemindahan budaya dari generasi ke generasi.

c. Psikologik memandang pendidikan dari aspek tingkah laku individu, yaitu mengartikan pendidikan sebagai perkembangan kapasitas individu secar optimal. Psikologi menurut Woodward dan Maquis ( 1955 : 3 ) adalah studi tentang kegiatan-kegiatan atau tingkah laku individu dalam keseluruhan ruang hidupnya.

d. Ekonomi, yaitu memandang pendidikan sebagai usaha penanaman modal insani ( human capital ) yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.

e. Politik yang melihat pendidikan adalah proses menjadi warga negara yang diharapkan ( civilisasi ) sebagai usaha pembinaan kader bangsa yang tangguh.

Pendidikan selalu dapat dibedakan menjadi teori dan praktek, teori pendidikan adalah pengetahuan tentang makna dan bagaimana soyogyanya pendidikan itu dilaksanakan, sedangkan praktek adalah tentang pelaksanaan pendidikan secara konkretnya. Teori pendidikan disusun seperti latar belakang yang hakiki dan sebagai rasional dari praktek pendidikan serta pada dasarnya bersifat direktif. Istilah direktif memberi makna bahwa pendidikan itu mengarah pada tujuan yang pada hakekatnya untuk mencapai kesejahteraan bagi subjek didik.

2. Hubungan Pendidikan dengan Pengajaran

Pada dasarnya ”mengajar” adalah membantu ( mencoba membantu ) seseorang untuk mempelajari sesuatu dan apa yang dibutuhkan dalam belajar itu tidak ada kontribusinya terhadap pendidikan orang yang belajar. Artinya mengajar pada hakekatnya suatu proses, yakni proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga menumbuhkan dan mendorong siswa belajar.Hal ini akan dapat terwujud jika dilakukan melalui proses pengajaran dengan strategi pelaksanaan melalui :

1. Bimbingan yaitu pemberian bantuan,arahan,motivasi,nasihat dan penyuluhan agar siswa mampu mengatasi,memecahkan dan menanggulangi masalahnya sendiri.

2. Pengajaran yaitu bentuk kegiatan dimana terjalin hubungan interaksi dalam proses belajar dan mengajar antara tenaga kependidikan dengan peserta didik.

3. Pelatihan yaitu sama dengan pengajaran khususnya untuk mengembangkan keterampilan tertentu.

Menurut Langford (1978) yang penting hubungan yang relevan bukanlah antara pengajaran dengan pendidikan tetapi antara pengajaran sebagai suatu profesi dengan pendidikan.

3. Fungsi Pendidikan

Fungsi pendidikan adalah menghilangkan segala sumber penderitaan rakyat dari kebodohan dan ketertinggalan. Sedangkan menurut UUSPN No.20 tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

B. Konsep dan Makna Belajar

1. Konsep Belajar.

Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Untuk menangkap isi dan pesan belajar, maka dalam belajar tersebut individu menggunakan kemampuan pada ranah-ranah :

a. Kognitif yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan, penalaran atau pikiran terdiri dari kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.

b. Afektif yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran yang terdiri dari kategori penerimaan, partisipasi, penilaian sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup.

c. Sikomotorik yaitu kemepuan yang mengutamakan keterampilan jasmani terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan dan kreativitas.

Belajar Menurut Pandangan Skiner.

Belajar menurut pandanag B.F.Skiner (1958) adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Menurut Skiner dalam belajar ditemukan hal-hal berikut :

1. Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon belajar,

2. Respon si belajar,

3. Konsekwensi yang bersifat menggunakan respon tersebut,baik konsekwensinya sebagai hadiah maupun teguran atau hukuman.

Skinner menbagi dua jenis respon dalam proses belajar yakni :

1. respondents response yaitu respon yang terjadi karena stimuli khusus, perangsang-perangsang yang demikian ini mendahului respons yang ditimbulkannya.

2. operants conditioning dalam clasical condotioning menggambarkan suatu situasi belajar dimana suatu respons dibuat lebih kuat akibat reinforcement langsung yaitu respon yang terjadi karena situasi random.

Menurut Skinner mengajar itu pada hakekatnya adalah rangkaian dari penguatan yang terdiri dari suatu peristiwa dimana prilaku terjadi, perilaku itu sendiri, dan akibat perilaku.

Belajar Menurut Pandangan Robert M. Gagne

Menurut Gagne (1970), Belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebab oleh stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar. Belajar terdiri dari tiga komponen penting yakni kondisi eksternal yaitu stimulus dari lingkungan dari acara belajar, kondisi internal yang menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif siswa, dan hasil belajar yang menggambarkan informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif.

Robert M. Gagne mengemukakan delapan tipe belajar yang membentuk suatu hirarki dari paling sederhana sampai paling kompleks yakni :

1. belajar tanda-tanda atau isyarat (Signal Learning) yang menimbulkan perasaan tertentu, mengambil sikap tertentu,yang dapat menimbulkan perasaan sedih atau senang.

2. belajar hubungan stimulus-respons (Stimulus Response-Learning)dimana respon bersifat spesifik, tidak umum dan kabur.

3. belajar menguasai rantai atau rangkaian hal (Chaining Learning) mengandung asosiasi yang kebanyakan berkaitan dengan keterampilan motorik.

4. belajar hubungan verbal atau asosiasi verbal (Verbal Association) bersifat asosiatif tingkat tinggi tetapi fungsi nalarlah yang menentukan.

5. belajar mebedakan atau diskriminasi (Discrimination Learning) yang menghasilkan kemampuan membeda-bedakan berbagai gejala.

6. belajar konsep-konsep (Concept Learning) yaitu corak belajar yang menentukan ciri-ciri yang khas yang ada dan memberikan sifat tertentu pula pada berbagai objek.

7. belajar aturan atau hukum-hukum (Rule Learning) dengan cara mengumpulkan sejumlah sifat kejadian yang kemudian dalam macam-macam aturan.

8. belajar memecahkan masalah (Problem Solving) menggunakan aturan-aturan yang ada disertai proses analysis dan penyimpulan.

Inti dari pembelajaran tersebut adalah interaksi dan proses untuk mengungkapkan ilmu pengetahuan oleh pendidik dan peserta didik yang menghasilkan suatu hasil belajar.

Ada tiga aspek perkembangan intelektual yang diteliti oleh Jean Piaget yaitu :

1. Struktur, yaitu ada hubungan fungsional antara tindakan pisik, tindakan mental, dan perkembangan berpikir logis anak.

2. Isi, yaitu pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau masalah yang dihadapinya.

3. Fungsi, yaitu cara yanag digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual.

Dari uraian diatas dapat ditegaskan bahwa belajar dalam hal ini dapat mengandung makna sebagai perubahan struktural yang saling melengkapi antara asimilasi dan akomodasi dalam proses menyusun kembali dan mengubah apa yang telah diketahui melalui belajar.

Belajar Menurut Pandangan Carl R. Rogers

Menurut pendapat Carl R. Rogers (Ahli Psikoterapi) praktek pendidikan menitikberatkan pada segi pengajaran, bukuan pada siswa yang belajar. Praktek tersebut ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghafalkan pelajaran.

Langkah-langkah dan sasaran pembelajaran yang perlu dilakukan oleh guru menurut Rogers adalah meliputi : guru memberi kepercayaan kepada kelas agar kelas memilih belajar secara terstruktur, guru dan siswa membuat kontrak belajar, guru menggunakan metode inquiri atau belajar menemukan (discovery learning), guru menggunakan metode simulasi, guru mengadakan latihan kepekaan agar siswa mampu menghayati perasaan dan berpartisipasi dengan kelompok lain, guru bertindak sebagai fasilitator belajar dan sebaiknya guru menggunakan pengajaran berprogram agar tercipta peluang bagi siswa untuk timbulnya kreatifitas dalam belajar (Dimyati dan Mudjiono, 1999:17).

Jadi dapat ditegaskan belajar menurut Carl R. Rogers adalah untuk membimbing anak kearah kebebasan dan kemerdekaan, mengetahui apa yang baik dan yang buruk, dapat melakukan pilihan tentang apa yang dilakukannya dengan penuh tanggung jawab sebagai hasil belajar. Kebebasan itu hanya dapat di pelajari dengan memberi anak didik kebebasan sejak mulanya sejauh ia dapat memikulnya sendiri, hal ini dilakukan dalam konteks belajar.

Belajar Menurut Pandangan Benjamin Bloom

Keseluruhan tujuan pendidikan dibagi atas hirarki atau taksonomi menurut Benjamin Bloom (1956) menjadi tiga kawasan (dominan) yaitu : domain kognitif mencakup kemampuan intelektual mengenal lingkungan yang terdiri atas 6 macam kemampuan yang disusun secara hirarki dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analysis, sintesis dan penilaian; domain afektif mencakup kemampuan-kemapuan emosional dalam mengalami dan menghayati sesuatu hal yang meliputi lima macam kemampuan emosional disusun secara hirarki yaitu kesadaran, partisipasi, penghayatan nilai, pengorganisasian nilai, dan karakterisasi diri; domain psikomotor yaitu kemampuan-kemampuan motorik menggiatkan dan mengkoordinasikan gerakan terdiri dari : gerakan repleks, gerakan dasar, kemampuan perseptual, kemampuan jasmani, gerakan terlatih, dan komunikasi nondiskursif.

Jadi dapat ditegaskan bahwa belajar adalah perubahan kualitas kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk meningkatkan taraf hidupnya sebagai pribadi, masyarakat, maupun sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa.

Belajar Menurut Pandangan Jerome S. Bruner

Menurut Bruner (1960) dalam proses belajar dapat dibedakan dalam tiga fase yaitu : informasi, transpormasi dan evaluasi.Bruner mengemukan empat tema pendidikan, tema pertama mengemukan pentingnya arti struktur pengetahuan, tema kedua ialah tentang kesiapan (readines) untuk belajar, tema ketiga menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan, tema keempat ialah tentang motivasi atau keinginan untuk belajar, dan cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.

Bruner menyimpulkan bahwa pendidikan bukan sekedar persoalan teknik pengelolaan informasi, bahkan bukan penerapan teori belajar dokelas atau menggunakan hasil ujian prestasi yang berpusat pada mata pelajaran.

2. Teori Belajar

Secara garis besar dikenal ada tiga rumpun besar teori belajar menurut pandangan psikologi yaitu teori disiplin mental, teori behaviorisme dan teori cognitive gestalt-filed.

a. Teori Disiplin Mental

Teori belajar ini dikembangkan tanpa didasari eksperimen, ini berarti dasar orientasinya adalah filosofis atau spekulatif, teori ini menganggap bahwa dalam belajar mental siswa didisiplinkan atau dilatih. Teori yang berlawanan sekali dengan teori disiplin mental ialah teori perkembangan alamiah. Menurut teori ini, anak itu akan berkembang secara alamiah.

Teori yang berlawanan dengan teori disiplin mental dan pengembangan alamiah adalah teori apersepsi, yang merupakan suatu asosionisme mental yang dinamis, didasarkan pada premis fundamental bahwa tidak ada gagasan bawaan sejak lahir, apapun yang diketahui seseorang datang dari luar dirinya. Menurut teori apersepsi, belajar merupakan suatu proses terasosiasinya gagasan-gagasan baru dengan gagasan lama yang sudah membentuk pikiran.

b. Teori Behaviorisme

Ada beberapa ciri dari teori ini yaitu : mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian kecil, bersifat mekanisme, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, dan menekankan kepentingan latihan. Tokoh yang mengembangkan teori ini adalah Thorndike yang mengemukan tiga prinsip aatu hukum dalam belajar yaitu : belajar akan berhasil apabila individu memiliki kesiapan untuk melakukan perbuatan tersebut, belajar akan berhasil apabila banyak latihan dan ulangan, dan belajar akan bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik.

Prinsip belajar menurut teori behaviorisme yang dikemukan oleh Harley dan Davis (1978) yang banyak dipakai adalah : proses belajar dapat terjadi dengan baik apabila siswa ikut terlibat secara aktif didalamnya, materi pelajaran diberikan dalam bentuk unit-unit kecil dan diatur sedemikian rupa sehingga hanya perlu memberikan suatu proses tertentu saja, tiap-tiap respon perlu diberi umpan balik secara langsung sehingga siswa dapat dengan segera mengetahui apakah respon yang diberikan betul atau tidak, dan perlu diberikan penguatan setiap kali siswa memberikan respon apakah bersifat positif atau negatif.

c. Teori Cognitive Gestalt-Filed

Teori Belajar Gestalt meneliti tentang pengamatan dan problem solving, dari pengamatanya ia menyesalkan penggunaan metode menghafal di sekolah, dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis.

Suatu konsep yang penting dalam psikologis Gestalt adalah tentang insight yaitu pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan teori Gestalt, guru tidak memberikan potongan-potongan atau bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan yang utuh.

Menurut teori Gestalt perbuatan belajar itu tidak berlangsung seketika, tetapi berlangsung berproses kepada hal-hal yang esensial, sehingga aktivitas belajar itu akan menimbulkan makna yang berarti. Sebab itu dalam proses belajar, makin lama akan timbul suatu pemahaman yang mendalam terhadap materi pelajaran yang dipelajari, manakala perhatian makin ditujukan kepada objek yang dipelajari itu telah mengerti dan dapat apa yang dicari.

d. Makna dan Ciri Belajar

Menurut para ahli belajar dapat diartikan sebagai proses orang memperoleh berbagai kecakaapn, keterampilan dan sikap. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri.

Setiap perilaku belajar ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik antara lain : belajar menyebabkan perubahan pada aspek-aspek kepribadian yang berfungsi terus menerus, belajar hanya terjadi dari pengalaman yang bersifat individual, belajar merupakan kegiatan yang bertujuan kearah yang ingin dicapai, belajar menghasilkan perubahan yang menyeluruh, melibatkan selusuh tingkah laku secara integral, belajar adalah proses interaksi dan belajar berlangsung dari yang paling sederhana sampai pada yang kompleks.

e. Prinsip-prinsip Belajar

Ada berbagai prinsip belajar yang dikemukan oleh para ahli psikologi pendidikan terjadi dan diikuti dengan keadaan memuaskan maka hubungan itu diperkuat, Spread of effect yaitu emosional yang mengiringi kepuasan itu tidak terbatas kepada sumber utama pemberi kepuasan tetapi kepuasan mendapat pengetahuan baru, law of exercice yaitu hubungan antara perangsang dan reaksi diperkuat dengan latihan dan penguasaan, dan law of primacy yaitu hasil belajar yang diperoleh melalui kesan pertama akan sulit digoyahkan.

Beberapa prinsip atau kaidah dalam proses pembelajaran sebagai hasil eksperimen para ahli psikologi yang berlaku secara yaitu : motivasi, pembentukan, kemajuan dan keberhasilan proses belajar mengajar, feedback, response, trial and error , transfer dalam belajar dapat bersifat positif atau negatif dan proses belajar yang bersifat individual.

f. Syarat Agar Peserta Didik Berhasil Belajar

Agar peserta didik dapat berhasil belajar diperlukan persyaratan sebagai berikut : kemampuan berpikir yang tinggi bagi para siswa, menimbulkan minat yang tinggi terhadap mata pelajaran, bakat dan minat yang khusus, menguasai bahan-bahan dasar yang diperlukan untuk meneruskan pelajaran, menguasai salah satu bahasa asing, stabilitas psikis, kesehatan jasmani, kehidupan ekonomi yang memadai, menguasai teknik belajar disekolah dan diluar sekolah.

g. Cara Belajar yang Baik

Cara belajar baik secara umum yaitu : belajar secara efisien, mampu membuat berbagai catatan, mampu membaca, siap belajar, keterampilan belajar, memahami perbedaan belajar pada tingkatan sekolah seperti SD, SMP, dan SMU, dukungan orang tua yang paham akan perbedaan, status harga diri lebih kurang.

Menurut Rusyam cara dan teknik mengatasi kesulitan belajar adalah : menetapkan target belajar, menghindari saran dan kritik yang negatif, menciptakan situasi belajar, menyelenggarakan remedial program, dan memberi kesempatan agar peserta didik memperoleh pengalaman yang sukses.

h. Strategi Mempelajari Buku Teks

Salah satu hal yang penting dalam belajar adalah membaca buku teks yang berisi materi pelajaran.Kiat untuk memahami buku teks disebut metode SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, dan Review).

Survey yaitu menjelajahi seluruh buku yang tersedia di perpustakaan dan tempat lain yang berhubungan dengan mata pelajaran. Dilanjutkan dengan question yaitu bertanya dalam mengarahkan membaca kritis, kemudian membaca ialah melihat tulisan dan mengerti atau dapat melisankan apa yang tertulis. Kemudian dilakukan recite yaitu mengulang isi buku pelajaran yang telah dipelajari (berkaitan dengan ide, pengertian, dan analysis) sehingga mendapatkan ide-ide pokok dari buku tersebut. Sedangkan review yaitu meninjau kembali seluruh bahan pelajaran yang telah dipelajari secara menyeluruh. Dengan menggunakan metode SQ3R dapat diharapkan lebih memuaskan dan dapat lebih memberikan pemahaman yang luas tentang materi pelajaran yang terdapat dalam buku tes tersebut.

6.     Landasan Ilmiah dan Penelitian Teknologi Pendidikan

MATERI KULIAH
LANDASAN ILMIAH DAN PENELITIAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

PENDAHULUAN
Teknologi sejak dahulu kala sudah ada dan keberadaannya sudah dimanfaatkan oleh manusia, misalnya teknologi memahat contoh membuat candi untuk kebutuhan ritual beribadah dan teknologi pertanian contoh bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan sebagainya. Dengan demikian maka teknologi tidak lepas dari kebutuhan hidup manusia dan merupakan bagian integral dari kehidupan masyarakat sejak dahulu. Menurut Yusufhadi Miarso, 2008, teknologi merupakan hasil dari rekayasa manusia dan diciptakan untuk mengatasi masalah dan/atau mengatasi keterbatasan manusia. Dengan demikian, maka teknologi selalu digunakan oleh manusia untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi karena terbatasnya kemampuan yang dimiliki oleh manusia. Teknologi terus berkembang sejak dahulu dari yang sederhana sampai dengan yang mutakhir sampai saat ini sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat.

Berkembangnya teknologi di dalam kehidupan masyarakat termasuk di dalam bidang pendidikan. Teknologi di bidang pendidikan digunakan oleh masyarakat misalnya pada waktu memberikan pelatihan baik untuk memberikan informasi atau pengetahuan maupun keterampilan. Selain itu, teknologi juga digunakan oleh tenaga pendidik baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah dalam rangka mentransfer ilmu pengetahuan maupun keterampilan kepada peserta didik. Teknologi baik sebagai sarana maupun sebagai pendukung di bidang pendidikan di sebut teknologi pendidikan.

Namun demikian, sampai saat ini istilah ”teknologi pendidikan” masih terjadi dua pendapat, yaitu ada pihak yang menyatakan ”teknologi pendidikan” dan ada pula yang menyatakan ”teknologi pembelajaran” . Menurut Barbara B. Seels & Rita C. Richey,1994, ada dua pendapat yang setuju dengan istilah teknologi pembelajaran. Pertama, karena kata teknologi. Kedua, karena kata pendidikan lebih sesuai dengan hal-hal yang berhubungan dengan sekolah lingkungan pendidikan. Istlah pembelajaran tidak hanya mencakup pengertian pendidikan mulai dari TK hingga SLTA, juga mencakup pelatihan atau training. Menurut Knirk dan Gustafson, 1986, kata ”pembelajaran” berkenaan dengan permasalahan belajar dan mengajar, sedangkan ”pendidikan” terlalu luas karena mencakup segala aspek pendidikan. Sebaliknya mereka yang setuju dengan ”teknologi pendidikan” berdalih bahwa karena pembelajaran atau instruction dianggap oleh banyak orang sebagai bagian dari pendidikan. Oleh karena itu, untuk memahami teknologi pendidikan maka perlu memahami lebih dahulu mengenai hakekat teknologi dan teknologi pendidikan. Hal ini dilakukan agar dalam memahami mengenai teknologi pendidikan tidak keliru.

Hakekat           Teknologi        menurut           para     ahli. Menurut Iskandar Alisyahbana, 1980, teknologi telah dikenal manusia sejak jutaan tahun yang lalu karena dorongan untuk hidup yang lebih nyaman, lebih makmur dan lebih sejahtera. Jadi sejak awal peradaban sebenarnya telah ada teknologi meskipun istilah teknologi belum digunakan. Istilah teknologi berasal dari techne atau cara dan logis atau pengetahuan. Jadi secara harfiah teknologi dapat diartikan dengan pengetahuan tentang cara. Pengertian teknologi sendiri menurutnya adalah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal, sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, pancaindera dan otak manusia. Menurut Jaques Ellul, 1967, teknologi yaitu ” ”keseluruhan metode yang secara rasioal mengarah dan memiliki ciri efisiensi dalam setiap bidang kegiatan manusia”. Sedangkan menurut Hoban, 1977, teknologi merupakan perpaduan yang kompleks dari organisasi manusia dan mesin, ide, prosedur dan pengelolaan.

Hakekat Teknologi Pendidikan menurut AECT
Menurut Komisi definisi dan terminologi The Association for Educational Communication and Technology atau AECT, 1972, menyatakan bahwa teknologi pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar pada manusia, melalui usaha sisematik dalam identifikasi, pengembangan, pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut. Dengan demikian, maka teknologi pendidikan sebagai suatu bidang keilmuan dan memiliki kepentingan untuk memfasilitasi belajar pada manusia dengan menggunakan suatu sistem. Teknologi pendidikan dinyatakan sebagai suatu bidang keilmuan, karena pada tahun 1976 di Indonesia sudah menjadi suatu program studi baik untuk jenjang S1; dan pada tahun 1978 ditingkatkan pada jenjang S2; dan S3

Teknologi pendidikan ditinjau dari filsafat pengetahuan
Bidang pendidikan saat ini terus berkembang, ini terjadi karena adanya tuntutan dari masyarakat agar pendidikan dapat sesuai dengan kebutuhan masa kini dan masa mendatang. Selain itu, pendidikan juga harus meluas sehingga semua orang dapat memperoleh pendidikan sehingga lulusannya dapat berkompetisi dalam tataran global. Hal ini sejalan dengan pernyataan UNESCO mengenai empat pilar pendidikan yaitu learning to do; learning to be; learning to know; dan learning to live together. Learning to do, dimana intinya yaitu bagaimana mengembangkan potensi maksimal pebelajar, sedangkan learning to know yaitu bagaimana melakukan penelitian agar pebelajar dapat mengetahui yang ada di sekitarnya. Semua itu, tentunya bermuara kepada bagaimana cara memecahkan masalah belajar pada manusia.

Teknologi pendidikan ditinjau dari segi filsafat pengetahuan, maka dapat pula disebut sebagai obyek formal atau landasan ontologi teknologi pendidikan. Obyek formal tersebut digarap dengan cara khusus yaitu dengan:
• Pendekatan isomeristik yaitu menggabungkan berbagai pemikiran atau bidang keilmuan seperti psikologi, komunikasi, ekonomi, manajemen, dan sebagainya ke dalam kebulatan tersendiri.
• Pendekatan sistemik yaitu dengan cara yang berurutan dan terarah dalam usaha memecahkan persoalan.
• Pendekatan sinergistik yaitu yang menjamin adanya nilai tambah dari keseluruh kegiatan dibandingkan dengan bila kegiatan itu dijalankan sendiri-sendiri.
• Sistemik yaitu pengkajian secara menyeluruh.
• Inovatif yaitu mencari penyelesaian masalah dengan pendekatan baru. Komponen inovatif Ini merupakan usaha khusus atau pendekatan ini merupakan asas epistemologis teknologi pendidikan.

Kesimpulan
Teknologi pendidikan merupakan suatu cara bagaimana memecahkan masalah belajar pada manusia yang memilki keterbatasan. Dengan teknologi pendidikan maka pendidikan dapat diberikan secara efisien dan efektif serta meluas sehingga semua orang dapat memperoleh pendidikan yang bermutu. Dengan memiliki hasil pendidikan yang bermutu atau kompeten sehingga diharapkan dapat bersaing atau berkompetisi baik secara nasional, regional maupun internasional.

REFERENSI

1. Miarso, Yusufhadi, Prof. Dr.,M.Sc., Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Penerbit Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (Pustekkom) dan Diknas, 2007, Jakarta.
2. ——————–, Makalah “Landasan Ilmiah dan Penelitian Teknologi Pendidikan, 208.
3. ——————-, Makalah “Strategi dalam teknologi pendidikan”, 2008
4. Seels, B, Barbara & Richey C. Rita, Teknologi Pembelajaran, Penerbit Universitas Negeri Jakarta, 1994, Jakarta.

Sumber : http://wijayalabs.wordpress.com/2008/06/16/landasan-ilmiah-dan-penelitian-tp/

7.     Landasan Kebijakan Pendidikan

4. Landasan Kebijakan Pendidikan

“Landasan Kebijakan Sekolah Bestandar International”

Sekolah Bertaraf  Internasional yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau oleh masyarakat harus berlandaskan pada beberapa peraturan perundangan dan kebijakan            sebagai            berikut:
1).Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam      pasal    50            menyatakan     bahwa:
a. Ayat (2): Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan   untuk   menjamin            mutu    pendidikan      nasional.
b. Ayat (3): pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi      sekolah            yang    bertaraf            internasional.

2).Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 mengatur perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

3).Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dalam Pasal 61 Ayat (1) menyatakan bahwa: Pemerintah bersama-sama pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional.

4).Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009 menyatakan bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa, perlu dikembangkan sekolah bertaraf internasional pada tingkat kabupaten/kota melalui kerjasama yang konsisten antara pemerintah dengan pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan.

5).Kebijakan Departemen Pendidikan Nasional (Tahun 2007) tentang Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, antara lain pada halaman 10 disebutkan “………diharapkan seluruh pemangku kepentingan untuk menjabarkan secara operasional sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan Sekolah/Madrasah bertaraf internasional…”
(Ditulis oleh : Kir Haryana Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama)

http://wawan-junaidi.blogspot.com/2009/10/landasan-kebijakan-sekolah-bestandar.html

LANDASAN KEBIJAKAN PEMERINTAH

DALAM TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Oleh: Harmadi

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah guna tercapainya cita-cita dalam bidang pendidikan sepeerti yang diamanatkan oleh pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya yang dilakukan tersebut berupa pembaharuan atau inovasi dalam bidang pendidikan. Pembaharuan atau inovasi pendidikan merupakan suatu perubahan yang baru, yang kualitatif dan berbeda dari sebelumnya, serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan dalam pendidikan (Wijaya, Djajuri, dan Rusyan, 1988:7).

Untuk itu pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam pendidikan. Kebijakan-kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945, program-program, undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan sebagainya. Kebijakan-kebijakan tersebut sudah banyak yang dikeluarkan oleh pemerintah, di antaranya ada yang berkaitan dengan teknologi pendidikan.

Pengertian teknologi pendidikan yang dimaksud bukan hanya alat-alat bantu belajar saja seperti audio, audio visual, dan sebagainya, melainkan perencanaan, desain kurikulum, evaluasi kurikulum, analisis pengalaman belajar, implementasi program dan reinovasi belajar dan sebagainya. Jadi teknologi pendidikan menyangkut teori dan praktek, sehingga teknologi pendidikan bersifat rasional, menggunakan problem solving approach dalam pendidikan dan skeptis serta sistematis dalam cara berfikir tentang belajar dan membelajarkan.

Untuk lebih jelasnya Donal P. Ely seperti yang dikutip oleh Wijaya, Djajuri dan Rusyan (1988:39) mengatakan bahwa teknologi pendidikan adalah suatu bidang yang mencakup berbagai fasilitas belajar melalui identifikasi yang sistematis, pengembangabn, pengorganisasim dan penggunaan sumber-sumber yang maksimal dan penghelolaabn prosesnya.

Dari uraian di atas maka dapat kita contohkan beberapa bentuk perubahan di dalam bidang pendidikan. Contoh-contoh tersebut ialah: Proyek Pamong atau SD pamong, radio pendidikan, televisi pendidikan, SMP Terbuka, Program Kesetaraan Paket A, B, C, pembelajaran jarak jauh, dan sebagaianya. Contoh-contoh tersebut merupakan upaya yang dilakukan dalam pembaharuan bidang pendidikan oleh pemerintah terutama yang berkaitan dengan teknologi pendidikan.

B. Perumusan Masalah dan Batasan Masalah.

Dari uraian di atas, maka yang menjadi masalah adalah apa sajakah kebijakan pemerintah dalam pendidikan yang berkaitan dengan teknologi pendidikan ?

Karena kebijakan pemerintah itu terlalu luas apabila dilihat dari segi waktunya, maka rumusan masalah tersebut dibatasi hanya kebijakan yang tertuang dalam UUD 1945 dan Program Pembangunan Nasional 1999-2004 dan 2004-2009.

2. PEMBAHASAN

A Kebijakan-Kebijakan Umum

Secara umum kebijakan pemerintah tertuang dalam UUD 1945 yaitu pasal 28 huruf c, e; dan pasal 31. Bunyi pasal 28 huruf c adalah sebagai berikut.

Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi m,eningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

Sedangkan dalan pasal 28 huruf e disebutkan sebagai berikut.

Setiap orang bebas memeluk agama, dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

Dalam pasal 31 dikatakan sebagai berikut.

1. Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan.

2. Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional.

4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-jkurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan manusia.

Dari beberapa pasal di atas, tampak jelas bahwa pendidikan merupakan bidang yang sangat penting dan diutamakan dalam pembangunan. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan, bahkan menjadi suatu kewajiban terutama pendidikan dasar. Sebagai konsekuensinya pemerintah wajib pula membiayainya dengan anggaran yang diprioritaskan. Selain pembiayaan pemerintah melakukan program-program atau kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan pendidikan baik mutu maupun jumlah. Sehingga apapun bentuknya akan dilakukan oleh pemerintah guna meningkatkan parsisipasi belajar peserta didik asal sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. Dengan adanya komitmen pemerintah, diharapkan masyarakat atau warga akan mendapatkan kesempatan belajar.

Selain dalam UUD 1945, kebijakan-kebijakan yang bersifat umum juga terdapat dalam program-program pembangunan. Sebelum era reformasi kebijakan pembangunan tertuang dalam GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) atau dalam Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Namun setelah itu kebijakan pembangunan tidak lagi tertuang dalam GBHN dan Repelita, melainkan tertuang dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas). Dalam pembahasan ini ada dua Program Pembangunan Nasional Tahun 1999-2004 dan Program Pembangunan Nasional Tahun 2004-2009.

v Program Pembangunan Nasional (1999-2004)

Di dalam Propenas 1999-2004 Bab VII terdapat Pembangunan Pendidikan. Di dalamnya memuat program-program baik untuk Pendidikan Dasar dan Prasekolah, Pendidikan Menengah, Pendidikan Tinggi, maupun pendidikan luas sekolah. Di antara program-program tersebut terdapat Program Pembinaan baik berupa pembinaan Pendidikan Dasar dan Prasekolah, maupun Pendidikan Menengah. Di dalam program pembinaan inilah ada tujuan yang hendak dicapai antara lain: meningkatkan kesamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi kelompok yang kurang beruntung, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil dan perkotaan kumuh, daerah bermasalah, masyarakat miskin, dan anak yang berkelainan. Sasaran yang hendak dicapai dalam program ini antara lain

meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) untuk SD/MI, SLTP/MTs, SMU/SMK/MA dan penuntasan wajib belajar 9 tahun sebanyak 5,6 juta siswa..

Program pembinaan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) bertujuan untuk menyediakan pelayanan kepada masyrakat yang tidak atau belum sempat memperoleh pendidikan formal untuk mengembangkan diri, sikap, pengetahuan dan keterampilan, potensi pribadi, dan dapat mengembangkan usaha produktif guna meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Untuk melaksanakan ini maka dilakukan usaha berupa: meningkatkan sosialisasi dan jangkauan pelayanan pendidikan dan kualitas serta kuantitas warga belajar Kejar Paket A setara SD, Kejar Paket B setara SLTP untuk mendukung wajib belajar 9 tahun, dan mengembangkan berbagai jenis pendidikan luar sekolah yang berorientasi pada kondisi dan potensi lingkungan dengan mendayagunakan prasarana dan kelembagaan yang sudah ada di masyarakat..

Di samping itu terdapat pula upaya pemerataan pendidikan. Salah satu upaya pemerataan pendidikan adalah menerapkan alternatif layanan pendidikan, khususnya bagi masyarakat yang kurang beruntung (masyarakat miskin, berpindah-pindah, terisolasi, terasing,minoritas dan di daerah bermasalah, termasuk anak jalanan), seperti SD dan MI kecil satu guru, guru kunjung dan sistem tutorial, SD Pamong dan SD/MI terpadu kelas jauh, serta SLTP/MTs terbuka. Untuk meningkatkan kulaitas pendidikan dasar dan prasekolah dilakukan dengan cara meningkatkan penyediaan, penggunaan, perawatan sarana dan prasarana pendidikan berupa buku pelajaran pokok, buku bacaan, alat pendidikan Ilmu Pengetahuan Spsial (IPS), IPA dan matematika, perpustakaan, laboratorium, serta ruang lain yang diperlukan.

Pada jenjang perguruan tinggi ada kegiatan pokok untuk memperluas kesempatan memperoleh pendidikan tinggi bagi masyarakat. Salah satu kegiatannya adalah menyebarkan kapasitas pendidikan tinggi secara geografis untuk mendukung pembangunan sdaerah serta memberikan kesempatan bagi kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah termasuk kelompok masyarakat dari daerah bermasalah, dengan menyelenggarakan pembinaan perguruan tinggi sebagai pusat pertumbuhan di kawasan serta menyelenggarakan pembinaan program unggul di wilayah kedudukan perguruan tinggi.

Dari uraian di atas tampak jelas keinginan pemerintah untuk memajukan pendidikan baik pendidikan dasar dan prasekolah, pendidikan menengah, pendidikan luar sekolah dan pendidikan tinggi. Kegiatan yang sangat menonjol adalah upaya pemerataan pendidikan, wajib belajar 9 tahun serta pembinaan perguruan tinggi. Pemerataan pendidikan dilakukan dengan mengupayakan agar semua lapisan masyarakat dapat menikmati pendidikan tanpa mengenal usia dan waktu. Untuk itu dilakukan pembinaan ke semua jenjang pendidikan baik pendidikan reguler ataupun terbuka seperti SD kecil, guru kunjung, SD Pamong, SLTP terbuka, pendidikan penyetaraan SD, SLTP dan SMU (paket A, B, C), dan pendidikan tinggi terbuka yang lebih dikenal pendidikan jarak jauh.

Suatu bukti bahwa pemerintah serius mengelola pemerataan pendidikan dan penuntasan Wajib Belajar 9 tahun adalah dianggarkannya Rp 90 miliar untuk meningkatkan kualitas dan jumlah SMP Terbuka. PROGRAM smp Terbuka seudah berjalan 25 tahun sejak tahun 1979 yang telah menamatkan 245 ribu siswa dengan jumlah sekolah 2.870 unit sekolah, 12.871 Tempat Kegiatan Belajar (TKB), dan itu baru menjangkau 18% kebutuhan (Rina Rachmawati dalam http://www.tempointeraktif.com/ Hari Rabu, 28 Juli 2004, diambil tanggal 12 Oktober 2008).

v Program Pembangunan Nasional (2004-2009)

Di dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas)Tahun 2004-2009 tidak jauh berbeda dengan Propenas sebelumnya, namun apabila dilihat dalam Rencana Strategis (Renstra) 2005-2009 Departemen Pendidikan Nasional terdapat Kebijakan Pembangunan Lima Tahun 2005-2010. Dalam kebijakan itu memuat Kegiatan Pokok Strategis di antaranya adalah Bidang Mutu, Relevansi dan Daya saing. Salah satu kegiatan pokok dalam bidang ini adalah Program Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Tolok ukur keberhasilannya adalah 100% SMP/MTs yang memiliki akses listrik menerapkan TV Based Learning yang dimulai tahun 2006 hingga 2009. Selain itu yanbg menjadi tolok ukur adalah 50% SMA/MA/SMK yang memiliki akses listrik menerapkan ICT Based Learning yang juga dimulai tahun 2006 hingga 2009.

Di samping jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, program dan kegiatan seperti di atas juga meliputi perguruan tinggi dengan tolok ukurnya adalah 10 perguruan tinggi (PT) menerapkan pembelajaran dan penelitian berbasis ICT.

Kegiatan Pokok Strategis untuk Pendidikan Luar Sekolah salah satunya berupa perluasan layanan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) melalui pemberdayaan masyarakat, Perluasan Paket A dan Paket B untuk menunjang wajib belajar 9 tahun serta ekstensifikasi Paket C. Selain itu juga guna peningkatan mutu, relevansi dan daya saing ditingkatkan pemanfaatan ICT dalam pembelajaran.

Dari uraian-uraian di atas ternyata dalam Renstra Departemen Pendidikabn Nasional 2005-2009 jelas terprogram upaya peningkatan kegiatan pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan bahkan sampai ke Pendidikan Luar Sekolah. Ini membuktikan bahwa keseriusan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan jumlah warga yang belajar atau memperoleh pendidikan.

B. Kebijakan-Kebijakan Khusus

Untuk dapat melaksanakan kebijakan-kebijakan umum tersebut pemerintah menuangkannya dalam kebijakan-kebijakan khusus berupa Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), dan Peraturan Menteri (Permen).

UU yang berkaitan dengan pendidikan seperti

F UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

F UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen..

Peraturan Pemerintah yang mendukung kebijakan umum seperti

F PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Di samping itu ada pula Peraturan Menteri (Permen) misalnya:

F Permen No. 14 Tahun 2007 tentang Standar isi Program Paket A, Paket B,

Paket C,

F Permen No. 49 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Nonformal.

F Permen No. 1 Tahun 2008 tentang Standar Proses Pendidikan khusus.

F Permen No. 3 Tahun 2008 tentang Standar Proses Program Paket A, Paket B, Paket C,

F Permen No. 35 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun dan Pembentukan Pendidikan Buta Aksara.

F Permen No. 38 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Tekonologi Komunikasi dan Informasi dalam Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional.

F Radio dan Televisi Pendidikan yang Mendukung Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan Jarak Jauh.

Peraturan dan perundang-undangan tersebut merupakan bentuk kebijakan khusus pemerintah dalam pendidikan khususnya teknologi pendidikan. Tentunya masih ada peraturan atau kebijakan lain yang tidak dapat disajikan dalam tulisan ini, seperti Radio Pendidikan, Televisi Pendidikan, SMP Terbuka, Universitas Terbuka dan sebagainya. Yang dapat disajikan berikut ini hanya beberapa penjelasan istilah beserta awal berdirinya.

Penggunaaan radio untuk pendidikan sebetulnya telah dimulai sejak tahun 1950 an untuk pendidikan para tentara pelajar yang tidak sempat melakukan kegiatan tatap muka (Sudirman Siahaan, 16-09-2008 dalam http://www. E-dukasi.net, diambil tanggal 25 -10-2008). Dalam perkembangan berikutnya radio pendidikan digunakan kembali mulai tahun 1972, digunakan untuk memberikan penataran kepada guru SD yang disebut Penataran Radio Pendidikan. Ary H. Gunawan (1986:71) mengomentari radio pendidikan sebagai berikut.

Tujuan proyek ini ialah diketemukannya cara-cara yang efektif dari penggunaan radio untuk membantu kegiatan pendidikan. Penggunaan radio pendidikan itu sendiri merupakan suatu inovasi di Indonesia, sebab hal itu ternyata cukup efisien untuk penyempurnaan kemampuan mengajar para guru.

Dalam perkembangannya radio pendidikan selain untuk kepentingan pendidikan regular juga dimanfaatkan untuk pembelajaran jarak jauh (SMP Terbuka dan UT). Radio pendidikan ini sempat mengalami kemajuan dengan dikembangkan komunikasi radio dua arah dan ini dapat dimanfaatkan oleh SMT Terbuka, namun perkembangan paling akhir pengelolaannya diserahkan kepada Dinas Pendidikan setempat, dan ini pun tergantung perhatian mereka (Sudirman Siahaan, 2008).

Dibandingkan dengan Radio Pendidikan, Televisi Pendidikan tergolong baru, karena di Indonesia baru dimulai pada tahun 1985. Kemunculan pertama ini ditandai dengan disiarkannya seria ACI (Aku Cinta Indonesia) pada tanggal 05 April 1985 pukul 19.35 di TVRI (Yusufhadi Miarso, 2007:367). Serial ACI ini hanya sampai ACI IV, berikutnya pemerintah bermaksud mengembangkan televise khusus bidang pendidikan.

Pada tahun 1991 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan PT. Cipta Lamtoro Gung Persada yang dipimpin oleh anak mantan Presiden Soeharto yaitu Siti Hardiyanti Indra Rukmana untuk mengelola siaran televisi pendidikan yang bernama Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). Dalam kerjasama ini Pustekkom berkewajiban menyediakan program-program pendidikan /pembelajaran dan stasiun TPI bertugas menayangkannya. Kerjasama yang semula direncanakan selama 15 tahun ini tidak berjalan seperti yang diinginkan. Sebagai tindak lanjut Pustekkom menjalin kerja sama dengan TVRI dan stasiun TV lain untuk mengelola siaran pendidikan melalui TVE (TV Edukasi) dan ini berlangsung sampai sekarang.

Di samping itu siaran televisi pendidikan yang dapat bertahan adalah siaran Universitas Terbuka (UT). Siaran ini dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa UT untuk mendalami ilmunya. Dalam perkembangan akhir-akhir ini telah banyak siaran televisi yang bertemakan pendidikan di TV swasta. Ini merupakan keberhasilan dari sebuah rintisan yang diawali pada tahun 1985.

3. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Sebagai kesimpulan dari tulisan ini adalah:

Pemerintah telah melakukan upaya untuk memajukan pendidikan baik kualitas maupun kuantitasnya dengan berbagai cara, diantaranya meningkatkan pelayanan dan pemerataan pendidikan baik pada jenjang pendidikan dasar, pra sekolah, menengah, luar sekolah maupun pendidikan tinggi. Cara yang dilakukan berkaitan dengan teknologi pendidikan adalah SD/MI kecil satu guru, SD Pamong, SD Kelas Jauh, SMP Terbuka, Program Kesetaraan atau Paket A, B, C, dan Universitas Terbuka. Alat bantu yang digunakan berupa radio pendidikan dan televisi pendidikan, serta alat lainnya yang relevan. Hal ini dilakukan karena masih banyak usia sekolah yang tidak bersekolah atau tidak memperoleh pendidikan. Selain itu banyak usia sekolah yang tidak bersekolah karena putus sekolah. Faktor lainnya adalah karena faktor tertentu sehingga warga masyarakat sampai dewasa belum memperoleh pendidikan yang dasar atau menengah dan sulitnya mendapatkan pendidikan tinggi.

Upaya yang dilakukan ini dilandasi oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Program Pembangunan Nasional. UUD 1945 memuat hak dan kewajiban warga Negara dalam bidang pendidikan. Di samping itu juga memuat tanggung jawab pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan. Sebagai landasan operasionalnya dibuatlah Program Pembangunan Nasional (Propenas). Propenas disusun untuk lima tahun, dan di dalamnya terdapat kebijakan dalam bidang pendidikan.

b. Saran

Dengan membaca uraian di atas maka saran yang disampaikan oleh penulis kepada para pembaca atau yang terkait adalah sebagai berikut. Praktisi pendidikan, mulai dari guru dan lembaga sekolah apalagi yang memang sudah terlibat dalam kegiatan pendidikan seperti di atas hendaknya melakukan tugas dengan sebaik-baiknya. Begitu pula pemerintah atau instansi yang terkait hendaknya bersungguh-sungguh menguatkan niat untuk memajukan pendidikan. Sedangkan masyarakat dituntut untuk berpartisipasi memberikan dukungan moril ataupun materil guna pencapaian tujuan yang diinginkan. Yang lebih penting adalah selaku warga belajar atau peserta didik hendaknya memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya.

4. Daftar Pustaka

Gunawan, Ary H., 1986, Kebijakan-kebijakan Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Bina Aksara, Jakarta: Bina Aksara.

Miaso, Yusufhadi, 2007, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Rachmawati, Rina, 2008,Rp 90 Miliar untuk Program SMP Terbuka, Jakarta:

http://www.tempointeraktif.com

Siahaan, Sudirman, 2008, Perkembangan Siaran Televisi Pendidikan, Jaka

Wijaya, Cece, Djaja Djajuri dan A. Tabrani Rusyan, 1988, Upaya Pembaharuan

dalam Pendidikan dan Pengajaran, Bandung:Remadja Karya CV.

Sumber : http://tpundiksha.wordpress.com/apakah-tp-itu/landasan-kebijakan-pemerintah-untuk-tp/

5. Landasan Teori Psikologi

Landasan Psikologis Kurikulum Belajar

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologi yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan “karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi“.

Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu :
a.motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu aksi.
b.bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau informasi.
c.konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang;
d.pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang; dan
e.keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.

Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.
Dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2002) menyoroti tentang aspek perbedaan dan karakteristik peserta didik, Dikemukakannya, bahwa sedikitnya terdapat lima perbedaan dan karakteristik peserta didik yang perlu diperhatikan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu : (1) perbedaan tingkat kecerdasan; (2) perbedaan kreativitas; (3) perbedaan cacat fisik; (4) kebutuhan peserta didik; dan (5) pertumbuhan dan perkembangan kognitif.

Sumber : http://www.idonbiu.com/2009/05/landasan-psikologis-kurikulum-belajar.html

8.     Landasan Teori Psikologi

LANDASAN TEORI PSIKOLOGI

PENDAHULUAN

Keberhasilan pendidik dalam melaksanakan berbagai peranannya antara lain akan dipengaruhi oleh pemahamannya tentang perkembangan peserta didik. Oleh karena itu agar sukses dalam mendidik, kita perlu memahami perkembangan, sebab hal ini membantu kita dalam memahami tingkah laku. Tingkah laku siswa sendiri dipelajari dalam suatu ilmu yang disebut sebagai psikologi. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia.

Psikologi sebagai ilmu yang mempelajari perilaku manusia, karena ilmu pengetahuan menghendaki objeknya dapat diamati, dicatat dan diukur, jiwa dipandang terlalu abstrak, dan jiwa hanyalah salah satu aspek kehidupan individu. Psikologi dapat disebut sebagai ilmu  yang mandiri karena memenuhi syarat berikut:

1)   Secara sistematis psikologi dipelajari melalui penelitian-penelitian ilmiah dengan menggunakan metode ilmiah

2)    Memiliki struktur kelimuan yang jelas

3)    Memiliki objek formal dan material

4)    Menggunakan metode ilmiah seperti eksperimen, observasi, case history, test and measurement

5)    Memliki terminologi khusus seperti bakat, motivasi, inteligensi, kepribadian

6)    Dapat diaplikasikan dalam berbagai adegan kehidupan

Psikologi dalam perkembangannya banyak dipengaruhi oleh ilmu-ilmu lain misalnya filsafat, sosiologi, fisiologi, antrpologi, biologi. Pengaruh ilmu tersebut terhadap psikologi dapat dalam bentuk landasan epistimologi dan  metode yang digunakan.

Sumbangan Psikologi terhadap pendidikan, Subjek dan objek pendidikan adalah manusia (individu) psikologi memberikan wawasan bagaimana memahami perilaku individu dalam proses pendidikan dan bagaimana membantu individu agar dapat berkembang secara optimal serta mengatasi permasalahan yang timbul dalam diri individu (siswa) terutama masalah belajar yang dalam hal ini adalah masalah dari segi pemahan dan keterbatasan pembelajaran yang dialami oleh siswa. Psikologi dibutuhkan di berbagai ilmu pengetahuan untuk mengerti dan memahami kejiwaan seseorang.  Psikologi juga merupakan suatu disiplin ilmu berobyek formal perilaku manusia, yang berkembang pesat sesuai dengan perkembangan perilaku manusia dalam berbagai latar.

Belajar dengan cara menyenangkan bagi siswa, kurang mendapatkan perhatian para pendidik. Sebagian besar guru mengajar dengan metode ceramah dan “menjejali” anak dengan materi pelajaran untuk mengejar target kurikulum. Akibatnya hasil pembelajaran kurang signifikan sesuai dengan kompetensi yang diharapkan sesuai kurikulum. Sebaiknya para tenaga pendidik mulai berbenah diri agar beberapa kompetensi guru profesional dimiliki sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan mutu pembelajaran.

Di zaman kemajuan ilmu pengatahuan dan teknologi sekarang ini, para ahli berusaha untuk meningkatkan mengajar itu menjadi suatu ilmu atau science. Dengan metode mengajar yang ilmiah, diharapkan proses belajar mengajar itu lebih terjamin keberhasilannya. Inilah yang sedang diusahakan oleh teknologi pendidikan. Sebuah obsesi bahwa pada suatu saat, mengajar atau mendidik itu menjadi suatu teknologi yang dapat dikenal dan dikuasai langkah-langkahnya.

Sejak berabad-abad orang berusaha untuk mencari jalan meningkatkan mutu metode mengajar dengan mencari prinsip-prinsip atau asas-asas didaktik. Namun demikian dianggap bahwa mengajar itu masih terlampau banyak merupakan seni yang banyak bergantung kepada bakat dan kepribadian guru.
Akibatnya hasil pembelajaran kurang signifikan sesuai dengan kompetensi yang diharapkan sesuai kurikulum.

Teknologi pendidikan keberadaanya sudah cukup lama, yaitu di era pertengahan 1970-an. Namun sekarang masih banyak tenaga pendidik yang kurang begitu memahami apalagi menerapkannya dalam dunia pendidikan. Bahkan tidak dapat dipungkiri, masih banyak orang yang memiliki persepsi yang keliru terhadap disiplin ini. Mereka beranggapan bahwa teknologi pendidikan hanya mengenai televisi, computer atau penggantian peran guru oleh seperangkat teknologi di kelas.

Teknologi pendidikan memberikan pendekatan yang sistematis dan kritis tentang proses belajar mengajar. Teknologi pendidikan memandangnya sebagai suatu masalah yang harus dihadapi secara rasional dengan menerapkan metode pemecahan masalah. Di samping itu perkembangan teknologi pendidikan didukung oleh perkembangan yang pesat dalam media komunikasi seperti radio, televisi, video, CCTV, computer, internet dan lain-lain yang dapat dimanfaatkan bagi tujuan instruksional. Dengan mempelajari teknologi pendidikan, guru akan memilki pegangan yang lebih mantap dan pedoman yang lebih dapat dipercaya untuk memberi pengajaran yang efektif. Sikap ilmiah terhadap proses belajar mengajar akan memberi sikap yang lebih kritis terhadap cara mengajar dan mendorong untuk mencari cara yang lebih menjamin keberhasilannya. Dengan mendalami teknologi pendidikan, guru dapat meningkatkan profesinya sebagai guru dan meningkatkan keguruan menjadi suatu profesi dalam arti yang sebenarnya. Setelah mendalami diharapkan guru mampu menerapkannya dalam pembelajaran karena memiliki nilai yang sangat penting dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

Konsep dan prinsip teknologi pembelajaran sendiri dikembangkan dan diperkaya oleh ahli-ahli bidang Psikologi, seperti Bruner (1966), dan Gagne (1974), ahli Cybernetic seperti Landa (1976), dan Pask (1976), serta praktisi seperti Gilbert (1969), dan Horn (1969), serta lembaga-lembaga pendidikan yang memiliki ketertarikan atas pengembangan program pembelajaran. Walaupun teknologi pembelajaran termasuk masih prematur, akan tetapi usaha pengembangannya terus dilakukan secara kreatif dan teliti sehingga mampu memecahkan permasalahan yang muncul dalam pembelajaran, sampai kepada hal-hal mikro dalam tahapan tingkahlaku belajar peserta didik.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan fakta dan data di atas, muncul pertanyaan mendasar menyangkut posisi pentingnya teknologi pendidikan (pengajaran) dalam pembelajaran. Untuk menjawab persoalan tersebut, paper ini mencoba menghadirkan penerapan teknologi pendidikan sebagai langkah peningkatan mutu pembelajaran. Adapun masalah yang dirumuskan adalah sebagai berikut:

  1. Apa landasan psikologi dalam teknologi pendidikan ?
  2. Mengapa penerapan landasan psikologi menjadi penting dalam pengembangan teknologi pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pembelajaran ?

PEMBAHASAN

  1. PENGERTIAN PSIKOLOGI

Psikologi berasal dari kata Yunani “psyche” yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi berarti : “ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya”. Namun pengertian antara ilmu jiwa dan psikologi sebenarnya berbeda atau tidak sama  (menurut Gerungan dalam Khodijah : 2006) karena :

¨      Ilmu jiwa adalah : ilmu jiwa secara luas termasuk khalayan dan spekulasi tentang jiwa itu.

¨      Ilmu psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metode-metode ilmiah

Beberapa definisi tentang psikologi yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain :

  1. Willhelm Wundt (dalam Khodijah, 2006) menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu tentang kesadaran manusia (the science of human consciouness). Definisi ini sangat membatasi tentang garapan psikologi karena tidur dan mimpi dianggap bukan sebagai kajian psikologi.
  2. Woodworth dan Marquis (dalam Khodijah, 2006) menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu tentang aktivitas-aktivitas individu mencakup aktivitas motorik, kognitif, maupun emosional.
  3. Branca (dalam Khodijah, 2006) dalam bukunya yang berjudul Psychology The Science of Behavior, mendefinisikan psikologi sebagai ilmu tentang perilaku.
  4. Sartain dkk (dalam Khodijah, 2006) menyatakan bahwa psikologi merupakan ilmu tentang perilaku manusia.
  5. Knight dan Knight (dalam Khodijah, 2006) menyatakan bahwa psikologi dapat didefinisikan sebagai suatu study sistematis tentang pengalaman dan perilaku manusia dan hewan, normal dan abnormal, individu dan social.
  6. Morgan dkk (dalam Khodijah, 2006) menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu tentang perilaku manusia dan hewan, namun penerapan ilmu tersebut pada manusia (the science of human and animal behavior; it includes the application of this science to human problems).

Dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu yang memepelajari gejala kejiwaan yang ditampakkan dalam bentuk perilaku baik manusia ataupun hewan yang pemanfaatannya untuk kepentingan manusia ataupun aktivitas-aktivitas individu baik yang disadari ataupun yang tidak disadari yang diperoleh melalui suatu proses atau langkah-langkah ilmiah tertentu.

  1. CABANG – CABANG PSIKOLOGI

Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses pengembangan teknologi pendidikan, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan teknologi pendidikan. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan teknologi pendidikan.

Oleh sebab  itu, dalam pengembangan teknologi pendidikan yang senantiasa berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik, maka landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam proses pengembangan teknologi pendidikan. Perkembangan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh melalui proses belajar. Guru sebagai pendidik harus mengupayakan cara/metode yang lebih baik untuk melaksanakan proses pembelajaran guna mendapatkan hasil yang optimal, dalam hal ini proses pembelajaran mutlak diperlukan pemikiran yang mendalam dengan memperhatikan psikologi belajar

  1. BEBERAPA TEORI DALAM PSIKOLOGI YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN.

Pembelajaran pada hakekatnya mempersiapkan peserta didik untuk dapat menampilkan tingkah laku hasil belajar dalam kondisi yang nyata, atau untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Untuk itu, pengembang program pembelajaran selalu menggunakan teknik analisis kebutuhan belajar untuk memperoleh informasi mengenai kemampuan yang diperlukan peserta didik. Bahkan setelah peserta didik menyelesaikan kegiatan belajar selalu dilakukan analisis umpan balik untuk melihat kesesuaian hasil belajar dengan kebutuhan belajar. Menurut Lumsdaine (dalam Miarso 2009), ilmu perilaku merupakan ilmu yang utama dalam perkembangan teknologi pendidikan terutama ilmu tentang psikologi belajar, sedangkan menurut Deterline (dalam miarso 2009) berpendapat bahwa teknologi pembelajaran merupakan pengembangan ataupun aplikasi dari teknologi perilaku yang digunakan untuk menghasilkan suatu perubahan perilaku tertentu dari pebelajar secara sitematis guna pencapaian ketuntasan hasil belajar itu sendiri. Sedangkan Harless (1968) menyebutnya dengan “front-end analysis”, sedangkan Mager dan Pape (1970) menyebutnya “performance problem analysis”. Dan Romizwoski (1986) mengistilahkan kegitan tersebut sebagai “performance technology”. Belajar berkaitan dengan perkembangan psikologis peserta didik, pengalaman yang perlu diperoleh, kemampuan yang harus dipelajari, cara atau teknik belajar, lingkungan yang perlu menciptakan kondisi yang kondusif, sarana dan fasilitas yang mendukung, dan berbagai faktor eksternal lainnya. Untuk itu, Malcolm Warren (1978) mengungkapkan bahwa diperlukan teknologi untuk mengelola secara efektif pengorganisasian berbagai sumber manusiawi. Romizowski (1986) menyebutnya dengan “Human resources management technology”. Penanganan berbagai pihak yang diperlukan dan memiliki perhatian terhadap pengembangan program belajar dan penyelenggaraan kegiatan pembelajaran memerlukan satu teknik tertentu yang dapat mengkoordinir dan mengakomodasikannya sesuai dengan potensi dan keahlian masing-masing.

Kajian ahli-ahli psikologi dan sosial psikologi dalam pendidikan berlangsung selama masa dan pasca perang dunia ke II, terutama menjadi fokus kajian di lingkungan pengajaran militer (Lange, 1969). Hasil kajiannya membawa pengaruh terhadap penyelenggaraan pembelajaran, terutama dalam menetapkan tujuan pengajaran, memahami peserta didik, pemilihan metode mengajar, pemilihan sumber belajar, dan penilaian. Kemudian berkembang beberapa kajian yang berkaitan dengan hubungan antara media audiovisual dengan pembelajaran yang difokuskan pada persepsi peserta didik, penyajian pesan, dan pengembangan model pembelajaran. Studi masa itu kebanyakan diwarnai oleh aliran psikologi behavior, sebagai contoh operant behavioral conditioning yang ditemukan BF Skinner (1953). Teori belajar dan psikologi behavior ini mempengaruhi teknologi pendidikan pada masa itu dalam tiga hal, yaitu:

  1. pengembangan dan penggunaan teaching machine dan program pembelajaran;
  2. spesifikasi tujuan pendidikan ke arah behavioral objectives; dan
  3. pencocokan konsep operant conditioning dengan konsep model komunikasi (Ely, 1963).

Dalam dunia pendidikan begitu banyak teori tingkah laku diantaranya yang sangat dikenal adalah teori “Classical Conditioning” dari Ivan Pavlov, “Connectionism: dari E. L. Thorndike, “Hypothetic Deductive” dari Clark L. Hull dan “Operant Conditioning” dari BF. Skinner

1. Classical Conditioning (Ivan Pavlov)

Teori tingkah laku diawali oleh Ivan Pavlov dalam tahun-tahun akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 dengan teorinya “Classical Conditioning” yang menyatakan bahwa stimulus baru dapat dibuat untuk menimbulkan refleks tertentu. Dalam penelitiannya yang dilakukan pada seekor anjing, ia memperhatikan perubahan tingkah laku pada waktu tertentu. Dalam ekperimennya, menunjukkan bagaimana belajar dapat mempengaruhi perilaku yang selama ini disangka refleksif dan tidak dapat dikendalikan.

2. Connectionism (E. L. Thorndike)

Dalam studi Thorndike, ia memandang perilaku sebagai suatu respons terhadap stimulus-stimulus dan lingkungan, artinya stimulus-stimulus dapat memberikan respons sehingga teorinya dikenal dengan teori S-R (Stimulus-Respons). Thorndike menghubungkan perilaku pada rekleks-refleks fisik, sehingga ia menyatakan bahwa perilaku ditentukan secara refleksif oleh stimulus yang ada dan lingkungan, dan bukan oleh pikiran yang sadar atau tidak sadar. Dalam eksperimennya yang dilakukan pada kucing yang dimasukkan kedalam kotak. Dari eksperimennya mengembangkan tiga hukumnya, yaitu : “Law of Effect” yang menyatakan “prnsip senang tidak senang. Suatu respon akan diperkuat apabila diikuti oelh suatu perasaan senang terhadap sesuatu, dan respon akan diperlemah jika diikuti oleh suatu rasa tidak senang”, “Law of Exercise” yang menyatakan bahwa “semakin sering suatu respon yang berasal dari suatu stimulus tertentu maka akan semakin besar kemungkinan respon tersebut untuk dicamkan atau diingat dalam suatu long term memory” dan  “Law of Readiness” yang menyatakan bahwa “perkembangan system syaraf akan menyebabkan unit perilaku tertentu akan lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan unit perilaku yang lainnya dengan kata lain pembelajaran yang diberikan kepada siswa disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik”.

Sedangkan menurut Saettler peranan ataupun kontribusi yang cukup besar oleh Thorndike dalam Teknologi Pembelajaran adalah dengan rumusannya tentang prinsip-prinsip 1) aktivitas diri, 2) minat / motivasi, 3) kesiapan mental, 4) individualisasi dan 5) sosialisasi.

Adapun contoh penerapan teori Thorndike adalah Apabila hal yang dipelajari kemudian mempunyai banyak persamaan dengan hal yang dipelajari terdahulu, maka akan terjaid transfer yang positif di mana hal yangbaru itu tidak akan terlalu sulit dipelajari. Misalnya orang yang sudah pernah belajar menunggang kuda, tidak akan terlalu sulit belajar mengemudikan kereta berkuda. Sebaliknya, kalau antara hal yang dipelajari kemudian dan hal yang dipelajari terdahulu terdapat banyak perbedaan, maka akan sulitlah mempelajari hal yang kemudian itu, dan di sini terjadi transfer yang negatif. Misalnya, seorang yang sudah biasa menulis dengan tangan kiri, karena menulis dengan tangan kiri sama sekali lain caranya daripada menulis dengan tangan kanan.

3. B. F. Skinner

B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik. Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan.

Menajemen Kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant ( penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.

Asas-asas Skinner tentang kondisioning operan memberikan  pengaruh baru pada studi dan analisa tingkah laku. Landasan bagi asas-asas Skinner tantang kondisioning operan adalah kepercayaannya tentang sifat hakekat ilmu perilaku dan cirri-ciri tingkah laku hasil belajar. Sehingga ia mendefinisikan belajar itu merupakan tingkah laku dimana ketika subjek belajar, responnya meningkat dan bila terjadi sebaliknya responnya menurun.

Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulu-respon akan semakin kuat bila diberi penguatan.
Jenis Penguatan: Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang. Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dan sebagainya). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dan lain lain).

Beberapa prinsip belajar Skinner antara lain:

  1. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
  2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
  3. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
  4. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
  5. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
  6. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya. Hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio reinforcer.
  7. Dalam pembelajaran, digunakan shaping.

Kelebihan dan Kekurangan Teori Skinner

  1. Kelebihan

Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan.

2. Kekurangan

Tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning, tugas guru akan menjadi semakin berat.

Beberapa Kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada siswa.

Selain itu kesalahan dalam reinforcement positif juga terjadi didalam situasi pendidikan seperti penggunaan rangking Juara di kelas yang mengharuskan anak menguasai semua mata pelajaran. Sebaliknya setiap anak diberi penguatan sesuai dengan kemampuan yang diperlihatkan sehingga dalam satu kelas terdapat banyak penghargaan sesuai dengan prestasi yang ditunjukkan para siswa: misalnya penghargaan di bidang bahasa, matematika, fisika, menyanyi, menari atau olahraga.

Teori dan prinsip Skinner ini diaplikasikan dalam bentuk “mesin pengajar”  (teaching machine ) Skinner mengungkapkan bahwa teaching machine sangat mendasar dalam proses pembelajaran, terutama dalam memperkuat (reinforcement) pembelajaran. Menurutnya bahwa teaching machine adalah instrumen yang simpel dan menyatu dengan usaha penguatan pembelajaran, sehingga peserta didik dapat memperkuat perolehan pengalaman belajarnya. Prinsip Teaching Mesin ini hingga sekarang masih banyak dipakai dalam membuat Pembelajaran Berbantuan Komputer (PBK) atau  Computer Assisted Instruction (CAI). Konsep reinforcement dalam pengajaran ini banyak diwarnai oleh hukum operant conditioning yang mengikuti Thorndike’s law effect.

Menurut Skinner untuk mengendalikan belajar pada manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan pembelajaran dan Mastery Learning diperlukan bantuan peralatan, yang akan bertindak selaku mekanisme penguatan supaya stimulus yang diberikan kepada pembelajar dapat bertahan dalam waktu yang lama dan dapat lebih mudah diterima dan dipahami.

Keterkaitan teori belajar ini terus dikaji oleh para ahli teknologi pendidikan, sehingga tidak hanya psikologi behavior saja yang memiliki kontribusi terhadap teknologi pendidikan akan tetapi bergeser ke arah psikologi kognitif sebagaimana dikembangkan oleh Robert M Gagne (The Conditions of Learning and theory of instruction, 1916).

Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 18961980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata (skema) tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:

  • Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
  • Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
  • Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
  • Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)

Kedudukan teori belajar dijadikan sumber inspirasi di dalam pengembangan model pembelajaran, terutama di dalam penetapan tingkah laku yang harus dikuasai peserta didik, karakteristik peserta didik, kondisi-kondisi pembelajaran yang harus dirancang, beserta berbagai fasilitas belajar yang dapat memperkuat pengalaman belajar peserta didik.

Teknologi Pembelajaran merupakan gabungan dari tiga aliran yang saling berkepentingan, yaitu media dalam pendidikan, psikologi pembelajaran dan pendekatan sistem dalam pendidikan.

Adalah Edgar Dale dan James Finn merupakan dua tokoh yang berjasa dalam pengembangan Teknologi Pembelajaran modern. Edgar Dale mengemukakan tentang Kerucut Pengalaman (Cone of Experience)  sebagaimana tampak dalam gambar 1 berikut ini :

Gambar 1. Kerucut Pengalaman Dale

(dalam http://hassansitam.net/tekpembelajaran.doc)

Dari gambar tersebut dapat kita lihat rentangan tingkat pengalaman  dari yang bersifat langsung hingga ke pengalaman melalui simbol-simbol komunikasi, yang merentang dari yang bersifat kongkrit ke abstrak, dan tentunya memberikan implikasi tertentu terhadap pemilihan metode dan bahan pembelajaran, khususnya dalam pengembangan Teknologi Pembelajaran.

Pemikiran Edgar Dale tentang Kerucut Pengalaman (Cone of Experience) ini merupakan upaya awal untuk memberikan alasan atau dasar tentang keterkaitan antara teori belajar dengan komunikasi audiovisual. Kerucut Pengalaman Dale telah menyatukan teori pendidikan John Dewey (salah satu tokoh aliran progresivisme)  dengan gagasan – gagasan dalam bidang psikologi yang tengah populer pada masa itu.

Sedangkan, James Finn  seorang mahasiswa tingkat doktoral dari Edgar Dale berjasa dalam mengusulkan bidang komunikasi audio-visual menjadi Teknologi Pembelajaran yang kemudian berkembang hingga saat ini menjadi suatu profesi tersendiri, dengan didukung oleh penelitian, teori dan teknik tersendiri. Gagasan Finn mengenai terintegrasinya sistem dan proses mampu mencakup dan memperluas gagasan Edgar Dale tentang keterkaitan antara bahan dengan proses pembelajaran.

KESIMPULAN

Psikologi adalah ilmu yang memepelajari gejala kejiwaan yang ditampakkan dalam bentuk perilaku baik manusia ataupun hewan yang pemanfaatannya untuk kepentingan manusia ataupun aktivitas-aktivitas individu baik yang disadari ataupun yang tidak disadari yang diperoleh melalui suatu proses atau langkah-langkah ilmiah tertentu.

Ilmu psikologi itu sendiri juga berkembang dalam dua cabang, antara lain sebagai berikut:

  1. Psikologi umum: mempelajari gejala psikis pada manusia seperti motivasi, intelegensi, minat dan sebagainya.
  2. Psikologi terapan: mempelajari gejala psikis manusia menurut aspek-aspek tertentu sesuai dengan tujuannya. Psikologi terapan meliputi psikologi pendidikan, psikologi belajar, psikologi komunikasi dan sebagainya.

Beberapa teori psikologi yang mempengaruhi langsung penerapan Teknologi Pendidikan:

  1. Tingkah laku yang diperkuat lebih besar kemungkinannya untuk muncul kembali
  2. Penguatan yang positif cenderung lebih berhasil dari yang negatif
  3. Mengulang segera sesudah mempelajari sesuatu, mengurangi kemungkinan untuk melupakan
  4. Belajar lebih sering terjadi bila tugas yang diberikan berarti bagi subyek, serta dalam batas kemampuannya
  5. Pemberian bantuan yang terlalu banyak menyebabkan berkembangnya rasa tidak mampu, dll.

Aplikasi Psikologi Pendidikan dalam Teknologi Pendidikan adalah yang menyangkut dengan aspek-aspek perilaku dalam ruang lingkup belajar mengajar. Secara psikologis, manusia adalah mahluk individual namun juga sebagai makhluk social dengan kata lain manusia itu sebagai makhluk yang unik. Maka dari itu kajian psikologi pendidikan dalam Teknologi pendidikan seharusnya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaan serta karakteristik-karakteristik individu lainnya.  Dan strategi belajar seperti itu terdapat dalam kajian ilmu Teknologi Pendidikan.

Di dalam Teknologi Pendidikan diajarkan tentang berbagai teori seperti behavioristik dan kognitif. behavioristik sendiri untuk mengetahui sejauh mana respon atau rangsang yang di alami oleh objek. Maka dari pada itu rangsangan awal tidak boleh hilang, dan harus diteruskan dengan rangsangan yang dapat membuat si objek merespon. Untuk merangsang si objek agar mau belajar, maka dibutuhkanlah ilmu psikologi pendidikan. Begitu juga Dengan adanya teori kognitif, kita dapat mengetahui keadaan psikis si objek, perasaan objek yang mempengaruhi bagaimana dan apa yang ia pelajari. Karena pada dasarnya, teori kognitif  lebih memfokuskan pada proses belajar untuk mengerti dunia yang membutuhkan psikologi yang kuat.

Intinya bahwa pengaplikasian psikologi pendidikan terhadap teknologi pendidikan sangat erat karena dalam membuat strategi belajar dan untuk mengetahui tehnik belajar yang baik maka terlabih dahulu kita harus mengerti ilmu jiwa, dalam hal ini adalah psikologi pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Dirgagunarsa, Singgih, 1983. Pengantar Psikologi. Jakarta : Mutiara

Khodijah, Nyayu, 2006. Psikologi Belajar. Palembang : IAIN Raden Fatah Palembang

Miarso, Yusufhadi, 2009. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan.Jakarta : Kencana

Pidarta, Made, 1997. Landasan Kependidikan. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Prawiradilaga, Dewi Salma dan  Eveline Siregar. 2008. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana

http://bambangriyantomath.wordpress.com/2009/05/29/teori-asosiasi-thondike-dan-penguatan-skinner/

http://damsku88.wordpress.com Konsep Dasar Teknologi Pendidikan

http://edwi.dosen.upnyk.ac.id/PSISOS.1.doc Pengertian Psikologi

http://e-majalah.com/ishak1108.html RANCANG BANGUN KONSEP TEKNOLOGI PENDIDIKAN

http://fisikaumm.blogspot.com/2009/01/teori-belajar-behavioristik.html

http://hassansitam.net/tekpembelajaran.doc Latar Belakang Sejarah Dan Definisi Teknologi Pembelajaran

http://ilmu-psikologi.blogspot.com/2009/05/pengertian-psikologi-pendidikan.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif

http://inayah-setiani-uin-bi-2b.blogspot.com/2008/04/teori-thorndike.html

http://junaedi2008.blogspot.com/2009/01/landasan-psikologi-pendidikan.html

http://laisalax.multiply.com/journal/item/13. Aplikasi Psikologi Pendidikan Pada Teknologi Pendidikan.

http://paisnews.blogspot.com/2009/04/pentingnya-teknologi-dalam-pembelajaran.html

http://t-goeh.blogspot.com/2008/03/teori-belajar-menurut-bf-skinner.html

http://www.blogger.com/feeds/208627639063949654/posts/default

http://www.ghina.0fees.net/index.php?option=com_content&view=article&id=46&Itemid=59

hhttp://www.stainbukittinggi.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=61:pengembangan-kompetensi-siswa&catid=34:tulisan-ilmiah&Itemid=37

ttp://www.teknologi-pembelajaran.co.cc. pengertian-teknologi-pendidikan-tidak.html

http://www.teknologi-pembelajaran.co.cc/2009/09/edward-lee-thorndike.html

http://zulherman12.blogspot.com/2008_12_01_archive.html Teori Behaviorisme

Sumber : http://amrull4h99.wordpress.com/2009/12/24/landasan-psikologi-pendidikan/

LANDASAN PSIKOLOGI

Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Dalam perkembangan jiwa dan jasmani inilah seyogianya anak-anak belajar, sebab pada masa ini mereka peka untuk belajar.

A. Psikologi Perkembangan

Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan : (Nana Syaodih, 1988)

1. Pendekatan pentahapan.

Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu, yang setiap tahap memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda.

2. Pendekatan diferensial.

Pendekatan ini memandang individu-individu itu memiliki kesamaan kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu orang-orang membuat kelompok-kelompok.

3. Pendekatan ipsatif.

Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap individu. Pendekatan pentahapan ada dua macam yaitu bersifat menyeluruh dan bersifat khusus. Yang menyeluruh akan mencakup segala aspek perkembangan sebagai faktor yang diperhitungkan dalam menyusun tahap-tahap perkembangan. Sedangkan yang bersifat khusus hanya mempertimbangkan faktor tertentu saja sebagai dasar menyusun perkembangan anak.

Menurut Crijns (tt.) periode atau tahap perkembangan manusia secara umum adalah sebagai berikut :

1. Umur 0 – 2 tahun disebut masa bayi, yang sebagian besar hidupnya tidur, memandang, mendengarkan, kemudian belajar merangkak, dan berbicara.

2. Umur 2 – 4 tahun disebut masa kanak-kanak. Pada masa ini, pengamatan mulai bisa melihat struktur, permainan bersifat fantasi, mengalami masa egosentris.

3. Umur 5 – 8 tahun disebut masa dongeng. Pada masa ini, mulai sadar akan dirinya sebagai seseorang yang mempunyai kedudukan tersendiri, mulai bisa bermain bersama dan melakukan tindakan-tindakan yang konstruktif, kesadaran akan lingkungan mulai muncul namun objektivitas ini masih dipengaruhi oleh subjektivitasnya.

4. Umur 9 – 13 tahun disebut masa Robinson Crusoe. Dalam masa ini mulai berkembang pemikiran kritis, nafsu persaingan, minat-minat, dan bakat, Ingin mengetahui segala sesuatu secara mendalam, suka bertanya, dan menyelidiki, hidup berkelompok-kelompok, dan memainkan peranan-peranan nyata seperti di masyarakat.

5. Umur 13 tahun disebut masa pubertas pendahuluan. Pada masa ini mulai tertuju ke dalam dirinya sendiri, mulai belajar bersolek, suka menyendiri, melamun, dan segan olah raga, gelisah, cepat tersinggung, suka marah-marah, keras kepala, acuh tak acuh, dan senang bermusuhan. Terhadap jenis kelamin lain, ingin sama-sama tahu, tetapi masih canggung.

6. Umur 14 – 18 tahun disebut masa puber. Pada masa ini mulai sadar akan pribadinya sebagai seorang yang bertanggung jawab, mulai tahu bahwa setiap orang punya arah dan jalan hidup sendiri-sendiri, mulai mengoreksi diri sendiri. Ini merupakan periode pembentukan cita.

7. Umur 19 – 21 tahun disebut masa adolesen. Pada masa ini mulai menemui keseimbangan, punya rencana hidup tertentu dengan nilai-nilai yang sudah dipastikannya. Namum belum berpengalaman, maka timbullah sikap radikal.

8. Umur 21 tahu keatas disebut masa dewasa. Pada masa ini mulai insaf bahwa pekerjaan manusia tidak mudah dan selalu ada cacatnya, dan mulai berhati-hati.

Periode perkembangan tersebut di atas adalah merupakan periode secara umum. Artinya ada saja perkembangan anak atau remaja yang menyimpang dari perkembangan umum itu.

Psikologi perkembangan menurut Rouseau, yaitu :

1. Masa bayi dari 0 – 2 tahun yang sebagian besar merupakan perkembangan fisik.

2. Masa anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru seperti hidup manusia primitif.

3. Masa pubertas dari 12 – 15 tahun, ditandai dengan perkembangan pikiran dan kemauan untuk berpetualang.

4. Masa adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbunhan seksual menonjol, sosial, kata hati, moral dan sudah mulai belajar berbudaya.

Sementara itu Stanley Hall penganut teori evolusi dan teori rekapitulasi membagi masa perkembangan anak sebagai berikut : (Nana Syaodih, 1988)

1. Masa kanak-kanak ialah umur 0 – 4 tahun sebagai masa kehidupan binatang.

2. Masa anak ialah umur 4 – 8 tahun merupakan masa sebagai manusia pemburu.

3. Masa muda ialah umur 8 – 12 tahun sebagai manusia belum berbudaya.

4. Masa adolesen ialah umur 12 – dewasa merupakan manusia berbudaya.

Havinghurst menyusun fase-fase perkembangan sebagai berikut : (mulyani, 1988)

1. Tugas perkembangan masa kanak-kanak :

Belajar berkata, makan makanan padat, berjalan, mengendalikan gerakan badan, mempelajari peran jenis kelaminnya sendiri, stabilitas fisiologi, membentuk konsep sederhana tentang sosial dan fisik, belajar menghubungkan diri secara emosional dengan orang lain, serta belajar membedakan yang benar dengan yang salah.

2. Tugas perkembangan masa anak :

Belajar keterampilan fisik, membentuk sikap diri sendiri, belajar bergaul secara rukun, mempelajari peran jenis kelamin sendiri, belajar keterampilan membaca, menulis, dan berhitung, mengembangkan konsep-konsep yang dibutuhkan dalam kehidupan, membentuk kata hati, moral, dan nilai, membuat kebebasan diri, dan mengembangkan sikap terhadap kelompok serta lembaga-lembaga sosial.

3. Tugas perkembangan masa remaja :

Membuat hubungan-hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya dari kedua jenis kelaminnya, menggunakan badan secara efektif, mendapatkan kebebasan diri dari ketergantungan pada orang lain, memilih dan menyiapkan jabatan, mendapatkan kebebasan ekonomi, mengadakan persiapan perkawinan dan kehidupan berkeluarga, mengembangkan keterampilan dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai warga negara yang baik, mengembangkan perilaku bertanggung jawab, dan memperoleh seperangkat nilai serta etika sebagai pedoman berprilaku.

4. Tugas perkembangan masa dewasa awal :

Memilih pasangan hidup, belajar hidup rukun bersuami istri, memulai kehidupan punya anak, belajar membimbing dan merawat anak, mengendalikan rumah tangga, melaksanakan suatu jabatan atau pekerjaan, belajar bertanggung jawab sebagai warga negara, dan berupaya mendapatkan kelompok sosial yang tepat serta menarik.

5. Tugas perkembangan masa setengah baya :

Bertanggung jawab sosial dan menjadi warga negara yang baik, membangun serta mempertahankan standar ekonomi, membina anak remaja agar menjadi orang dewasa bertanggung jawab serta bahagia, mengisi waktu senggang dengan kegiatan-kegiatan tertentu, membina hubungan suami istri sebagai pribadi, menerima serta menyesuaikan diri dengan perubahan fisik diri sendiri, dan menyesuaikan diri dengan pertambahan umur.

6. Tugas perkembangan orang tua :

Menyesuaikan diri dengan semakin menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan, menyesuaikan diri terhadap menurunnya pendapatan atau karena pensiun, menyesuaikan diri sebagai duda atau janda, menjalin hubungan dengan klub lanjut usia, memenuhi kewajiban sosial sebagai warga negara yang baik, dan membangun kehidupan fisik yang memuaskan.

Tugas-tugas yang harus dijalankan oleh setiap individu sepanjang hidupnya seperti tertera diatas, memberi kemudahan kepada para pendidik pada setiap jenjang dan tingkat pendidikan untuk :

1. Menentukan arah pendidikan.

2. Menentukan metode atau model belajar anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan tugas perkembangannya.

3. Menyiapkan materi pelajaran yang tepat.

4. Menyiapkan pengalaman belajar yang cocok dengan tugas perkembangan itu.

Konsep Jean Piaget memakai pendekatan pentahapan tetapi bersifat khusus yang menekankan tingkat-tingkat perkembangan khusus yaitu 4 kognisi: (Mulyani 1988, Nana Syaodih 1988, dan Callahan 1983).

1. Periode sensorimotor pada umur 0 – 2 tahun.

Kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak refleks. Reaksi intelektual hampir seluruhnya karena rangsangan langsung dari alat-alat indra. Punya kebiasaan memukul-mukul dan bermain-main dengan permainannya. Mulai dapat menyebutkan nama-nama objek tertentu.

2. Periode praoperasional pada umur 2 – 7 tahun.

Perkembangan bahasa anak ini sangat pesat. Peranan intuisi dalam memutuskan sesuatu masih besar, menyimpulkan hanya berdasarkan sebagian kecil yang diketahui. Analisis rasional belum berjalan.

3. Periode operasi konkret pada umur 7 – 11 tahun.

Mereka sudah bisa berpikir logis, sistematis, dan memecahkan masalah yang bersifat konkret, sudah mampu mengerjakan penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.

4. Periode operasi formal pada umur 11 – 15 tahun.

Anak-anak ini sudah dapat berpikir logis terhadap masalah baik yang konkret maupun yang abstrak. Dapat membentuk ide-ide dan masa depannya secara realistis.

Perkembangan kognisi menurut Bruner sebagai berikut, (Toeti Soekamto, 1994).

1. Tahap enaktif, anak melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya memahami lingkungan.

2. Tahap ikonik, anak memahami dunia melalui gambaran-gambaran dan visualisasi verbal.

3. Tahap simbolik, anak telah memiliki gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh bahasa dan logika.

Selanjutnya Bruner mengatakan bahwa perkembangan kognisi seseorang bisa dimajukan dengan jalan mengatur bahan pelajaran, antara lain dengan kurikulum spiral.

Lawrence Kohlberg mengembangkan teori moral kognisi atas dasar teori Piaget. Menurut dia ada tiga tingkat perkembangan moral kognisi, yang masing-masing tingkat ada dua tahap sebagai berikut : (McNeil 1977, dan Nana Syaodih 1988).

1. Tingkat Prekonvensional

a. Tahap orientasi kepatuhan dan hukuman.

b. Tahap orientasi egois yang naif.

2. Tingkat Konvensional

a. Tahap orientasi anak yang baik.

b. Tahap orientasi mempertahankan peraturan dan norma sosial.

3. Tingkat Post-Konvensional

a. Tahap orientasi kontak sosial yang legal.

b. Tahap orientasi prinsip etika universal.

Inilah tingkat-tingkat perkembangan moral anak atas dasar pemahamannya tentang moral itu sendiri.

Dalam aspek afeksi, Erikson mencoba menyusun perkembangannya sebagai berikut : (Mulyani, 1988).

1. Bersahabat vs menolak pada umur 0 – 1 tahun.

Bayi yang diasuh dengan kasih sayang dan kebutuhan-kebutuhan terpenuhi akan merasa bersahabat dengan orang-orang di sekitarnya. Sebaliknya bila dia disia-siakan dan kebutuhannya tak terpenuhi, maka ia akan menentang lingkungan.

2. Otonomi vs malu dan ragu-ragu pada umur 1 – 3 tahun.

Anak merasa memiliki otonomi dan kebanggaan. Ia merasa dapat mengendalikan otot-ototnya, mengendalikan diri dan lingkungan. Tetapi, bila orang tua terlalu memanjakan, timbul malu-malu dan keragu-r aguan anak itu tentang kemampuan.

3. Inisiatif vs perasaan bersalah pada umur 3 – 5 tahun.

Anak-anak pada masa ini banyak berinisiatif manakala diberi kesempatan lebih besar. Kalau mereka tidak diperlakukan seperti itu mereka akan merasa guilted (bersalah).

4. Perasaan produktif vs rendah diri pada umur 6 – 11 tahun.

Jika mereka dihargai dan diberi hadiah membuat peran produktif berkembang. Tetapi anak-anak yang bodoh cenderung punya perasaan rendah diri.

5. Identitas diri vs kebingungan pada umur 12 – 18 tahun.

Para remaja ini sudah mulai dapat mengidentifikasi dirinya berdasarkan pengalaman-pengalaman yang lampau. Perasaan dan keinginan-keinginan baru mulai tumbuh. Mereka juga sudah bisa berpikir jernih tentang hal-hal disekelilingnya.

6. Intim vs mengisolasi diri pada umur 19 – 25 tahun.

Orang-orang ini sudah bisa intim dalam suami istri dan mampu berbagi rasa pada orang lain. Dan bila tidak berhasil, ia akan mengisolasi diri.

7. Generasi vs kesenangan pribadi pada umur 25 – 45 tahun.

Orang tua atau orang seumur ini sudah mulai memikirkan generasi muda, masyarakat, dan dunia tempat generasi ini tinggal. Bila tidak, orang tua ini hanya mengejar kesenangan pribadi saja.

8. Integritas vs putus asa pada umur 45 tahun ke atas.

Integritas muncul kalau orang tua ini dapat membawa diri secara memuaskan dalam pergaulan anak-cucunya. Bila tidak, maka orang ini akan berputus asa.

Seperti halnya dengan perkembangan kognisi, perkembangan afeksi ini pun memberi kemudahan kepada para pendidik dalam mengembangkan afeksi anak-anak, juga dalam mempengaruhi afeksi orang dewasa dan orang yang sudah tua. Sehubungan dengan hal ini perlu dikemukakan simpulan Baller dan Charles sebagai berikut, (Mulyani, 1988).

1. Anak yang berasal dari keluarga yang memberi layanan baik akan bersikap ramah, luwes, bersahabat, dan mudah bergaul.

2. Anak yang dilahirkan pada keluarga yang menolak kelahiran itu, akan cenderung menimbulkan masalah, agresif, menentang orang tua, dan sulit diajak berbicara.

3. Anak yang diberikan pada keluarga yang acuh tak acuh pada anak, cenderung bersikap pasif dan kurang populer di luar rumah.

Gagne membahas perkembangan kemampuan belajar, sebagai berikut : (McNeil, 1977).

1. Multideskriminasi, yaitu belajar membedakan stimuli yang mirip, misalnya huruf b dengan d.

2. Belajar konsep, yaitu belajar membuat respon sederhana, seperti huruf hidup, huruf mati, dan sebagainya.

3. Belajar prinsip, yaitu mempelajari prinsip-prinsip atau aturan-aturan konsep.

4. Pemecahan masalah, yaitu belajar mengkombinasikan dua atau lebih prinsip untuk memperoleh sesuatu yang baru.

Pembahasan tentang psikologi perkembangan ini memberi petunjuk yang sangat berharga bagi para pendidik dalam mengoperasikan pendidikannya.

B. Psikologi Belajar

Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengkomunikasikannya kepada orang lain.

Ada sejumlah prinsip belajar menurut Gagne (1979) sebagai berikut :

1. Kontiguitas, memberikan situasi atau materi yang mirip dengan harapan pendidik tentang respon anak yang diharapkan, beberapa kali secara berturut-turut.

2. Pengulangan, situasi dan respon anak diulang-ulang atau dipraktekkan agar belajar lebih sempurna dan lebih lama diingat.

3. Penguatan, respon yang benar misalnya diberi hadiah untuk mempertahankan dan menguatkan respon itu.

4. Motifasi positif dan percaya diri dalam belajar.

5. Tersedia materi pelajaran yang lengkap untuk memancing aktivitas anak.

6. Ada upaya membangkitkan keterampilan intelektual untuk belajar, seperti apersepsi dalam mengajar.

7. Ada strategi yang tepat untuk mengaktifkan anak-anak dalam belajar.

8. Aspek-aspek jiwa anak harus dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam pengajaran.

Tiga butir pertama disebut Gagne sebagai faktor-faktor ekstern yang mempengaruhi hasil belajar, sedangkan sisanya adalah sebagai faktor intern. Ada sejumlah teori belajar secara sistematik adalah sebagai berikut : (Callahan, 1983, Nana Syaodih, 1988, dan Toeti Soekamto, 1994).

1. Teori belajar klasik :

a. Disiplin Mental Theistik

b. Disiplin Mental Humanistik

c. Naturalis atau aktualisasi diri

d. Apersepsi

2. Teori belajar modern ;

a. R-S Bond atau Asosiasi

b. Pengkondisian (kondisioning) Instrumental

c. Pengkondisian (kondisioning) Operan

d. Penguatan

e. Kognisi

f. Belajar bermakna

g. Insight atau Gestalt

h. Lapangan

i. Tanda (sign)

j. Fenomologi

Teori belajar modern diatas dapat pula dibagi dua kelompok, yaitu :

1. Behavioris yang mencakup nomor a sampai dengan d.

2. Kognisi yang mencakup nomor e sampai dengan j.

Teori belajar Disiplin Mental Theistik berasal dari Psikologi Daya atau Psikologi Fakulti. Menurut teori ini individu atau anak memiliki sejumlah daya mental (pikiran, ingatan, perhatian, kemampuan, keputusan, observasi, tanggapan) yang dapat ditingkatkan kemapuannya melalui latihan-latihan.

Teori belajar Disiplin Mental Humanistik bersumber dari Psikologi Humanistik Kalsik ciptaan Plato dan Aristoteles. Teori ini sama dengan Disiplin Mental Theistik, yaitu manakala daya itu dilatih, mereka akan semakin kuat, dan manakala sudah kuat, maka individu bersangkutan dengan mudah dapat memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Bedanya adalah teori diatas melatih bagian demi bagian daya, maka Disiplin Mental Humanistik menekankan keseluruhan sebagai potensi individu secara utuh.

Teori belajar Naturalis atau Aktualisasi Diri berpangkal dari Psikologi Naturalis Romantik yang dipimpin Rousseau. teori Naturalis memandang setiap anak memiliki sejumlah potensi yang juga harus dikembangkan, tetapi bukan oleh pendidik dengan cara melatih, melainkan oleh anak itu sendiri.

Teori belajar Apersepsi yang berasal dari Psikologi Struktur atau Herbatisme ciptaan Herbart. Psikologi ini memandang bahwa jiwa manusia merupakan struktur yang bisa berubah dan bertambah manakala orang yang bersangkutan belajar. Pertambahan ini didapat melalui asosiasi antara struktur yang sudah ada dengan hal-hal yang dipelajari.

Langkah-langkah belajar menurut Herbart adalah sebagai berikut :

1. Pendidik harus mengadakan persiapan dengan cermat.

2. Pendidikan harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga anak-anak merasa jelas memahami pelajaran itu, yang memudahkan asosiasi-asosiasi baru terbentuk.

3. Asosiasi-asosiasi baru terbentuk antara materi yang dipelajari dengan struktur jiwa atau apersepsi anak yang telah ada.

4. Mengadakan generalisasi, pada saat ini terbentuklah suatu struktur baru dalam jiwa anak.

5. Mengaplikasikan pengetahuan yang baru didapat agar struktur terbentuk semakin kuat.

Teori Psikologi Belajar Klasik, walaupun sudah tua, untuk hal-hal tertentu masih bisa dipakai. Teori Disiplin Mental misalnya masih bermanfaat dalam melatih anak-anak menguasai perkalian dibawah 100. dengan dilatih berkali-kali mereka akan hafal perkalian itu diluar kepala. Begitu pula halnya dengan latihan-latihan mengerjakan soal adalah memakai teori Belajar Disiplin Mental. Latihan-latihan ini menggunakan sejumlah soal yang sudah tentu ada kesamaan satu dengan yang lain untuk setiap jenisnya.

Sekarang mari kita teruskan pembahasan ini dengan teori-teori belajar modern. Teori Belajar R-S Bond atau Asosiasi yang dicetuskan oleh kelompok Behavioris, dengan tokohnya Thorndike. Teori ini disebut juga Psikologi Koneksionisme atau Asosiasinisme yang memandang belajar akan terjadi kalau ada kontak hubungan antara orang yang bersangkutan dengan benda-benda yang ada diluar. Ini yang dinamakan S-R Bond, yaitu S adalah Stimulus dari luar diri seseorang dan R adalah Respon orang yang bersangkutan, sedangkan Bond adalah hubungan atau asosiasi. Contohnya, anak-anak disuruh membaca oleh gurunya sebagai stimulus dan anak-anak membaca sebagai respon. Dengan melakukan kegiatan membaca berarti anak-anak sudah belajar serta mendapatkan pengetahuan.

Berkaitan dengan teori Belajar Asosiasi ini, Thorndike mencetuskan tiga hukum belajar sebagai berikut :

1. Hukum kesiapan, artinya semakin siap anak itu semakin mudah terbentuk hubungan antara stimulus dengan respon.

2. Hukum latihan atau pengulangan. Hubungan stimulus dengan respon akan terbentuk bila hubungan itu sering diulang atau dilatih berkali-kali.

3. Hukum dampak, maksudnya ialah hubungan antara stimulus dan respon akan terjadi bila hubungan itu memberikan dampak yang menyenangkan.

Teori belajar Pengkondisian Instrumental atau R-S Bond berawal dari teori belajar Pengkondisian Klasik, dengan tokohnya adalah Watson dan Thorndike. Belajar menurut mereka adalah masalah melekatkan atau menguatkan respon yang benar dan menyisihkan respon yang salah akibat pemberian hadiah dan tidak dihiraukannya konsekuensi respon yang salah. Contohnya, diatas meja belajar disiapkan permen yang enak, anak-anak tidak boleh mengambil permen itu sebelum mereka selesai belajar. Setelah berlangsung beberapa kali, maka kemudian hari tanpa permen pun anak-anak belajar dengan rajin.

Teori belajar Pengkondisian Operan diperkenalkan oleh Skiner. Kalau teori Pengkondisian Instrumental memberi kondisi sebelum respon, maka teori belajar Pengkondisian Operan memberikan kondisi sesudah terjadinya respon.

Teori belajar Penguatan atau Reinforcement lahir dari Psikologi Reinforcement yang dipimpin oleh Hull. Pada prinsipnya teori ini memberi penguatan pada respon-respon yang benar atau yang sesuai dengan har apan. Bila siswa mendapat skor tinggi, ia diberi pujian. Pujian, hadiah, dan penghargaan adalah merupakan penguatan-penguatan agar individu-individu bersangkutan tetap konsisten dengan tindakannya yang sudah baik itu, bila perlu bisa ditingkatkan lagi.

Dalam kaitannya dengan teori Penguatan ini, dikenal ada dua macam penguatan, yaitu :

1. Penguatan positif, ialah setiap stimulus yang dapat memantapkan respon pada Pengkondisian Instrumental dan setiap hadiah yang dapat memantapkan respon pada Pengkondisian Operan.

2. Penguatan negatif, ialah stimulus yang perlu dihilangkan untuk memantapkan respon yang terjadi. Misalnya tugas-tugas yang terlalu berat perlu dihilangkan agar siswa tetap rajin belajar.

Ada perbedaan antara penguatan positif dan negatif dengan hukuman. Penguatan adalah pemberian stimulus positif atau penghilangan stimulus negatif. Sementara itu hukuman adalah pemberian stimulus negatif atau penghilangan stimulus positif.

Pada hakikatnya, teori belajar Behaviorisme ini hanya ada dua yaitu teori Pengkondisian Instrumental dan teori Pengkondisian Operan. Teori-teori ini amat bermanfaat untuk mengembangkan tingkah laku yang nyata, tetapi untuk belajar memahami sesuatu terutama hal-hal yang rumit, memecahkan masalah, mengkreasikan sesuatu, dan sejenisnya cukup sulit melaksanakannya.

Kini mari kita beralih kepada teori-teori kognitivisme. Pertama adalah teori Kognisi ciptaan Bruner (Connell, 1974) yang menekankan pada cara individu mengorganisasikan apa yang telah ia alami dan pelajari. Sistem pengorganisasian ini merupakan kunci untuk memahami tingkah laku seseorang, merupakan alat untuk berpikir dan memecahkan masalah. Para siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep dan prinsip-prinsip serta kesempatan untuk mengembangkan pola dan teknik meneliti.

Kedua adalah teori Belajar Bermakna yang diciptakan oleh Ausubel. Agar belajar menjadi bermakna, maka materi baru haruslah bertalian dan sebagai bagian dari konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognisi. Proses menghubungkan informasi baru dengan elemen-elemen dalam struktur kognisi disebut subsumption atau menyatukan menjadi bagian dari struktur itu. Dalam pendidikan ditekankan ceramah yang terorganisir dengan baik, dengan cara ini ada keterkaitan konsep lama dengan konsep baru, dan dapat juga dipasangkan konsep yang berlawanan sehingga belajar menjadi bermakna.

Teori belajar Insight atau Gestalt (Callahan, 1983) memandang anak-anak telah memiliki sikap dan keterampilan yang kompleks dari hasil belajarnya. Anak-anak memandang situasi belajar sebagai satu kesatuan atau gestalt dan merespon terhadap keseluruhan itu merupakan suatu yang penting untuk memahaminya. Dalam hal ini belajar juga menggunakan insight atau pemahaman, suatu yang lepas dari kebingungan sehingga menemukan keteraturan dalam materi yang baru.

Dalam pendidikan, teori belajar Gestalt ini sering dicontohkan pada gambar muka manusia. Bila gambar muka manusia itu dilihat satu persatu, tidak akan mudah melihatnya sebagai muka manusia. Tetapi bila dilihat sebagai keseluruhan, maka dengan cepat kita akan mengatakan gambar muka manusia.

Teori lapangan atau Field dalam belajar dipelopori oleh Lewin (Callahan, 1983). Lewin mencoba menjelaskan perilaku manusia melalui cara mereka merespon terhadap faktor-faktor lingkungan, terutama lingkungan sosial. Belajar adalah usaha untuk menilai kembali dan mendapatkan kejelasan dari ruang kehidupan, sehingga ruang kehidupan berkembang.

Callahan (1983) melanjutkan teori lapangan dengan teori tanda atau sign dan teori fenomologi. Teori tanda dipeloporioleh Toman, yang mengatakan bahwa perilaku itu mengarah kepada tujuan. Belajar adalah suatu harapan bahwa stimulus akan diikuti oleh situasi yang jelas.

Teori belajar fenomologi diciptakan oleh Snygg dan Combs, yang memandang individu itu berada dalam keadaan dinamis yang stabil dan memiliki persepsi bersifat fenomologi.

C. PSIKOLOGI SOSIAL

Psikologi sosial adalah psikologi yang mempelajari psikologi seseorang di masyarakat, yang mengkombinasikan ciri-ciri pskologi dengan ilmu sosial untuk mempelajari pengaruh masyarakat dengan kondisi individu dan antarindividu (Hollander, 1981).

Pembentukan kesan pertama ditentukan oleh :

a. kepribadian orang yang diamati

b. perilaku orang tersebut

c. latar belakang situasi waktu mengamati persepsi diri sendiri bersumber dari perilaku kita yang overt dan persepsi kita terhadap lingkungan, serta banyak dipengaruhi oleh sikap dan perasaan.

Sikap muncul bisa secara alami dan dapat juga dengan pengkondisian serta dengan mempelajari sikap para tokoh.

Motivasi ditentukan oleh faktor-faktor :

1. minat dan kebutuhan individu.

2. persepsi terhadap tugas yang menantang

3. harapan sukses keintiman hubungan yang disebut penetrasi sosial akan terjadi manakala perilaku antarpribadi diikuti oleh perasaan subjektif.

Perilaku agresif disebabkan oleh :

a. insting berkelahi

b. gangguan dari pihak lain

c. putus asa

jenis-jenis perilaku agresif adalah :

a. agresif anti social, seperti memaki-maki

b. agresif proposial, seperti menembak teroris

c. agresif sanksi, seperti menampar orang yang melecehkannya.

Altruisme adalah hasil kasih sayang yang tidak mengharapkan balasan.

Kesepakatan atau kepatuhan memudahkan proses pembinaan dalam suatu kelompok. Ada sejumlah perbedaan kemampuan dan sifat antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Perbedaan ini di samping bersifat alami, juga karena pengalaman dan pendidikan. Peranan pemimpin cukup menentukan keberhasilan tugas-tugas kelompok.

D. KESIAPAN BELAJAR DAN ASPEK-ASPEK INDIVIDU

Kesiapan belajar secara umum adalah kemampuan seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari pengalaman yang ia temukan. Kesiapan belajar yang bersifat afektif dan kognitif perlu diperhatikan oleh pendidik agar materi yang dipelajari anak-anak dapat dipahami dan diinternalisasi dengan baik. Kesiapan afeksi harus dikembangkan dengan model pengembangan motivasi sedangkan kesiapan kognisi dipelajari dari tingkat-tingkat perkembangan kognisi mereka.

Fungsi jiwa dan tubuh atau aspek-aspek individu yang akan dikembangkan adalah sebagai berikut :

1. rohani

a. umum

1). agama

2). perasaan

3). kemauan

4). pikiran

b. sosial

1). kemasyarakatan

2). cinta tanah air

2. jasmani

a. keterampilan

b. kesehatan

c. keindahan tubuh kesembilan aspek individu harus diberi perhatian yang sama oleh pendidik serta dilayani secara berimbang.

Wujud perkembangan total atau berkembang seutuhnya memenuhi tiga kriteria, yaitu :

a. semua potensi berkembang secara proposional atau berimbang atau harmonis.

b. Potensi-potensi itu berkembang secara optimal

c. Potensi-potensi berkembang secara integratif.

E. Implikasi Konsep Pendidikan

Implikasinya kepada konsep pendidikan adalah sebagai berikut:

  1. Psikologi perkembangan yang bersifat umum, yang berorientasi pada afeksi, dan pada kognisi, semuanya memberi petunjuk pada pendidik bagaimana seharusnya ia menyiapkan dan mengorganisasi materi pendidikan serta bagaimana membina anak-anak mereka agar mau belajar dengan sukarela.
  2. Psikologi belajar

a. yang klasik

1) Disiplin mental bermanfaat untuk menghafal perkalian dan melatih soal-soal.

2) Naturalis/aktualisasi diri bermanfaat untuk pendidikan seumur hidup.

3) Behavior bermanfaat atau cocok untuk membentuk perilaku nyata.

4) Kognisi cocok untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang lebih rumit yang membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah dan, untuk berkreasi menciptakan sesuatu bentuk atau ide baru.

  1. Psikologi sosial

a. Persepsi diri atau konsep tentang diri sendiri ternyata bersumber dari perilaku yang overt dan persepsi kita terhadap lingkungan dan banyak dipengaruhi oleh sikap serta perasaan kita.

b. Pembentukan sikap bisa secara alami, dikondisi, dan meniru sikap para tokoh.

c. Sama halnya dengan sikap, motivasi anak-anak juga perlu dikembangkan pada saat yang memungkinkan melalui,

1) Pemenuhan minat kebutuhannya.

2) Tugas-tugas yang menantang.

3) Menanamkan harapan yang sukses dengan cara sering memberikan pengalaman sukses.

d. Hubungan yangintim diperlukan dalam proses konseling, pembimbingan, dan belajar dalam kelompok.

e. Pendidik perlu membendung perilaku agresif anti sosial, tetapi mengembangkan agresif prososial dan sanksi.

f. Pendidik perlu mengembangkan kemampuan memimpin dikalangan anak-anak.

  1. Kesiapan belajar yang bersifat afektif dan kognitif perlu diperhatikan oleh pendidik agar materi yang dipelajari anak-anak dapat dipahami dan diinternalisasi dengan baik.
  2. Kesembilan aspek individu harus diberi perhatian yang sama oleh pendidik dan dilayani secara berimbang.
  3. Wujud perkembangan total atau berkembang seutuhnya memenuhi 3 kriteria:

a. Semua potensi berkembang secara proporsional atau berimbang dan harmonis.

b. Potensi-potensi itu berkembang secara optimal.

c. Potensi-potensi berkembang secara integratif.

REFERENSI :

Pidarta, Made. 2007. LANDASAN KEPENDIDIKAN Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Cetakan pertama. Rineka Cipta : Jakarta

Sumber : http://retniparadesa.blogspot.com/2009/11/landasan-psikologi.html

9.     Landasan Teori dan Konsep Sistem

LANDASAN TEORI DAN KONSEP SISTEM ; STRATEGI PEMBELAJARAN DENGAN KONSEP DASAR POLA SISTEM BELAJAR MANDIRI*)


A.PENDAHULUAN
Teknologi pendidikan merupakan konsep yang kompleks. Ia dapat dikaji dari berbagai segi dan kepentingan. Kecuali itu teknologi pendidikan sebagai suatu bidang kajian ilmiah, senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang mendukung dan mempengaruhinya. Pada awal perkembangannya (sekitar 70 tahun yang lalu), teknologi pendidikan selalu dikaitkan dengan adanya peralatan terutama yang berupa ruparungu (audiovisual). Peralatan inipun hanya berfungsi sebagai alat bantu guru dalam mengajar. Perkembangan ini disebut sebagai paradigma pertama. Perkembangan berikutnya atau paradigma kedua bertolak dari pendekatan sistem dan teori komunikasi dalam kegiatan pendidikan. Paradigma ketiga bertolak dari pendekatan manajemen proses instruksional, dimana unsur-unsur yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda, dijalin secara integral. Paradigma keempat bertolak dari pendekatan ilmu perilaku, yaitu dengan memfokuskan perhatian kepada diri peserta didik agar mereka itu dapat dimungkinkan untuk be;ajar secara efektif dan efisien. Kemudian ini tercipta melalui suatu proses kompleks dan terpadu, serta dirancang dan dilaksanakan secara cermat.Paradigma baru atau paradigma kelima, merupakan perkembangan internal untuk lebih menegaskan indentitas teknologi pendidikan. Fokus teknologi pendidikan adalah memecahkan masalah belajar yang bertujuan, terarah dan terkendali.

Oleh karena itu istilah ”teknologi pendidikan” dipersempit menjadi ”teknologi pembelajaran”. Berdasarkan perkembangan paradigma yang terakhir ini, maka definisi teknologi pembelajaran adalah teori dan praktik dalam merancang, mengembangkan, memanfaatkan, mengelola, dan menilai proses dan sumber untuk belajar. Secara operasional teknologi pendidikan dapat dikatakan sebagai proses yang bersistem dalam membantu memecahkan masalah belajar pada manusia. Kegiatan yang bersistem mengandung dua arti, yaitu pertama yang sistemik atau beraturan, dan kedua yang sistemik atau beracuan pada konsep sistem. Kegiatan yang beraturan adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan yang dilakukan dengan langkah-langkah mengkaji kebutuhan itu sendiri terlebih dahulu, kemudian merumuskan tujuan, mengidentifikasikan kemungkinan pencapaian tujuan dengan mempertimbangkan kendala yang ada, menentukan kriteria pemilihan kemungkinan, memilih kemungkinan yang terbaik, mengembangkan dan menguji cobakan kemungkinan yang dipilih, melaksanakan hasil pengembangan dan mengevaluasi keseluruhan kegiatan maupun hasilnya. Pendekatan yang sistemik adalah yang memandang segala sesuatu sebagai sesuatu yang menyeluruuh (komprehensif) dengan segala komponen yang saling terintegrasi. Keseluruhan itu lebih bermakna dari sekadar penjumlahan komponen-komponen. Tiap komponen mempunyai fungsi sendiri, dan perubahan pada tiap komponen akan mempengaruhi komponen lain serta sistem sebagai keseluruhan. Pendekatan ini juga memperhatikan bahwa pendidikan sebagai suatu sistem terdiri dari berbagai lapis sistem: makro, meso dan mikro. Pendidikan di dalam kelas merupakan lapis terbawah atau terkecil atau suatu sistem mikro. Sedangkan pendidikan nasional merupakan sistem makro atau yang paling atas.Masalah belajar yang dipecahkan banyak ragamnya. Ada masalah dalam skala mikro, yaitu masalah yang dihadapi guru dalam satu kelas untuk mata pelajaran tertentu, dan ada masalah makro, yaitu masalah pendidikan nasional, misalnnya ketersediaan kesempatan belajar pada jenjang pendidikan lanjut. Pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain. Usaha ini dapat dilakukan oleh seseorang atau suatu tim yang memiliki kemampuan dan kompetensi dalam merancang dan atau mengembangkan sumber belajar yang diperlukan. Pengertian ini dibedakan dengan pengajaran yang telah terlanjur mengandung arti sebagai penyajian bahan ajaran yang dilakukan oleh seseorang pengajar. Pembelajaran tidak harus diberikan oleh pengajar, karena kegiatan itu dapat dilakukan oleh perancang dan pengembang sumber belajar, misalnya seorang teknolog pembelajaran atau suatu tim terdiri dari ahli media dan ahli materi ajaran tertentu. Keberhasilan proses belajar mengajar dapat terjadi dari upaya berbagai komponen dan salah satunya adalah strategi pembelajaran, yang menjadi salah satu bahan kajian dalam teknologi pendidikan. Semua bentuk teknologi adalah sistem yang diciptakan manusia untuk sesuatu tujuan tertentu, yang pada intinya adalah mempermudah manusia dalam memperingan usahanya, meningkatkan hasilnya, dan menghemat tenaga serta sumber daya yang ada. Setiap teknologi, tidak terkecuali teknologi pendidikan, merupakan proses untuk menghasilkan nilai tambah, sebagai produk atau piranti untuk dapat digunakan dalam aneka keperluan, dan sebagai sistem yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berkaitan untuk suatu tujuan tertentu. Melihat penjelasan diatas untuk itu penulis mengakat tema ”Strategi Pembelajaran dengan Konsep Dasar Pola Sistem Belajar Mandiri”. Dengan tujuan penulisan untuk mengetetahui strategi pembelajaran dengan Konsep Dasar Pola Sistem Belajar Mandiri.

B.PEMBAHASAN
Dalam konsep teknologi pendidikan, dibedakan istilah pembelajaran (instruction) dan pengajaran (teaching). Pembelajaran, disebut juga kegiatan pembelajaran instruksional, adalah usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif tertentu dalam kondisi tertentu. Sedangkan pengajaran adalah usaha membimbing dan mengarahkan pengalaman belajar kepada peserta didik yang biasanya berlangsung dalam situasi resmi atau formal. Reigeluth dan Merrill (1983) berpendapat bahwa pembelajaran sebaiknya didasarkan pada teori pembelajaran yang bersifat preskiptif, yaitu teori yang memberikan ”resep” untuk mengatasi masalah belajar. Teori pembelajarn yang prespektif itu harus memerhatikan tiga variabel, yaitu variabel kondisi, metode, dan hasil.2) Kerangka teori instruksional itu dapat digambarkan sebagai berikut : Kondisi Karakteristik Pelajaran Karakteristik Siswa Pembelajaran Tujuan Hambatan [Photo] [Photo] [Photo] Metode Pengorganisasian Bahan Pelajaran Strategi Penyampaian Pengelolaan Kegiatan Pembelajaran [Photo][Photo] [Photo][Photo] [Photo] Hasil Pembalajaran Efektivitas, efisiensi, dan daya tari pembelajaran Gambar 1. Kerangka Teori Pembelajaran (Diadaptasi dari Yusuf Hadi Miarso, 2007 : 529) Karakteristik siswa meliputi pola kehidupan sehari-hari, keadaan sosial ekonomi, kemampuan membaca, dan sebagainya. Karakteristik pelajaran meliputi tujuan apa yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut, dan apa hambatan untuk pencapaian itu. Misalnya saja kemampuan berbahasa Inggris yang umumnya lemah merupakan hambatan untuk mempelajari teks berbahasa Inggris. Pengorganisasiaan bahan pelajaran, meliputi antara lain bagaimana merancang bahan untuk keperluan belajar mandiri. Strategi penyampaian meliputi pertimbangan panggunaan media apa untuk menyajikan nya, siapa dan atau apa yang akan menyajikan, dan sebagainya. Sedang pengelolaan kegiatan meliputi keputusan untuk mengembangkan dan mengelola serta kapab dan bagaimana digunakannya bahan pelajaran dan strategi penyampaian. Berdasarkan kerangka teori itu setiap metode pembelajaran harus mengandung rumusan pengorganiasasian, bahan pelajaran, strategi penyampaian, dan pengelolaan kegiatan, dengan memerhatikan faktor tujuan belajar, hambatan belajar, karakteristik siswa, agar dapat diperoleh efektivitas, efisiensi, dan daya tarik pembelajaran. Cara-cara yang digunakan dalam pembelajaran disebut dengan berbagai macam istilah. Istilah yang paling sering disebut adalah “metode”. Namun istilah metode itu meliputi banyak pengertian dan dipakai untuk menunjukkan berbagai macam kegiatan yang maknanya berbeda-beda, hingga dapat menimbulkan kerancuan. Sebagai gantinya di pakai istilah strategi dan teknik pembelajaran. Strategi pembelajaran adalah pendekatan menyeluruh pembelajaran dalam suatu sistem pembelajaran, yang berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai tujuan umum pembelajaran, yang dijabarkan dari pandangan falsafah atau teori belajar tertentu. Sedangkan teknik pembelajaran merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran yang dipilih dan dilaksanakan oleh guru dengan jalan mengkombinasikan lima komponen sistem pembelajaran, yaitu yang terdiri atas orang, pesan, bahan, alat, dan lingkungan, agar tercapai tujuan belajar. Pemilihan Strategi Pembelajaran Strategi pembelajaran sebagai suatu pendekatan menyeluruh oleh Romiszowski (1981) dibedakan menjadi dua strategi dasar, yaitu ekpositori (penjelasan) dan diskoveri (penemuan). Kedua strategi itu dapat dipandang sebagai dua ujung yang berlawanan dalam suatu kontinum strategi. Diantara kedua ujung itu terdapat sejumlah strategi lain. Strategi ekspositori didasarkan pada teori pemrosesan informasi. Pada garis besarnya teori pemrosesan informasi (infoemation processing learning) menjelaskan proses belajar sebagai berikut : a. Pembelajar menerima informasi mengenai prinsip atau dalil yang dijelaskan dengan memberikan contoh b. Terjadi pemahaman pada diri pembelajar atas prinsip atau dalil yang diberikan c. Pembelajar menarik kesimpulan berdasarkan kepentingannya yang khusus d. Terbentuknya tindakan pada diri pembelajar, yang merupakan hasil pengolahan prinsip/dalil dalam situasi yang sebenarnya. Penerapan strategi ekspositori ini berlangsung sebagai berikut : a. Informasi disajikan kepada pembelajar b. Diberikan tes pengasaan, serta penyajian ulang bilamana dipendang perlu c. Diberikan kesempatan penerapan dalam bentu contoh soal, dengan jumla dan tingkat kesulitan yang bertambah d. Diberikan kesempatan penerapan uinformasi baru dalam situasi dan masalah yang sebenarnya Strategi diskoveri didasarkan pada teori pemrosesan pengalaman, atau disebut pula teori belajar berdasarkan pengalaman (experiential learning). Pada garis besarnya proses belajar menurut teori ini berlangsung sebagai berikut : a. Pembelajar bertindak dalam suatu peritiwa khusus b. Timbul pemahaman pada diri pembelajar atas peristiwa khusus itu c. Pembelajar menggeneralisasikan peristiwa khusus itu menjadi suatu prinsip yang umum d. Terbentuknya tindakan pembelajar yang sesuai dengan prinsip itu dalam situasi atau peristiwa baru. Penerapan strategi diskoveri ini berlangsung dengan langkah-langah berikut : a. Diberikan kesempatan kepada pembelajar untuk berbuat dan mengamati b. Diberikan tes tentang adanya hubungan sebab-akibat serta diberikan kesempatan ulang untuk berbuat bilamana dipeandang perlu c. Diusahakan terbentuknya prinsip umum dengan latihan pendalaman dan pengamatan tindakan lebih banya d. Diberikan kesempatan untuk penerapan informasi yang baru dipelajari dalam situasi yang sebenarnya.12) Startegi eskpositori erat kaitannya dengan pendekatan deduktif, danstrategi diskoveri dengan pendekatan induktif. Namun, meskipun secara konseptual strategi instruktional itu dapat dibedakan, dalam praktik sering digabungkan. Para pendidik cenderung lebih banyak menggunakan strategi ekspositori karena ditinjau dari pertimbangan waktu lebih hemat, dan lebih mudah dikelola. Pemilihan strategi pembelajaran didasarkan pada pertimbang berikut : Tujuan belajar : jenis dan jenjangIsi ajaran : sifat, kedalaman, dan banyaknyaPembelajar : latar belakang, motivasi, serta kondisi fisik dan mentalTenaga kependidikan : jumlah, kualifikasi, dan kompetensiWaktu : lama dan jadwalnya, sarana : yang dimanfaatkan, dan biaya

Unsur-Unsur Strategi Pembelajaran Setiap rumusan satrategi pembelajaran mengandung sejumlah unsur atau komponen. Kombinasi diantara unsur-unsur itu boleh sikatakan tidak terbatas. Unsur-unsur yang lazim terdapat dalam rumusan strategi pembelajaran adalah : a. Tujuan umum pembelajaran (sekarang lebih dikenal dengan nama standar kompetensi) yang ingin dicapai; misalnya meningkatnya minat baca, meningkatnya motivasi untuk belajar fisika. b. Teknik : berbagai macam cara yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan umum. Pada umumnya merupakan penggabungan dari beberapa teknik sekaligus, misalnya ceramah, mendongeng, simulasi, dan permainan . c. Pengorganisasian kegiatan belajar mengajar meliputi pengorganisaian siswa, guru dan tenaga kependidikan lainnya. d. Peritiwa pembelajaran, yaitu penahapan dalam melakasanakan proses pembelajaran termasuk usaha yang perlu dilakukan dalam tiap tahap, agar proses berhasil. Secara garis besar meliputi langkah-langkah ; persiapan, penyajian, pemantapan. e. Urutan belajar, yaitu penahapan isi ajaran yang diberikan agar lebih mudah dipahami. f. Penilaian, yaitu dasar dan alat (instrumen) yang digunakan untuk mengukur usaha atau hasil belajar. Untuk mengukur hasil belajar, ada dua macam patokan yang dapat dipakai, yaitu acuan norma kelompok, dan acuan tujuan. g. Pengelolaan kegiatan belajar/kelas, yaitu meliputi bagaimana pola pembelajaran diselenggarakan. Salah satu pengelolaannnya dalam bentu pola belajar mandiri. h. Tempat atau latar adalah lingkungan dimana proses belajar-mengajar berlangsung. Hal ini meliputi keadaan dan kondisinya, pengaturan tempat duduk, bentuk kursi, macam perlengkapan yang tersedia serta kaya atau miskinnya rangsangan yang tersedia. i. Waktu : jumlah dan saat/jadwal berlangsungnya proses belajar mengajar. Konsep Dasar Sistem Belajar Mandiri Konsep dasar sistem belajar mandiri adalah pengaturan program belajar yang diorganisasikan sedemikian rupa sehingga tiap peserta didik/pelajar dapat memilih dan atau menentukan bahan dan kemajuan belajar sendiri. Sistem belajar mandiri sebagai suatu sistem dapat dipandang sebagai struktur, proses, maupun produk. Sebagai suatu struktur maksudnnya ialah adanya suatu susunan dangan hiererki tertentu. Sebagai proses adalah adanyanya tata cara atau prosedur yang runtut. Sedangkan sebagai produk adalah adanya hasil atau wujud yang bermanfaat. Komponen Sistem Belajar Mandiri Komponen-komponen sistem belajar mandiri meliputi falsafah dan teori, kebutuhan, organisasi peserta, program, produksi, penyebaran, pemanfaatan, organisasi, tenaga, prasarana, sarana, bantuan dan pengawasan, kegiatan belajar, dan penilaian/penelitian. Semua komponen ini saling berkaitan dan terintegrasi dalam suatu kesatuan. Secara operasional pengertian sistem belajar mandiri dengan segala komponennya ini lebih merupakan suatu pola konseptual dan tindakan. Kerangka Teori Sistem Belajar Mandiri Sistem belajar mandiri adalah teori instruksional yang bersifat preskiptif, artinya teori yang memberikan ”resep” untuk mengatasi masalah. Kerangka teori ini mengandung tiga variabel, yaitu : kondisi, perlakuan, dan hasil. Salah satu landasan yang digunakan pada sistem belajar mandiri adalah model J.B Carroll (Wager, 1977) mengenai faktor waktu dalam keberhasilan belajar, yang diadaptasi sebagai berikut : Keberhasilan belajar = Waktu yang diperlukan Waktu yang digunakan Variabel waktu yang digunakan dapat dirinci lebih lanjut menjadi waktu yang diberikan dan kegigihan. Sedangkan variabel waktu yang digunakan terdiri atas kemampuan, kualitas instruksional, dan kemauan. Keberhasilan belajar = Waktu yang diberikan dan kegigihan Kemampuan, kualitas instruksional, kemauan Model tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : meningkatkan nilai pembilang (waktu yang diberikan dan kegigihan) akan meningkatkan waktu yang diperlukan, dan mengakibatkan meningkatnya keberhasilan belajar. Sedangkan meningkatnya nilai sebutan (kemampuan, kualitas instruksional, dan kemampuan) akan menurunkan waktu yang digunakan, dan karena itu akan meningkatkan keberhasilan belajar. Strategi Sistem Belajar Mandiri Strategi adalah pendekatan menyeluruh dalam pembelajaran, dan yang berupa pedoman umum dan kerangka yang dijabarkan dari pandangan falsafah dan teori tertentu. Strategi ini ditetapkan untuk mencapai tujuan umum. Penentuan strategi pada umumnya meliputi : a. Tujuan belajar, jenis dan jenjangnya b. Cara penyajiian bahan pelajaran c. Media yang digunakan d. Biaya yang diperlukan e. Waktu yang diberikan dan jadwalnya f. Prosedur kegiatan belajar g. Instrumen dan prosedur penilaian Penentuan strategi ini memberikan masukan kepada pengembangan materi, distribusi, dan kegiatan belajar. Bertolak dari dasar model Carroll maka variabel yang dapat dikontrol oleh penyelenggara sistem belajar mandiri adalah waktu yang diberikan dan kualitas instruksional. Waktu yang diberikan dapat ketat atau luwes. Kualitas instruksional dalam sistem belajar mandiri adalah kualitas bahan ajar itu yang kebanyakan berupa modul cetak atau paket bahan belajar. Kualitas intsruksional mengandung empat rujukan, yaitu kesesuaian, daya tarik, efektif dan efesien. Kesesuaian mengandung ciri, antara lain kesepadanan dengan karakteristik peserta, keserasian dengan aspirasi, dan keselarasan dengan tuntutan zaman. Daya tarik mengandung ciri kemudahan memperoleh dan mencerna, kemustarian (keteptsaatan) pesan, dan keterandalan yang tinggi. Efektifitas mengandung ciri pengembangannya uyang bersistem, kejelasan dan kelengkapantujuan, dan kepekaan terhadap kebutuhan peserta. Efesien mengandung ciri keteraturan dan kehematan dalam artian waktu, tenaga, dan dana. Materi Pelajaran Sistem Belajar Mandiri Meskipun secara teoritik dalam sistem belajar mandiri para peserta dapat memilih dan menentukan materi pelajaran yang diperlukannya, namun dalam praktik paling tidak akan ditentukan pedoman tentang materi yang memenuhi syarat untuk dipilih. Bahkan dalam kenyataannya, materi ini telah disiapkan oleh penyelenggara, dengan alasan untuk mengendalikan mutu dan meningkatkan efesiensi. Materi pelajaran yang sengaja dikembangkan ini, dapat disajikan melalui media apa saja. Namun, masih ada sejumlah ketentuan lain yang tidak dapat diabaikan. Materi itu perlu diolah sedemikian rupa dengan memperhatikan strategi, serta sifat mereka itu sendiri. Materi yang bersifat kognitif lebih ringan pengembangannya dari materi yang bersifat afektif psikomotor. Materi yang mengandung aspek psikomotor lebih sulit untuk dikembangkan, apalagi kalau harus berpegangan pada satu macam medium saja seperti yang ditentukan dalam strategi, medium cetak. Dalam pengembangan materi ini harus benar-benar diperhatikan kondisi dan karakteristik peserta. Masyarakat kita pada umumnya masih dikenal sebagai masyarakat yang masih berbudaya mendengar dan belum berbudaya membaca, apalagi membaca secara mandiri. Penggunaan ilustrasi, kalimat–kalimat pendek, kosakata yang terbatas, serta tata letak (layout) menari pada bahan cetak akan sangat menolong keadaan ini. Kegiatan Belajar Sistem Belajar Mandiri Puncak kegiatan sistem belajar mandiri adalah terjadinya kegiatan belajar oleh peserta. Peserta diharapkan mampu belajar di tempat yang ditentukan sendiri, pada waktu yang dipilhnya sendiri, dan dengan cara belajar sendiri tanpa bimbingan tatap muka dari orang lain. Namun hal ini tergantung pada kondisi dan karakteristik peserta, serta kualitas bahan pelajaran. Pada sistem belajar mandiri yang ideal, kegiatan belajar ini tidak dibatasi waktu, jadi lebih ditekankan pada pendekatan penguasaan (mastery concept). Penguasaan atas tujuan belajar dapat dibuktikan (dievaluasi) dengan berbagai macam cara, yaitu dengan seft-test (tes sendiri), tes baku yang dapat diambil kapan saja, tes baku pada saat tertentu saja, tes kolokium, dan pembuatan portopolio. Implikasi Sistem Belajar Mandiri dalam Manajemen Manajemen sistem belajar mandiri sediktnya mengandung tiga kategori, yaitu manajemen kegiatan, manajemen organisasi, dan managemen personel. Manajemen kegiatan pada hakikatnya merupakan usaha yang bertujuan untuk menentukan dan menyelenggarakan pembaruan demi tercapainya falsafah daan kebijakan kelembagaan. Manajemen personel ini perlu dirumuskan jenis tenaga yang diperlukan, jabatan atau posisinya dalam organisasi, tanggung jawabnya, kompetensinya yang harus dimilikinya, pelatihan yang diperlukan memiliki dan atau meningkatkan kompetensi, penugasan ke dalam suatu pekerjaan tertentu, pembinaan dalam pekerjaan (termasuk pengawasan, penyegaran, dan peningkatan karier dan kesejahteraan), serta pelayanan dalam pekerjaan (penyediaan sarana dan pemberian bantuan teknis). Personel dengan segala kegiatannya itu perlu diorganisasikan, dan ini merupakan bidang manajemen organisasi yang bertujuan untuk berfungsinya kegiatan dengan jalan membentuk unit kerjs, menentukan status organisasi, menyususn struktur organisasi, mengusahakan anggaran, mengusahakan sarana dan prasarana, serta menentukan prosedur administratif suatu unit kerja. Fenomena Sistem Belajar Mandiri Proses belajar mandiri, memberi kesempatan para peserta didik untuk mencerna materi ajar dengan sedikit bantuan guru. Mereka mengikutikegiatan belajar belajar dengan materi ajar yang sudah dirancang khusus sehingga masalah atau kesulitan sudah diantisipasi sebelumnya. Model belajar mandiri ini sangat bermanfaat, karena dianggap luwes, tidak mengikat, serta melatih kemandirian siswa agar tidak tergantung atas kehadiran atau uraian materi ajar dari guru. Berdasarkan gagasan keluwesan dan kemandirian inilah belajar mandiri telah bermetamorfosis sedemikian rupa, diantaranya menjadi sistem belajar terbuka, belajar jarak jauh, dan e-learning. Perubahan tersebut juga dipengaruhi oleh ilmu-ilmu lain dan kenyataan dilapangan. Berikut ini bagan gambaran fenomena sistem belajar mandiri : [Photo]Belajar Mandiri : Pilihan Proses Belajar Mengajar di Kelas [Photo]Sekolah tanpa gedung: tidak ada jadwal, jumlah siswa lebih banyak (sekolah) Belajar Terbuka : [Photo] [Photo] Belajar tebuka (Open Learning) : Pendidikan untuk orang dewasa dilembaga Belajar Jarak Jauh (Distance Learning) menggunakan jasa Telekomunikasi [Photo]Inovasi Belajar Terbuka Konsep Dasar : Belajar di Organisasi [Photo][Photo][Photo][Photo] Belajar berasas sumber (resource-based learning) Flexible learning Belajar Jarak Jauh (Generasi Ke-3) e-learning : internet Gambar 2. Gambaran Fenomena Sistem Belajar Mandiri (Diadaptasi dari Dewi Salma Prawiradilaga, 2007 : 191) Dari proses belajar mandiri tersebut diperoleh peran guru atau instruktur diubah menjadi fasilisator, atau perancang proses belajar. Sebagai fasilisator, seorang guru atau instruktur membantu peserta didik mengatasi kesulitan belajar, atau ia dapat menjadi mitra belajar untuk materi tertentu pada program tutorial. Tugas perancangan proses belajar mengharuskan guru untuk mengubah materi ke dalam format sesuai dengan pola belajar mandiri. Sistem Belajar Mandiri Salah Satu Aplikasi Teknologi Pendidikan Penerapan teknologi pendidikan sangatlah luas dalam satu rangkaian sistem yaitu yang bersifat mikro dan bersifat makro. Taknologi pendidikan merupakan suatu konsep yang masih relatif baru. Secara ringkas dapat disebutkan bahwa teknologi pendidikan sebagai suatu konsep, mengandung sejumlah gagasan dan rujukan. Gagasan yang ingin diwujudkan adalah agar setiap pribadi dapat berkembang semaksimal mungkin dengan jalan memanfaatkan teknologi sedemikian rupa sehingga selaras dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan. Rujukan konsep itu merupakan hasil sintesi dari gejala yang diamati dan kecenderungan yang ada.

Analisis empirik terhadap sistem belajar mandiri yang dilakukan untuk menghasilkan manfaat penerapan teknologi instruksional : 1. Meningkatkan produktifitas pendidikan dengan jalan : a) Memperlaju penerapan bahan b) Membantu guru untuk menggunakan waktunya secara lebih baik c) Mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga guru dapat lebih banyak membina dan mengembangkan kegiatan belajar anak didik 2. Memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual dengan jalan : a) Mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional b) Memberikan kesempatan anak didik untuk berkembang sesuai perkembangan perorangan mereka 3. Memberikan dasar pembelajaran yang lebih ilmiah dengan jalan: a) Perencanaan program pembelajaran secara bersistem b) Pengembangan bahan ajaran yang dilandasi penelitian 4. Meningkatkan kemampuan pembelajaran dengan memperluas jangkauan penyajian , dan kecuali itu penyajian pesan dapat lebih kongkret. 5. Memungkinkan belajar lebih akrab, karena dapat : a) Mengurangi jurang pemisah antara pelajaran didalam dan diluar sekolah b) Memberikan pengalaman tangan pertama 6. Memungkinkan pemerataan pendidikan yang bermutu, terutama dengan : a) Dimanfaatkan bersama tenaga atau kejadian langka b) Didatangkannya pendidikan kepada mereka ytang memerlukan Analisis ini dilakukan dengan harapan bahwa keberadaan teknologi pendidikan dapat dimanfaatkan dan benar-benar mampu menjadi solusi terhadap pemecahan semua permasalahan bejara, baik yang bersifat mikro ataupun makro. C.

PENUTUP
Sistem belajar mandiri merupaka satu tawaran konsep dalam pengembangan strategi pembelajaran, sebagai solusi pemecahan permasalahan pendidikan yang menjadi garapan bidang teknologi pendidikan. Dimana telah disebutkan dimuka bahwa teknologi pendidikan membantu memecahkan maslah belajar. Masalah belajar yang bersifat mikro maupun makro. Menurut penulis strategi pembelajaran merupakan permasalahan yang bersifat mikro. Beberapa masala belajar-mengajar yang bersifat mikro, misalnya adalah : 1. Sulit mempelajari konsep yang abstrak 2. sulit membayangkan peristiwa yang telah lau 3. Sulit mengamati sesuatu objek yang terlelu kecil/besar 4. Sulit memperoleh pengalaman langsung 5. Sulit memahami pelajaran yang diceramahkan 6. Sulit untuk memahami konsep yang rumit 7. Terbatasnya waktu untuk belajar Masalah tersebut dapat diatasi dengan menggunakan berbagai kombinasi komponen sistem pembelajaran. Misalnya, masalh pada butir 1 s/d 4 dapat diatasi dengan digunakannya media pembelajaran. Masalah tersebut pada butir 5 s/d 7 dapat diatasi dengan mengkombinasikan pesan dengan teknik pembelajaran tertentu. Namun, perlu ditegaskan bahwa untuk pemecahan masalah ini tidak mungkin dilakukan hanya dengan dasar institusi ataupun peniruan begitu saja. Guru harus memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus untuk keperluan itu, yaitu dibidang teknologi pendidikan. Proses belajar mandiri, diharapkan dapat memberi kesempatan para peserta didik untuk mencerna materi ajar dengan sedikit bantuan guru. Mereka mengikutikegiatan belajar belajar dengan materi ajar yang sudah dirancang khusus sehingga masalah atau kesulitan sudah diantisipasi sebelumnya. Model belajar mandiri ini sangat bermanfaat, karena dianggap luwes, tidak mengikat, serta melatih kemandirian siswa agar tidak tergantung atas kehadiran atau uraian materi ajar dari guru.

DAFTAR        PUSTAKA
Miarso, Yusuf Hadi, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta : Kencana,Cetakan  ke-3,    2007.

Prawiradilaga, Dewi Salma, Mozaik Teknologi Pendidikan, Jakarta : Kencana, Cetakan ke-2, 2007.

Sumber : http://rosdianablog.blogspot.com/2009/06/landasan-teori-dan-konsep-sistem.html

10.            Landasan Teori Komunikasi dan Informasi

Pentingnya Teknologi Informasi dalam Pendidikan

Teknologi informasi serta Komunikasi dewasa ini berkembang cepat menurut deret ukur. Dari tahun ke bulan, dari bulan ke minggu, dari minggu ke hari, dari hari ke jam, dan dari jam ke detik! Oleh karena itulah para cerdik-cendekia sepakat pada suatu argumen, bahwa: informasi memudahkan kehidupan manusia tanpa harus kehilangan kehumanisannya.
Manusia tidak bisa lepas dari pendidikan yang sebenarnya juga merupakan kegiatan informasi, bahkan dengan pendidikanlah informasi ilmu pengetahuan dan teknologi dapat disebarluaskan kepada generasi penerus suatu bangsa.

Pengaruh dari Teknologi informasi dan komunikasi terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan Teknologi informasi dan komunikasi ada lima pergeseran di dalam proses pembelajaran yaitu:

  • Pergeseran dari pelatihan ke penampilan,
  • Pergeseran dari ruang kelas ke di mana dankapan saja,
  • Pergeseran dari kertas ke “on line” atau saluran,
  • Pergeseran fasilitasfisik ke fasilitas jaringan kerja,
  • Pergeseran dari waktu siklus ke waktu nyata.

Sebagai media pendidikan komunikasi dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut.

Dengan adanya teknologi informasi sekarang ini guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut “cyber teaching” atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin poluper saat ini ialah e-learning yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan        informasi         khususnya       internet.
E-learning merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang belandaskan tiga kriteria yaitu:

  • E-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi,
  • Pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar,
  • Memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma pembelajaran tradisional. (Rosenberg 2001; 28)

Pada saat ini e-learning telah berkembang dalam berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK seperti: CBT (Computer Based Training), CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated Learning Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based Training), dsb.

Perkembangan Pendidkan di Era Globalisasi.

Kerjasama yang letaknya berjauhan secara fisik dapat dilakukan dengan lebih mudah antar pakar dan juga dengan mahasiswa. Padahal dahulu, seseorang harus berkelana atau berjalan jauh menempuh ruang dan waktu untuk menemui seorang pakar untuk mendiskusikan sebuah masalah. Saat ini hal ini dapat dilakukan dari rumah dengan mengirimkan email. Makalah dan penelitian dapat dilakukan dengan saling tukar menukar data melalui Internet, via email, ataupun dengan menggunakan mekanisme file sharring dan mailing list. Bayangkan apabila seorang mahasiswa di Sulawesi dapat berdiskusi masalah teknologi komputer dengan seorang pakar di universitas terkemuka di pulau Jawa. Mahasiswa dimanapun di Indonesia dapat mengakses pakar atau dosen yang terbaik di Indonesia dan bahkan di dunia. Batasan geografis bukan menjadi masalah lagi.

Di dalam bidang penelitian juga diperlukan Sharing information agar penelitian tidak berulang (reinvent the wheel). Hasil-hasil penelitian di perguruan tinggi dan lembaga penelitian dapat digunakan bersama-sama sehingga mempercepat proses pengembangan ilmu dan teknologi.

Sebuah aplikasi baru bagi Internet yaitu Virtual university. Virtual university memiliki karakteristik yang scalable, yaitu dapat menyediakan pendidikan yang diakses oleh orang banyak. Jika pendidikan hanya dilakukan dalam kelas biasa, berapa jumlah orang yang dapat ikut serta dalam satu kelas? Jumlah peserta mungkin hanya dapat diisi 40 – 50 orang. Virtual university dapat diakses oleh siapa saja, darimana saja. Penyedia layanan Virtual University ini adalah http://www.ibuteledukasi.com . Mungkin sekarang ini Virtual University layanannya belum efektif karena teknologi yang masih minim. Namun diharapkan di masa depan Virtual University ini dapat menggunakan teknologi yang lebih handal semisal Video Streaming yang dimasa mendatang akan dihadirkan oleh ISP lokal, sehingga tercipta suatu sistem belajar mengajar yang efektif yang diimpi-impikan oleh setiap ahli IT di dunia Pendidikan. Virtual School juga diharapkan untuk hadir pada jangka waktu satu dasawarsa ke depan.

Manfaat-manfaat yang disebutkan di atas sudah dapat menjadi alasan yang kuat untuk menjadikan Internet sebagai infrastruktur bidang pendidikan di Indonesia. Untuk merangkumkan manfaat Internet bagi bidang pendidikan di Indonesia adalah akses-akses :

  • Perpustakaan;
  • Pakar;
  • Kegiatan kuliah dilakukan secara online;
  • Tersedianya layanan informasi akademik suatu institusi pendidikan;
  • Tersedianya fasilitas mesin pencari data;
  • Tersedianya fasilitas diskusi;
  • Tersedianya fasilitas direktori alumni dan sekolah;
  • Tersedianya fasilitas kerjasama.

Sumber : http://www.perpustakaan-online.blogspot.com/2008/05/pentingnya-teknologi-informasi-dalam.html

Teknologi, Informasi dan Komunikasi untuk Pendidikan

Negara Indonesia telah berkomitmen untuk memasuki dan mengimplementasikan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk pendidikan. Sejak tahun 90-an telah dilakukan berbagai macam ujii coba pendidikan berbasis TIK terutama pada jenjang pendidikan tinggi (dikti) dan sekolah menengah kejuruan (SMK). Targetnya adalah menjangkau seluruh jenjang dan jalur pendidikan.
“Tahun ini kita sudah memberikan akses ke lebih dari sepuluh ribu sekolah terutama SMA dan SMK, bahkan SD dan SMP pun sudah mulai online. Semua perguruan tinggi negeri sekarang sudah online dengan Jejaring Pendidikan Nasional (Jardiknas) dan lebih 100 perguruan tinggi swasta sudah online,” kata Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo usai membuka Simposium Internasional Open, Distance, and E-Learning 2007 di Discovery Kartika Plaza, Kuta,    Denpasar,        Bali,     Rabu    (14/11).

Bambang menyampaikan, kebijakan pemanfaatan TIK untuk pendidikan ini adalah terobosan yang dilakukan secara masal. Saat ini, kata Bambang, sebanyak 70 persen SMK sudah memiliki laboratorium komputer, sedangkan SMA sebanyak 30 persen dan SMP 20 persen. “Pada tahun 2008 pengadaan komputer di sekolah-sekolah akan dilakukan secara besar-besaran, ” katanya.

Menurut Bambang, strategi pemanfaatan TIK dimulai dari jenjang pendidikan yang paling siap. Perguruan tinggi, kata dia, telah memulai terlebih dahulu, kemudian pemberian akses dimulai dari jenjang SMA, SMK, dan SMP. “Biasanya daerah perkotaan lebih siap untuk memulai, kemudian kita rembetkan ke daerah pedesaan.”

Lebih lanjut Bambang mengatakan, program TIK tidak hanya dibatasi pada pendidikan formal, bahkan sekarang pun pada pendidikan nonformal sudah terdapat program TIK. Saat ini, kata dia, telah diselenggarakan program kursus komputer yang pada akhir program memberikan sertifikasi bertaraf internasional. “Sertifikasi itu namanya International Computer Driving License (ICDL). Ini mulai dikembangkan pada pendidikan nonformal,” ujarnya.

Penerapan TIK, kata Bambang, sejak tahun 2005 juga mengembangkan pendidikan menggunakan sarana televisi terutama untuk jenjang SMP. “Semua SMP sekarang sudah menjadi bagian dari TV Education (TVE). Suatu saat nanti antara pendidikan berbasis televisi dan TIK dapat diintergrasikan, sehingga komunikasi lebih sempurna lagi,” katanya

Sumber : http://intl.feedfury.com/content/16328545-teknologi-informasi-dan-komunikasi-untuk-pendidikan.html

11.            Aplikasi Teknologi Pendidikan dalam Peningkatan Mutu Pendidikan

Aplikasi Teknologi Pendidikan Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan

1.Pendahuluan
Latar    Belakang
Berbicara tentang teknologi pendidikan (education technologi) atau teknologi pembelajaran (instructional technologi) tidak lepas dari definisi yang diungkapkan oleh Molenda dalam teknologi pendidikan dalam komik (Kurniawan, Agus, dkk: 2007,130) Teknologi pendidikan adalah profesi yang menerapkan ilmu pengetahuan terkait dengan pembelajaran/instruksional dan seni mengajar yang diperoleh melalui penelitian dan pengalaman untuk mengembangkan dan mengelola secara ekonomis dan elegan, system dan materi instruksional yang mendukung dan menjadi bagian dari lingkungan belajar yag manusiawi dan efektif sehingga menjadi mudah di akses oleh banyak orang demi kemajuan dan kesejahteraan umat manusia. Atau dapat juga dapat disingkat Teknologi pembelajaran itu adalah suatu profesi yang menciptakan proses belajar yang mudah diperoleh dan dimanfaatkan oleh orang banyak.
Dari hal tersebut maka Teknologi Pendidikan dengan dunia pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan merupakan 3 sisi atau bagian yang tidak dapat terpisahkan. Ketiganya merupakan hal yang padu dan harus membentuk suatu system yang utuh sehingga dapat menciptakan sumber daya manusia yang tangguh dan mampu mengelola alam secara bijak.
Luasnya dan dalamnya teknologi pendidikan masuk pada teknologi pengajaran menjadi hamper disemua lini selalu dapat dijumpai adanya teknologi pendidikan mulai dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling canggih sekalipun.
Pentingnya teknologi pendidikan dalam peningkatan mutu pendidikan menjadi sangat penting untuk dibicarakan oleh mahasiswa teknologi pendidikan agar memiliki wawasan dan pandangan tentang perkembangan dan penggunakan teknologi pendidikan dalam pengajaran atau instruksional.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hamper semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan manusia disatu sisi perubahan tersebut juga membawa manusia ke era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatan sumber daya manusia. Oleh karena itu, peningkatan sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dihadapi dalam      menjalani         era       globalisasi            tersebut.

Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan mutu pendidikan khususnya dan kualitas sumber daya manusia pada umumnya. Hal ini senada dengan tujua pendidikan nasional: untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3, UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem            Pendidikan            Nasional).

Sebagai salah satu konsekuensi logis upaya peningkatan sumber daya manusia yaitu upaya peningkatan kualitas pendidikan. Karena dengan meningkatnya kualitas pendidikan diharapkan akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa masalah seperti berikut ini
(1) Bagaimana pendayagunaan teknologi Pendidikan Untuk meningkatan mutu pendidikan di Indonesia
(2) Bagaimana penggunakan e-learning dalam pendidikan jarak jauh dalam peningkatan mutu pendidikan
2. Pembahasan
Penertian Aplikasi Teknologi Pendidikan
Teknologi pendidikan menurut Miarso dalam buku menyemai benih teknologi pendidikan sebagai suatu bidang kajian atau disiplin keilmuan yang berdiri sendiri (Miarso: 2007, 62).

Ditinjau dari pendekaan pendidikan, teknologi pendidikan adalah suatu proses yang bersistem dalam usaha mendidikan atau membelajarkan. Dalam proses yang bersistem ini kemungkinan besar digunakan teknologi pendidikan sebagai produk (Miarso:   2007,   76).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa aplikasi teknologi sebagai penerapan dari suatu disiplin ilmu yang membahas proses dalam usaha mendidik atau membelajarkan. Dan dalam proses mendidik atau membelajarkan tersebut kemungkinan besar    menggunakan  teknologi.

Pengertian       Mutu   Pendidikan Menurut Umeidi: dalam rangka umum mutu pendidikan mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya)           baik     berupa barang maupun           jasa. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikna. Dalam proses pendidikan yang bermutu terlibat berbagai input, seperti : bahan ajar (kognitif, psikomotorik, afektif), metodologi yang bervariatif sesuai dengan kemampuan guru, sarana dan prasarana sekolah, dukungan administrasi, sumber daya dan dukungan lingkungan yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan berfungsi mensikronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan saran pendukung di kelas maupun di luar kelas, baik dalam konteks intrakurikuler maupun dalam konteks ekstrakurikuler, baik dalam substansi akademis maupun non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran.
Mutu dalam konteks “hasil belajar” mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap waktu cawu, akhir semester, akhir tahun, 5 tahun bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (studens achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta, Ebtanas). Dapat pula prestasi di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya: computer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dsb (Depdiknas, 2003).
Dari uraian di atas di dapat simpulan bahwa mutu pendidikan adalah tingkat keunggulan hasil kerja dalam pendidikan baik yang berupa proses pendidikan maupun      dalam  hasil     pendidikan.

Aplikasi TP dalam peningkatan mutu pendidikan
Dari pengertian aplikasi teknologi pendidikan dan pengertian peningkatan mutu pendidikan di atas, dapat kita katakana bahwa aplikasi teknologi pendidikan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah penerapan teknologi pendidikan sebagai suatu disiplin ilmu yang membahas proses mendidik atau membelajarkan tersebut kemungkinan besar menggunakan teknologi sebagai upaya peningkatan keunggulan hasil kerja dalam bidang pendidikan baik yang berupa proses pendidikan maupun berupa hasil pendidikan.
Menurut Miarso adalah beberapa pedoman umum dalam aplikasi teknologi pendidikan      dan      implemasinya:

1) memadukan berbabagi macam pendekatan dari bidang psikologi, komunikasi, manajemen, rekayasa dan lain-lain
2) Memecahkan masalah belajar pada manusia secara menyeluruh dan serampak, dengan memperhatikan dan mengkaji semua kondisi dan saling kaitan di antaranya.
3) Digunakan teknologi sebagai proses dan produk untuk membantu memecahkan masalah belajar.
4) Tumbuhnya daya lipat atau efek sinergi, dimana penggabungan pendekatan dan atau unsure mempunyai nilai-nilai lebih dari sekedar penjumlahan. Demikian pula pemecahan secara menyeluruh dan serempak akan mempunyai nilai lebih daripada memecahkan masalah secara terpisah (Miarso: 2007, 78).
E-learning untuk pendidikan khususnya pendidikan jarak jauh dan aplikasinya di Indonesia
Di era global seperti ini informasi merupakan “komoditi” sebagaimana barang ekonomi lainnya, peran ini semakin hari semakin nyata dan kian hari kian besar. Karena hal tersebut sekarang telah lahir masyarakat informasi (information age) dan masyarakat ilmu (knowledge society).
Dunia pendidikan di seluruh dunia juga tidak lepas dari pengaruh adanya informasi karena informasi dan pendidikan juga sangat erat hubungan apalagi dengan pengetahuan. Informasi melalui elektronik yang saat ini sangat popular (sebut saja internet) merupakan salah satu wujud e-learning (pembelajaran elektronik).
Jumlah halaman dalam www yang semakin hari semakin melimpah menjadi e-learning merupakan alternative yang pas dalam peningkat kualitas sumber daya manusia khususnya dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Teknologi merupakan alat yang diharapkan dapat mempermudah proses transfer of learning terhadap peserta didik. Dalam perkembangannya menuru Soekartawi (2007, 198) perkembangan teknologi e-learning yang didukung oleh computer dikenal sebagai Computer Base Learning (CBL) atau computer assisted learning (CAL) yang dapat dikelompokan menjadi 2 jenis yaitu:
• Technology-based learning dan
• Technology-based web-learning
Technology-based learning pada prinsipnya terdiri atas Audio Information Technologies (radio, audio tape, voice mail, telephone) dan Video Information Technologies (misalnya video tape, video text, videa massaging). Sedangkan technology-base web learning pada dasarnya adalah data informasi technologies (misalnya bulleting board, internet, email, dan telecolaboration).
Teknologi di atas sangat cocok dipergunakan untuk pembelajaran jarak jauh karena jumlah pendudukan Indonesia yang mencapai ratusan juta, dan keadaan geografis Indonesia yang kepulauan tentu kedua teknologi di atas merupakan alternative yang perlu, disamping untuk pemerataan kesempatan pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan.
Karakteristik dari e-learning adalah :
• Memanfaatkan jasa teknologi elektronik, dimana guru dan siswa atau sesame guru dan juga sesama siswa dapat saling berkomunikasi dengan relative mudah tanpa dibatasi oleh hal-hal yang bersifat protokoler
• Memanfaatkan keunggulan computer (digital media computer network)
• Menggunakan bahan ajar mandiri (self learning materials) disimpan di computer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan dimana saja pada saat yang bersangkutan memerlukannya
• Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, dan hasil kemajuan belajar dan berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat setiap saat dilihat dikomputer.
Pemanfaatan e-learning tidak dapat lepas dari internet, pada zaman dahulu pembelajaran masih didominasi oleh peran guru (the era of teacher), kemudian bergeser menjadi guru dan buku (the era teacher and book) dan saat ini telah mengalami pergeseran peran guru, buku dan teknologi (the era of teacher, book and technology).

Dalam penggunakan e-learning ada 4 hal yang perlu dipersiapkan yaitu:
a. Melakukan penyesuaian kurikulum, kurikulum harus berifat holistic dimana pengetahuan, keterampilan dan nilai (values) diintegrasikan dalam kebutuhan di era informasi (competency-based curriculum)
b. Melakukan variasi cara mengajar untuk mencapai dasar kompetensi yang ingin dicapai dengan bantuan komputer
c. Melakukan penilaian dengan memanfaatkan teknologi yang ada menggunakan computer, online assessment system
d. Menyediakan material pembelajaran seperti buku, computer, multimedia, studio, dan lain-lain yang memadai
Jika ke-4 hal di atas dapat dicapai maka proses pembelajaran dapat melibatkan peserta didik (siswa) secara aktif dan mandiri (active learners) dapat diwujudkan. Menurut Elangoan dan Soekartawi dalam Mozaik Teknologi Pendidikan (2007, 201), manfaat dan petunjuk yang diberikan dengan penggunaan internet sebagai media pembelajaran adalah:
1) Tersedianya fasilitas e-moderating dimana guru dan siswa dapat saling berinteraksi dan berkomunikasi secara mudah dengan fasilitas internet dimana saja, kapan saja tanpa di batasi oleh jarak, tempat dan waktu
2) Guru dan siswa menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadwal melalui internet, sehingga keduanya dapat saling menilai berapa jauh bahan ajar dipelajari
3) Siswa dapat mereviuw kapan saja dan dimana saja mengingat bahan belajar yang tersimpan dikomputer
4) Bagi siswa yang memerlukan tambahan informasi dapat melakukan akses di Internet
5) Baik guru dan siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat dilakukan dengan banyak orang sehingga menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas
6) Berubahnya peran siswa dari kebiasan pasif menjadi aktif
7) Relatif lebih efisien, jika mereka tinggal jauh dari tempat perguruan tinggi atau sekolah yang bersangkutan atau bagi mereka yang sibuk bekerja, bertugas di kapal, luar negeri dan lain-lain.
Sedangkan kekurangan atau kelemahan penggunakan e-learning untuk pendidikan khususnya pendidikan jarak jauh adalah sebagai berikut
5) Kurangnya interaksi antara guru dan siswa secara langsung bahkan antar siswa itu sendiri sehingga memperlambar pembentukan values dalam proses belajar mengajar
6) Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan mendorong aspek bisnik dan komersial
7) Prose belajar mengajarnya cenderung kea rah pelatihan daripada pendidikan
8) Berubahnya peran guru yang dari semula menguasai teknik pembelajaran, kini dituntut untuk menguasai teknik pembalajaran melalui ICT
9) Siswa yang tidak memiliki motivasi tinggi cenderung gagal
10) Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet
11) Kurangnya mereka yang mengetahui dan menguasai internet
12) Kurangnya penguasaan bahasa computer
Dari hasil survery mulai tahun perkembangan pengguna internet di Indonesia terus melangami peningkatan yang signifikan. Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 1995 orang Indonesia yang menggunakan internet 10.000 orang tahun 1997 melonjak 10 kali lipat, tahun 2000 sudah mencapai 2 juta orang. Pada tahun 2005 sudah menjadi 18 juta orang dan tahun 2007 diperkirakan sudah mencapai di atas 25 juta orang. Para pengguna internet yang terbesar adalah para pelajar mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah dan perguruan            tinggi.
(Sumber BPPT, 2001 dalam mozaik pendidikan, 325)
Gambar 2.1 Perbandingan Pengguna Internet

Dari penggunakan 39% pelajar maka ada beberapa pengelompokan seperti berikut ini.

(Sumber BPPT, 2001 dalam mozaik pendidikan, 325)
Gambar 2.2 Perbandingan Pengguna Internet di kalangan pelajar

Dari hal tersebut terlihat tingginya pengguna internet di kalangan pelajar Indonesia, jika teknologi ini masuk pada dunia pendidikan maka akan memberikan dampak yang luar biasa untuk meningkatkan mutu pendidikan, sehingga dimasa yang akan datang akan melahirkan generasi muda yang mempunyai nilai jual dari segi kualitas sumber daya manusia, dan tidak hanya mengandalkan sumber daya alam saja.
Penggunaan teknologi E-Learning di sekolah-sekolah dapat meningkatan mutu pendidikan karena dengan teknologi tersebut, semua mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memperoleh pembelajaran. Karan E-learning menawarkan kemudahan baik waktu dan kesempatan, tidak mengenal usia, dimana saja. Tentu saja untuk daerah yang mempunyai fasilitas internet.

EdukasiNet Pembelajaran Berbasis internet, tantangan dan peluangnya
Di atas telah di bahas bagaimana penting dan luasnya penggunaan teknologi pendidikan untuk meningkatan kualitas, penyebaran akses pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan. Salah satu program yang ditelurkan Depdiknas sebagai wajud nyata adalah pembentukan Jejaring Pendidikan Nasional (Jardiknas), pada tahap-tahap awal memeng jardiknas hanyadi prioritasnya untuk sekolah-sekolah kejuruan pada akhirnya semua semua diharapkan memiliki jaringan internet yang dapat digunakan untuk proses belajar mengajar.
Internet merupakan jaringan global yang menghubungkan komputer satu dengan komputer lainnya dalam bentuk LAN atau WAN maupun hubungan personal komputer terhadap jaringan internet.
Hal ini menjadikan halaman internet merupakan bagian yang sangat strategis dalam media pembelajaran sehingga dapat meningkatan pengetahuan dan kemampuan siswa dan guru dalam menguasai teknologi pendidikan khususkan teknologi komputer dan internet.
Pembelajaran berbasis internet yang dikeluarkan oleh Depdiknasi di beri nama EdukasiNet, yang beralamat pada e-dukasi.net.
Kedepan situs ini dapat terus dikembangkan dan dilengkapi dengan seluruh mata pelajaran dan seluruh jalur pendidikan, bimbingan belajar, bimbingan dan penyuluhan/konsultasi, tutorial, remedial, e-mail, forum diskusi, mailing list, ujian kemampuan, bank soal, pengetahuan populer dan lain-lain.
Disamping itu e-dukasi.net diharapkan mampu memberikan informasi praktis tentang pengetahuan baik terhadap siswa maupun pada guru dalam melaksanakan tugas sehari-hari.

Gambar 2.3. Jaringan internet sangat komplek

Gambar 2.4 Tampilan homepage e-dukasi.net

Fitur-fitur yang ditawarkan dalam e-dukasi.net bersifat nasional dapat di akses dan download dengan mudah (friendly), siapa saja boleh menggunakan asal tidak mengabaikan hak cipta dan hak kekayaan intelektual.
Edukasi.net di mulai tahun 2002 dan pada tanggal 11 Agustus 2003 bersamaan dengan pencangan bulan telematika dan menkominfo di louncing E-dukasi,net sebagai situs resmi pendidikan indonesia.
Manfaat yang diberikan dari situs edukasi.net adalah sebagai berikut:
• siswa dan guru dapat memperoleh sumber belajar yang sesuai dengan kurikulum
• guru dan siswa atau siswa dengan siswa lain dapat melakukan diskusi melalui forum diskusi
• Guru dan siswa saling dapat bertukar informasi melalui mailing list
• Guru dan siswa dapat mendownload materi pelajaran yang diperlukan
• Sumber belajar dapat diakses dimana saja dan kapasn saja.
Pemanfaat E-dukasi.net dapat dilakukan dengan beberapa pola seperti:
o Pola pemanfaatan di laboratorium komputer
o Pola pemanfaatan di ruang kelas
o Pola penugasan
o Pola pemanfaat induvidual

Teknologi pendidikan diruang kelas
Sebenarnya hal ini telah disinggung banyak pada pembahasan sebelumnya, dimana teknologi pendidikan memang tidak pernah lepas dengan pembelajaran dan tidak pernah lepas juga dari rung-ruang kelas. Dalam pembelajaran modern khususnya dalam quantum teaching dianut pola bawalah mereka ke dunia kita dan bawahlah dunia kita ke dunia mereka. Ini merupakan prinsip yang sangat baik dimana pembelajaran diruang kelas tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat termasuk kehidupan guru dan para pendidik dimana mana mereka tinggal.
Penerapan sistem pembelajaran kontekstual atau di kenal dengan CTL (Contekstual Teaching and Learning) merupakan bentuk nyata dari penerapan teknologi pendidikan di ruang-ruang kelas.
Dalam pembelajaran modern ditawarkan beberapa hal seperti berikut ini:
o Mereka diperkenankan untuk bekerja secara bersama-sama (cooperative)
o Meningkatnya minat dan prestasi siswa tersebut dicapai, karena guru menggunakan suatu pendekatan pembelajaran dan pengajaran kontekstual.
Kedua hal di atas dijabarkan lebih konkrit ke dalam 7 pilar seperti berikut ini:
1) Konstruktivisme
2) Inquiry
3) Questioning

4) Learning Community
5) Modeling
6) Reflection
7) Authentic Assessment

o Konstruktivisme
Kontruktivis adalah Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal
Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan

o Inquiry
Inquiri adalah Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman
Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis

o Questioning
Questioning adalah Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa
Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry

o Learning Community
Learning community adalah Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar
Bekerjasama dengan orang lain l12ebih baik daripada belajar sendiri
Tukar pengalaman
Berbagi ide

o Modeling
Modelling merupakan Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar, Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya

o Reflection
1) Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari
2) Mencatat apa yang telah dipelajari
3) Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok

o Authentic Assessment
1) Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa
2) Penilaian produk (kinerja)
3) Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual

Ketujuh hal di atas juga merupakan teknologi pendidikan yang sering dijumpai dalam pengajaran yang terjadi pada kehidupan sehari-hari. Teknologi pendidikan yang menggunakan model pembelajaran khususnya di kelas-kelas modern menggunakan beberapa aspek yang mengutamakan adanya:
• Kerjasama
• Saling menunjang
• Menyenangkan
• Tidak membosankan
• Belajar dengan bergairah
• Pembelajaran terintegrasi
• Menggunakan berbagai sumber
• Siswa aktif
• Sharing dengan teman
• Siswa kritis, guru kreatif
• Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dll
• Laporan kepada orang tua bukan hanya raport, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa dll.

Kontekstual Teaching And Learning atau CTL jika diterapkan pada semua jenjang pendidikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi maka siswa atau mahasiswa akan terbiasa mengembangkan kemampuan pribadinya sedangkan guru hanya sebagau fasilitator saja. Dengan berkembangnya kemampuan siswa sesuai dengan kondisi masing-masing maka, mutu pendidikan pada tempat atau sekolah yang bersangkutan akan mengalami peningkatan aktivitas, dengan meningkatnya aktivitas maka kemampuan kognitif, psikomotorik dan afektif siswa juga akan mengalami peningkatan. Dengan meningkatnya ketiga ranah tersebut maka mutu pendidikan akan mengalami peningkatan. Jika disetiap tempat atau sekolah mengalami peningkatan mutu maka pendidikan secara nasional juga mengalami       peningkatan.
Dengan demikian dapat dilihat bahwa peningkatan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan banyak cara dan teknik, atau metoda. Akan tetapi hal yang paling penting peningkatan mutu pendidikan harus dimulai dari lini yang paling dasar yaitu siswa dan ruang-ruang kelas. Dengan meningkatnya mutu di ruang kelas maka mutu pendidikan nasional juga akan meningkat.

3. Penutup
Dari pembahasan yang telah di lakukan di atas diperoleh beberapa kesimpulan:
1) Peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas salah satu dengan cara peningkatan mutu pendidikan
2) Peningkatan mutu pendidikan diantaranya dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi pendidikan
3) Dalam peningkatan mutu pendidikan dapat dipandang sebagai sebagai proses pendidikan dan hasil pendidikan
4) E-learning sangat cocok digunakan untuk pembelajaran pada tempat-tempat seperti Indonesia yang luas dan berpulau-pulai, tempat sekolah jauh, orang yang sibuk bekerja karena sifatnya yang fleksibel dapat di buka kapan saja, dimana saja dan oleh siapa saja.
5) E-dukasi.net merupakan salah satu tujukan teknologi pendidikan yang dapat digunakan dengan pola Pola pemanfaatan di laboratorium komputer, Pola pemanfaatan di ruang kelas, Pola penugasan, Pola pemanfaat induvidual
6) Salah satu penerapan teknologi pendidikan di ruang-ruang kelas adalah adanya model-model pembelajaran pembelajaran yang salah satunya terangkum dalam contekstual Teaching And Learning (CTL)
7) Peningkatan mutu pendidikan harus dilakukan dari siswa-siswa diruang-ruang kelas, jika dlam ruang kelas mutu pendidikan mengalami peningkatan maka secara nasional mutu pendidikan juga akan meningkat.

4. Daftar Pustaka

Miarso, Yusufhadi (2007). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Penerbit Kencana & UNJ: Jakarta

Prowiradilaga, Dewi S, dkk.(2007). Mozaik Teknologi Pendidikan. Penerbit Kencana & UNJ: Jakarta

Sadiman, Arief S. (2007). Pendayagunaan Teknologi Pendidikan di Negera Tetanggga dalam Mozaik Teknologi Pendidikan. Penerbit Kencana & UNJ: Jakarta

Soekartawi (2007). E-Learning untuk Pendidikan Khususnya Pendidikan Jarak Jauh dan Aplikasikasinya di Indonesia dalam Mozaik Teknologi Pendidikan. Penerbit Kencana & UNJ: Jakarta

Umaedi. (2003). Menajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Depdiknas. Jakarta

Yuhetty, Harita. (2007) EdukasiNet Pembelajaran Berbasis Internet (Pustekom) dalam Mozaik Teknologi Pendidikan. Penerbit Kencana & UNJ: Jakarta

Sumber : http://sadiman.blogspot.com/2009/11/aplikasi-teknologi-pendidikan-dalam.html

12.            Aplikasi Teknologi Informasi dalam Pemerataan Pendidikan

Aplikasi Teknologi Pendidikan dalam Pemerataan Pendidikan

Oleh Agus Suwignyo

Kita patut bersyukur jika pendidikan dasar sembilan tahun dapat diakses gratis seluruh masyarakat seperti dinyatakan Sekretaris Jenderal Depdiknas (Kompas, 21/2/2009).

Pemerataan pendidikan menjadi salah satu cita-cita bangsa. Berbagai undang-undang disahkan dan dana dialokasikan untuk cita-cita itu. Namun, berbagai pernyataan jaminan negara atas pendidikan itu tak lebih retorika.

Menguatnya komitmen pemerintah dalam pembiayaan pendidikan belum diimbangi langkah nyata meningkatkan pemerataan akses dan mutu yang bebas dari tekanan dan basa-basi politik. Dalam praktek, perwujudan pemerataan pendidikan tidak hanya memerlukan undang-undang dan dana. Apa permasalahan pemerataan pendidikan sekarang?

Miskonsepsi

Hambatan utama pemerataan justru pada konsep ”gratis” yang menggerus kemandirian masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dan melambungkan harapan rakyat tentang jaminan negara. Faktanya, hingga 63 tahun kemerdekaan, negara belum pernah mampu (dan bersedia) menanggung cuma-cuma seluruh biaya pendidikan rakyat.

Masalahnya bukan hanya sejauh mana pendidikan benar-benar ”gratis” atau bagaimana mengatasi aneka masalah teknis penyaluran dana bantuan operasional, tetapi konsep pendidikan gratis telah mencuri prinsip kemandirian warga sebagai inti kemerdekaan politik dan mengalihkannya kepada ”niat baik” para pemegang amanat rakyat.

Sayang, tidak selamanya pemegang amanat rakyat melaksanakan ketentuan pembiayaan pendidikan. Misalnya, UU No 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) menyatakan, pemerintah pusat dan daerah menanggung seluruh biaya pendidikan SD-SMP (Pasal 41 ayat 1). Tetapi Mendiknas bersikeras pemerintah hanya menanggung biaya operasional (Kompas, 24/2/2009).

Artinya, saat warga terbuai mimpi pendidikan tanpa biaya, pewujudannya kian jauh dari jangkauan kekuatan mereka. Harapan telanjur digantungkan pada elite negara yang selalu menegaskan jaminan perundang-undangan atas pendidikan rakyat. Tetapi kita tahu, elite negara sebagai politikus bertindak berdasar naluri kepentingan, bukan keberpihakan substansial.

Dengan kata lain, meski pemerataan pendidikan adalah kebijakan negara, implementasinya amat tergantung kebijaksanaan penguasa berdasar kepentingan politik mereka. Dalam konteks itu, konsep ”gratis” telah memasung dan mematikan inisiatif masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan sejak dulu, sebelum negara ini ada.

Pemerintah daerah

Di sisi lain, pemerataan pendidikan terhambat kesadaran rendah para pemimpin daerah. Otonomi melimpahkan kewenangan dan tanggung jawab besar kepada pemerintah daerah.

UU BHP, misalnya, memberi kewenangan pemerintah daerah mengatur penyelenggaraan SD, SMP, dan SLTA (Pasal 21). Konsekeunsinya, tanggung jawab pembiayaan yang besar juga harus dipikul pemerintah daerah.

Dalam konteks SD-SMP seperti diatur Pasal 41, masih harus ditegaskan berapa yang harus ditanggung pemerintah pusat (60 persen) dan 40 persen pemerintah daerah. Yang jelas, pemerintah daerah juga diwajibkan menanggung minimal 1/3 biaya operasional SLTA.

Itu semua adalah ketentuan di atas kertas. Prakteknya, pewujudan tanggung jawab daerah dalam pembiayaan pendidikan amat tergantung komitmen dan niat pemimpin setempat. Warga Kabupaten Musi Banyu Asin, Kabupaten Jembrana dan Kota Yogyakarta, beruntung karena pemimpin mereka berusaha keras memenuhi tanggung jawab pembiayaan pendidikan.

Namun di berbagai tempat lain, ketentuan dan janji pembiayaan pendidikan justru membuat warga kecewa. Di Papua misalnya, gedung sekolah yang dibangun atas dana pemerintah pusat, selama enam bulan setelah diresmikan masih kosong tanpa kegiatan belajar-mengajar. Menurut pejabat setempat, itu karena pemerintah pusat hanya menyediakan gedung, meja-kursi, dan tidak membayar gaji guru, yang seharusnya ditanggung pemerintah daerah.

Menyesatkan publik

Otonomi pembiayaan pendidikan juga berpotensi menyesatkan publik. Janji pendidikan gratis dalam kampanye para calon kepala daerah dan caleg, adalah contoh politisasi vulgar yang berakibat tragis. Di Lampung, sejumlah guru terdorong berutang karena kampanye pilkada menjanjikan pelunasan utang jika calon tertentu terpilih.

Kasus-kasus itu menunjukkan variasi pemaknaan dan implementasi otonomi pembiayaan pendidikan karena kesadaran yang berbeda antardaerah.

Karena itu, monitoring implementasi komitmen daerah penting dilakukan. Secara keseluruhan, kembali ke agenda penguatan civil society adalah jalan paling cerdas untuk mencegah rakyat dari ambivalensi politik elite negara dalam mewujudkan pemerataan pendidikan.

(Dimuat Kompas, 2 Maret 2009)

Sumber : http://agussuwignyo.blogsome.com/2009/03/05/pemerataan-pendidikan/

E-Learning, Alternatif Solusi Edukasi Baru

Di tengah maraknya perkembangan Teknologi Informasi (IT) saat ini, pengembangan teknologi untuk edukasi pun terus dikembangkan. Saat ini Teknologi Informasi tidak hanya dipandang sebagai sebuah bidang pendidikan saja, namun lebih dari itu Teknologi Informasi mulai dikembangkan agar dapat membantu pengembangan bidang pendidikan itu sendiri. Hal ini dikarenakan semakin berkembangnya teknologi informasi dalam mendukung kemajuan pertukaran informasi yang semakin dominan di dunia saat ini. Tanpa terkecuali di Indonesia, teknologi informasi diharapkan tidak hanya sekedar mendukung pengembangan pendidikan saja, namun lebih dari itu Teknologi Informasi diharapkan dapat memberikan pemecahan pada permasalahan pendidikan yang ada di tanah air.

Banyak hal dari sistem pendidikan di tanah air kita yang masih membutuhkan pemecahan permasalahan, namun yang paling mendesak adalah kebutuhan akan pemerataan pendidikan bagi generasi muda, terutama anak-anak usia wajib belajar di Indonesia. Seperti yang kita tahu, pemerataan pendidikan di Indonesia telah menjadi masalah klasik selama puluhan tahun Indonesia merdeka. Sudah bukan rahasia lagi bahwa pendidikan di Pulau Jawa dianggap selalu lebih baik dari pada pendidikan di daerah-daerah Indonesia bagian timur. Sehingga mungkin tidaklah salah jika dunia pendidikan kita bercermin pada sebuah film karya anak bangsa yang berjudul ‘Denias’. Tanpa bermaksud mempromosikan, namun film ini sebenarnya dapat membuka mata kita tentang masalah krusial pendidikan di tanah air. Betapa lokasi yang berjarak dan keterbatasan SDM pendidik ternyata masih menjadi kendala bagi meratanya pendidikan di Indonesia, disamping tentunya primitifitas masyarakat.

Indonesia sebagai negara kepulauan memang mempunyai tantangan tersendiri dalam mengembangkan sistem pendidikannya. Kendala yang dihadapi tentulah tidak akan sama dengan negara tetangga seperti Singapura ataupun Filipina. Indonesia terdiri dari ribuan pulau, dan penduduknya pun juga tersebar di berbagai pulau. Sebenarnya inilah tantangan terbesar bangsa kita sebagai bangsa dalam menyampaikan jaminan hak warga negaranya yang bernama pendidikan. Geografis Indonesia membutuhkan suatu dukungan solusi yang dapat memecahkan permasalahan jarak ini.

Jika kita cermati, dalam pengembangan teknologi informasi saat ini sebenarnya telah ada solusi yang dapat mengatasi permasalahan jarak dan geografis seperti di Indonesia ini. Pengembangan teknologi informasi yang dimaksud tidak lain adalah E-Learning atau yang bagi sebagian orang juga disebut Distance Learning.

Sumber : http://www.beritanet.com/Education/e-learning-alternatif-solusi-edukasi-1.html

E-Learning, Alternatif Solusi Edukasi Baru (Bag.2)

Dengan E-Learning, ini pertemuan antara guru dan murid tidak harus dilakukan secara fisik. Murid dapat mempelajari materi pelajaran secara online dari Internet dan mengerjakan tugas-tugas maupun soal-soal ujian secara online pula di Internet. Siswa dapat berkomunikasi dengan para pengajar melalui email, video conference, chatting, dan forum online lainnya. Hasil ujian dan nilai tugas-tugas pun dapat dilihat secara online.

Namun di sisi lain, sistem belajar dengan E-Learning sendiri membutuhkan sarana infrastruktur yang tidaklah murah. Disamping itu juga E-Learning masih terkendala pada mahalnya biaya komunikasi, terutama sambungan Internet di Indonesia. Itulah mengapa E-Learning saat ini masih merupakan konsumsi sekolah-sekolah dan perguruan tinggi papan atas saja. Di Indonesia, jangkauan E-Learning justru lebih banyak dinikmati para siswa dan mahasiswa di kota-kota besar. Padahal justru sebenarnya sistem belajar E-learning mungkin akan lebih bermanfaat jika dimanfaatkan untuk menjangkau anak-anak yang hidup di belantara Papua, ataupun di hutan rimbun Kalimantan. Mungkin kita dapat membayangkan sejenak jika anak-anak di pedalaman ini dapat diajari cara bersekolah dengan E-Learning, sehingga tidak terkendala dengan terbatasnya kedatangan guru bantu maupun jauhnya jarak tempuh ke sekolah terdekat di suatu pedalaman, mungkin kekahawatiran akan kepincangan pemerataan pendidikan dapat dikurangi.

Memang, wacana pengembangan E-Learning sebagai solusi untuk mengatasi masalah pemerataan pendidikan di Indonesia pastilah mempunyai banyak kendala yang harus dipertimbangkan, mulai dari besarnya biaya pengadaan sarana infrastruktur, mahalnya biaya sambungan Internet, pembuatan silabus, penyesuaian kurikulum, dan masih banyak aspek lainnya juga, selain tentunya aspek kultur budaya dan sosiologi yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Namun setidaknya dari sini kita bisa melihat, bahwa dari sekian banyak hasil pengembangan teknologi informasi yang ada saat ini, E-Learning merupakan salah satu bentuk pengembangan teknologi informasi di bidang pendidikan yang sebenarnya dapat memberikan solusi bagi pemecahan permasalahan pendidikan di Indonesia.(dna)

Sumber : http://www.beritanet.com/Education/e-learning-alternatif-solusi-edukasi-2.html

13.            Aplikasi Teknologi Pendidikan dalam Meningkatkan Keserasian Pendidikan

Aplikasi Teknologi Pendidikan Terhadap Keserasian Pendidikan

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem pendidikan secara global di bumi Indoneisa yang terjadi sekarang ini telah mengalami perubahan yang sangat signifikan. Pendidikan juga dituntut untuk cepat tanggap atas perubahan yang terjadi dan melakukan upaya yang tepat serta secara normatif sesuai dengan cita-cita masyarakatnya.

Untuk menanggapi kondisi demikian berdampak pada ditetapkannya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang pada gilirannya kemudian dipertegas dalam PP. No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Perluasan dan peningkatan mutu pendidikan diusahakan untuk lebih langsung dikaitkan dengan pengembangan kesempatan kerja termasuk meningkatkan prakarsa membuka lapangan kerja sendiri oleh para lulusan sekolah, sesuai dengan arah pengembangan generasi muda yang sanggup berdiri sendiri. Sekolah–sekolah kejuruan dan teknik akan lebih dikembangkan polanya sehingga menghasilkan tenaga–tenaga kerja yang diperlukan oleh pembangunan. Untuk itu, dunia usaha dan sektor–sektor yang menciptakan lapangan kerja diikut sertakan sepenuhnya dalam latihan–latihan keterampilan kejuruan teknik. Keserasian sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan diusahakan dengan menambahkan mata pelajaran kerajinan tangan (prakarya) serta fasilitas keterampilan lainnya dengan pendidikan umum.

Pendidikan sebagai alat pengubah perilaku manusia menempati posisi tersendiri dalam kancah kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Kesenjangan kuantitatif dan ketimpanan kualitatif antara pendidikan di desa dan dikota sejak dahulu sangat menonjol lebih-lebih untuk saat ini (Coombs dan Ahmed, 1984).dampak langung dari gejala itu adalah terjadinya mobilitas pendidikan yang tinpang, untuk selanjutnya membuat ketimpangan mobilitas penduduk.

Salah satu masalah pendidikan di Indonesia mengenai keserasian antara pendidikan dengan kebutuhan pembangunan menjadi isu pendidikan yang harus dipecahkan.

Tuntutan dalam dunia pendidikan antara lain bahwa lembaga pendidikan dinilai tidak dapat mencetak lulusan yang siap pakai, ketidak sesuaian antara output pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja dan kualitas lulusan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dunia usaha. Dengan semakin meningkatnya jumlah lulusan dengan pendidikan tinggi dan terbatasnya lapangan kerja maka muncul pengangguran terdidik yang merupakan dampak dari permasalahan tersebut diatas.

B. Permasalahan

Pada makalah ini yang berjudul Aplikasi Teknologi Pendidikan Terhadap Keserasian Pendidikan, terdapat sebuah permasalahan yaitu bagaimana Aplikasi Teknologi Pendidikan Terhadap Keserasian Pendidikan?

C.Tujuan
Tujuan pada makalah ini adalah untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai Aplikasi Teknologi Pendidikan Terhadap Keserasian Pendidikan.

II. PEMBAHASAN

A. Keserasian Pendidikan
Serasi adalah selaras, seimbang, harmonis yang berlawanan dengan kontras, tidak seimbang, tidak harmonis. Keserasian adalah suatu peristiwa dimana terjadi kesesuaian, kecocokan, keseimbangan antara komponen satu dengan lainnya sehingga tercapai tujuan yang diinginkan. Didalam keserasian pendidikan terdapat kesesuaian, kecocokan, keseimbangan antara komponen pendidikan sehingga tercapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
Menurut Sismanto (2007: 1), keserasian dalam pendidikan terjadi jika penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik, orangtua, masyarakat, kondisi lingkungan, kondisi sekolah, dan kemampuan pemerintah daerah.
Yang termasuk dalam komponen-komponen pendidikan adalah manajemen pendidikan meliputi empat hal pokok, yaitu perencanaan pendidikan, pengorganisasian pendidikan, penggiatan pendidikan, dan pengendalian atau pengawasan pendidikan. Secara umum terdapat sepuluh komponen utama pendidikan, yaitu: peserta didik, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, paket instrusi pendidikan, metode pengajaran (dalam proses belajar mengajar), kurikulum pendidikan, alat instruksi dan alat penolong instruksi, fasilitas pendidikan, anggaran pendidikan, dan evaluasi pendidikan.
Perencanaan pendidikan dimaksudkan untuk mempersiapkan semua komponen pendidikan, agar dapat terlaksana proses belajar mengajar yang baik dalam penyelenggaraan pendidikan dalam mencapai sasaran keluaran pendidikan seperti yang diharapkan. Pengorganisasian pendidikan ditujukan untuk menghimpun semua potensi komponen pendidikan dalam suatu organisasi yang sinergis untuk dapat menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-baiknya. Penggiatan pendidikan adalah pelaksanaan dari penyelenggaraan pendidikan yang telah direncanakan dan diawaki oleh organisasi penyelenggara pendidikan dengan memparhatikan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam perencanaan dalam rangka mencapai hasil keluaran pendidikan yang optimal. Pengendalian pendidikan dimaksudkan untuk menjaga agar penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan sesuai yang direncanakan dan semua komponen pendidikan digerakkan secara sinergis dalam proses yang mengarah kepada pencapaian tujuan pendidikan yang dijabarkan dalam sasaran-sasaran menghasilkan keluaran secara optimal seperti yang telah ditetapkan dalam perencanaan pendidikan.

1. Keserasian Pendidikan di Indonesia
Masalah pendidikan di Indonesia mengenai keserasian pendidikan dengan kebutuhan pembangunan. Isu yang muncul dalam dunia pendidikan antara lain bahwa lembaga pendidikan dinilai tidak dapat mencetak lulusan yang siap pakai, ketidak sesuaian antara output pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja dan kualitas lulusan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dunia usaha. Dengan semakin meningkatnya jumlah lulusan dengan pendidikan tinggi dan terbatasnya lapangan kerja maka muncul pengangguran terdidik yang merupakan dampak dari permasalahan tersebut diatas.
Dari sudut pemerataan pendidikan dapat dilihat dari dua demensi, yaitu demensi kualitas (Quality Dimension) dan demensi kuantitas(Quantity Dimension.) Pemerataan kuantitas dan kualitas pendidikan dibahas dalam kaitanya dengan upaya mengurangi urbanisasi anak usia sekolah, asumsinya, pemerataan kuantitas dan kualitas pendidikan mempunyai kaitan langsung dengan urbanisasi anak usia sekolah.
Pendidikan sebagai alat pengubah perilaku manusia menempati posisi tersendiri dalam kancah kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
Kesenjangan kuantitatif dan ketimpanan kualitatif antara pendidikan di desa dan dikota sejak dahulu sangat menunjol lebih-lebih untuk saat ini (Coombs dan Ahmed, 1984).dampak langung dari gejala itu adalah terjadinya mobilitas pendidikan yang tinpang, untuk selanjutnya membuat ketimpangan mobilitas penduduk.
Berikut ini adalah beberapa permasalahan keserasian pendidikan di Indonesia.
a. Kesenjangan Pemerataan Kesempatan Pendidikan

Pemerintah telah menggulirkan Dana BOS untuk tingkat SD/MI dan SMP/MTs.sejak tahun 2005 dalam rangka penuntasan wajib belajar 9 tahun, ternyata masih ada di beberapa tempat ditemukan siswa putus sekolah alasan tingginya biaya pendidikan terumata di kota-kota besar.
Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah . Masih adanya kesenjangan kesempatan pendidikan perlu diberikan solusi yang tepat dari pemerintah, yayasan penyelenggara pendidikan dan peran serta masyarakat dalam memberikan kesempatan memperoleh pendidikan semua lapisan masyarakat.

Badan pembina pendidikan internasional (1984)atau international councilof education devlomat(ICED) dalam laporannya mengatakan, bahwa dikota-kota bukan hanya tersedia banyak sekolah, akan tetapi relatif lebih mudah dimamfaatkan dari pada pedesaan. Dikota-kota banyak tersedia kegiatan ekonomi modern. Media (surat kabar, buku,majalah,televisi, siaran radio,) dan semua barang modern yang kesemuanya merupakan barang konsumsi modern. Di desa, kondisi itu jauh berbeda dan sulit diubah, lebih-lebih bagi indonesia yang wilayah sangat luas rumit dan kompleks,disamping kemampuan ekonomi,komunikasi dan motivasi warga belum menunjang. Citra pendidikan di perkotaan lebih baik, kesempatan memperoleh pendidikan di kota lebih luas dan kemajuan dalam bidang komunikasi dan informasi mudah dirasakan.

Badan pembina pendidikan internasional (1984)atau international councilof education devlomat(ICED) dalam laporannya mengatakan, bahwa dikota-kota bukan hanya tersedia banyak sekolah, akan tetapi relatif lebih mudah dimamfaatkan dari pada pedesaan. Dikota-kota banyak tersedia kegiatan ekonomi modern. Media (surat kabar, buku,majalah,televisi, siaran radio,) dan semua barang modern yang kesemuanya merupakan barang konsumsi modern. Di desa, kondisi itu jauh berbeda dan sulit diubah, lebih-lebih bagi indonesia yang wilayah sangat luas rumit dan kompleks,disamping kemampuan ekonomi,komunikasi dan motivasi warga belum menunjang. Citra pendidikan di perkotaan lebih baik, kesempatan memperoleh pendidikan di kota lebih luas dan kemajuan dalam bidang komunikasi dan informasi mudah dirasakan.

b. Belum Menghasilkan lulusan yang memiliki Life Skill Yang Sesuai
Lulusan SMK maupun Sarjana dinilai oleh pemakai lulusan belum memiliki kompetensi Life Skill yang langsung dapat dinikmati, mereka harus memberikan pelatihan terlebih dahulu dalam waktu penyesusain yang lama. Yang diharapkan oleh masyarakat pemakai adalah dapat langsung menerima lulusan siap kerja sesuai dengan disiplin ilmunya.
Untuk memenuhi tuntuan Life Skiil bagi peserta didik, pemerintah menetapkan PP No.19/2005 sebagaimaina dalam pasal 13 bahwa:
1) kurikulum untuk SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat, SMA/MA atau bentuk lain yang sederajat, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukan pendidikan kecakapan hidup.
2) pendidikan kecakapan hidup yang dimaksud meliputi kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional.
Selain itu ditetapkan pula standar kompetensi lulusan, dalam pasal 26 ditetapkan sebagai berikut:
1). Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2). Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan menengah umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, akhlak mulia, serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3). Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan kepribadianm akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
4). Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan tinggi bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi dan seni yang bermanfaat bagi kemanusiaan.

c. Kerjasama antara Dunia Pendidikan dengan Dunia Usaha/Dunia Insdustri belum optimal.
Dalam UU No.20/2005 Sisdiknas pasal 54 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan menyebutkan : (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. (3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Hal yang justru memunculkan kerawanan saat ini adalah dengan adanya RUU BHP maka peranan pihak swasta (pengusaha) mendapatkan akses yang lebih luas untuk mengelola pendidikan, sehingga bagaimana jadinya kalau kemitraan dengan DU/DI tersebut ternyata menempatkan pengusaha ataupun perusahaan sebagai pihak yang berinvestasi dalam lembaga pendidikan dengan menuntut adanya return yang sepadan dari investasinya tersebut? Kondisi ini pada akhirnya akan memperkokoh keberlangsungan kapitalisasi pendidikan.

Dalam kaitan antara penyerapan DU/DI terhadap lulusan sekolah maka berdasarkan data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri.

Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

d. Pendidikan Yang Belum Berbasis Pada Masyarakat dan Potensi Daerah
Struktur kurikulum yang ditetapkan berdasarkan UU No.20/2003 dalam Pasal 36 tentang Kurikulum menyebutkan: (1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. (3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: a. peningkatan iman dan takwa; b. peningkatan akhlak mulia; c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; d. keragaman potensi daerah dan lingkungan; e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f. tuntutan dunia kerja; g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; h. agama; i. dinamika perkembangan global; dan j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. (4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam PP No.19/2005 antara lain dalam pasal 6 yang menyebutkan:
kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan akhlak mulia, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olahraga dan kesehatan.

Dalam penyusunan KTSP, standar isi hanya sebagai acuan standar pengembangan KTSP masing-masing sekolah sesuai dengan kondisi daerahnya. Namun kenyataannya Pemerintah Daerah sampai saat ini belum memberikan masukan pada seluruh potensi daerah yang dapat dikembangkan dan pihak pengembang kurikulum juga belum menggali potensi daerah yang akan dikembangkan.

2. Upaya Menuju kepada Keserasian Pendidikan di Indonesia
Suatu upaya menuju kepada keserasian pendidikan di Indonesia harus dilakukan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Berikut ini adalah beberapa upaya dalam peningkatan keserasian pendidikan di Indonesia:
a. Peningkatan Pendidikan Dasar dan Menengah
Pemerintah telah menggulirkan Dana BOS untuk tingkat SD/MI dan SMP/MTs.sejak tahun 2005 dalam rangka penuntasan wajib belajar 9 tahun, ternyata masih ada di beberapa tempat ditemukan siswa putus sekolah alasan tingginya biaya pendidikan terumata di kota-kota besar.
Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah . Masih adanya kesenjangan kesempatan pendidikan perlu diberikan solusi yang tepat dari pemerintah, yayasan penyelenggara pendidikan dan peran serta masyarakat dalam memberikan kesempatan memperoleh pendidikan semua lapisan masyarakat.
Implementasi pada kondisi demikian berdampak pada ditetapkannya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang pada gilirannya kemudian dipertegas dalam PP. No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pemerintah Kota Malang telah mengembangkan jenis dan fasilitas pendidikan melalui bentuk-bentuk sekolah yang diantaranya meliputi; (1) sekolah model, (2) Sekolah Standar Nasional (SSN), (3) Sekolah Standar Nasional Bertaraf Internasional (SNBI), (4) Sekolah Internasional, (5) Sekolah Berbasis ISO 9001:2000, (6) pendidikan inklusi, dan (7) kelas layanan khusus (Profil Pendidikan Malang, 2006).

b. Pengembangan Program Studi Perguruan Tinggi
Mengembangkan dan menyelenggarakan program-program studi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi terpilih pada tingkat pendidikan sarjana dan pasca sarjana yang :
1. Menghasilkan tenaga akademik dan tenaga profesional yang diperlukan untuk menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dinilai strategis untuk pembangunan industri dan pranata sosial bagi kegiatan masayarakat masa depan;
2. Menghasilkan tenaga akademik dan tenaga profesional yang diperlukan untuk menguasai berbagai bidang ilmu sosial dan budaya yang dinilai menentukan dalam meningkatkan keserasian dalam kehidupan masyarakat yang membangun.
2. Peningkatan Pendidikan Pasca Sarjana
Memantapkan struktur, pengembangan dan penyelenggaraan program pasca sarjana serta meningkatkan mutu lulusannya, melalui peningkatan kerjasama dengan lembaga pendidikan tinggi dan ilmiah luar negeri, kerjasama dengan industri, evaluasi kesejawatan mengenai program, pengembangan sumberdaya pendidikan tinggi, serta pengelolaan tunggal dalam mengembangkan program pasca sarjana.
Meningkatkan prasarana dan sarana perguruan tinggi secara efisien dan efektif yang ditujukan untuk mengantisipasi dan menanggapi tuntutan masa depan melalui evalusi eksternal dan alokasi bersaing berlapis dengan dua kategori : (1) lapis umum yang terbuka bagi semua perguruan tinggi, dan (2) lapis pembinaan yang hanya terbuka bagi perguruan tinggi dalam tahap pengembangan.
Meningkatkan kerjasama internasional di bidang pendidikan tingggi untuk memberi dorongan pada program pasca sarjana yang masih kurang interaksinya dengan program sejenis di luar negeri, dengan mengembangkan secara bertahap, baik :Menyelenggarakan kerjasama kemiteraan dengan organisasi profesi, organisasi masyarakat lain, industri dan instansi terkait, untuk mengembangkan dan menyelenggarakan program pendidikan profesi berkualitas di atas tingkat sarjana guna untuk menghasilkan tenaga profesional yang mampu bersaing dan menunjukkan kinerja yang baik dalam pasaran kerja yang lebih terbuka.

c. Peningkatan Relevansi Dan Kualitas Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
Menelaah kembali, menata ulang dan meningkatkan tujuan, persyaratan ambang, masukan dan proses di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, untuk mencapai peningkatan efisiensi, produktivitas dan efektifitas sistem, yang meliuputi :
1) Kemampuan LPTK untuk menghasilkan guru yang baik, dengan kualifikasi dan jumlah yang sesuai dengan yang diperlukan di masyarakat.
2) Pengembangan kemampuan akademik LPTK sesuai dengan persyaratan yang diperlukan untuk menghasilkan lulusan yang dibekali dengan seperangkat kamampuan untuk memasuki pasar kerja yang lebih beragam, di samping menghasilkan guru yang baik.
3) Peningkatan fungsi akademik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) di Universitas sebagai suatu unit sumberdaya bagi universitas.
4) Peningkatan keakraban LPTK dengan lingkungan kerja yang menjadi situasi acuannya, yaitu lingkungan sekolah, industri dan universitas.

Meningkatkan kualitas sumberdaya akademik agar LPTK dapat menyelenggarakan kegiatan fungsionalnya dengan kinerja yang lebih tinggi: (1) meningkatkan kualitas guru yang dihasilkan LPTK;
(2) meningkatkan kinerja proses pembelajaran di LPTK dan di Sekolah; (3) Menyumbang kepada khazanah pengetahuan dan pelaksanaan proses pembelajaran yang secara umum dapat meningkatkan proses pembelajaran di dunia pendidikan.

d. Peningkatan Pelayanan Kepada Masyarakat
Meningkatkan kegiatan pengabdian pada masyarakat dengan menyebarkan hasil penelitian terapan, kaji tindak, maupun paket teknologi tepat-guna untuk dimanfaatkan dalam kegiatan produktif dan peningkatan mutu kehidupan masyarakat; serta untuk meluaskan wawasan dan pengalaman perguruan tinggi mengenai keperluan dan masalah nyata yang dihadapi masyarakat.
Meningkatkan kegiatan pengabdian pada masyarakat dengan menyebarkan hasil penelitian terapan, kaji tindak, maupun paket teknologi tepat-guna untuk dimanfaatkan dalam kegiatan produktif dan peningkatan mutu kehidupan masyarakat; serta untuk meluaskan wawasan dan pengalaman perguruan tinggi mengenai keperluan dan masalah nyata yang dihadapi masyarakat.
Menyebarkan pengetahuan dan praktek dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi tepatguna yang bermanfaat bagi perorangan dan kelompok masyarakat untuk digunakan dalam kegiatan produktif dan upaya meningkatkan mutu kehidupan.
Menyelenggarakan disseminasi informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta unjuk penerapannya untuk membantu pengusaha kecil dalam memajukan usaha mereka dengan memanfaatkan informasi, kemampuan penelitian dan pengembangan, serta jaringan hubungan yang dimiliki perguruan tinggi.
Meningkatkan kemampuan perguruan tinggi dan mitra kerjasama dalam bidang ilmu dan teknologi melalui kerjasama yang saling bermanfaat antara perguruan tiggi dengan industri, lembaga, atau instansi relevan lain, serta membangun saluran masukan untuk meningkatkan relevansi dan kualitas program-program perguruan tinggi.

B. Teknologi Pendidikan

Teknologi pendidikan adalah teori dan praktek perancangan, pengembangan, pemanfaatan, manajemen dan evaluasi terhadap proses-proses dan sumber-sumber untuk belajar. Sumber daya manusia yang mengelola pendidikan harus memiliki kemampuan akademis dan profesional handal untuk mengembangkan dan/atau menerapkan teknologi pendidikan agar penyelenggaraan pendidikan menjadi lebih berkualitas, efektif, efisien, dan relevan dengan kebutuhan pembangunan.
Tuntutan peningkatan kualitas, keefektifan, efisiensi, dan relevansi pendidikan
harus sejalan pula dengan adanya tuntutan peningkatan kualitas dari sumber daya manusia secara berkesinambungan. Untuk itu, diperlukan sikap belajar sepanjang hayat (life long education). Pembentukan sikap dan kemampuan belajar sepanjang dapat dilakukan melalui pengembangan sistem belajar mandiri, yaitu belajar yang didorong oleh motivasi diri sendiri.

Untuk memenuhi kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan akademis dan profesional sesuai tuntutan di atas, maka program Teknologi Pendidikan dirancang dengan kekhususan teknologi pendidikan untuk pengembangan sistem belajar mandiri. Para lulusan teknologi pendidikan diproyeksikan sebagai sumber daya manusia yang memiliki kemampuan akademis dan profesional untuk mengembangkan dan/atau menerapkan teknologi pendidikan ataupun sumber daya manusia yang mampu mengelola satuan-satuan lembaga pendidikan /pelatihan dengan komitmen tinggi untuk mengembangkan dan memanfaatkan teknologi pendidikan dengan wawasan pengembangan belajar mandiri. Kemampuan akademis dan profesional seperti itu sangat penting untuk dikuasai oleh para dosen, widyaiswara, guru, kepala sekolah, pengawas/penilik, dan para pejabat lain yang turut bertanggung jawab/terkait dalam pengembangan proses belajar mengajar di setiap lembaga pendidikan/pelatihan.

Teknologi Pendidikan bertujuan untuk menghasilkan lulusan dengan kualifikasi:
1. Memiliki wawasan pendidikan secara komprehensif untuk peningkatan kualitas pendidikan.
2. Mampu menciptakan strategi-strategi dan produk pembelajaran pada tingkat
makro dan mikro dengan pendekatan sistem belajar mandiri.
3. Mampu mengembangkan teknologi pendidikan yang secara luas digunakan dalam pembelajaran terutama yang mendorong kemandirian belajar.
4. Mampu memanfaatkan proses-proses dan sumber-sumber belajar untuk mendorong kemandirian belajar.
5. Mampu mengelola teknologi pendidikan melalui perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengawasan.
6. Mampu mengevaluasi proses belajar dan pembelajaran secara adekuat.
7. Mampu mengelola satuan lembaga pendidikan/pelatihan.

C. Aplikasi Teknologi Pendidikan Terhadap Keserasian Pendidikan

Aplikasi teknologi pendidikan terhadap keserasian pendidikan tersebut diantaranya adalah melalui perancangan dan pembuatan modul, digital library, universitas terbuka, e-learning, dan pendidikan jarak jauh.
1. Perancangan dan pembuatan modul pembelajaran.
Dengan adanya pembuatan modul modul Sistem belajar dengan fasilitas modul telah dikembangkan baik di luar maupun di dalam negeri, yang dikenal dengan Sistem Belajar Bermodul (SBB). SBB telah dikembangkan dalam berbagai bentuk dengan berbagai nama pula, seperti Individualized Study System, Self-pased study course, dan Keller plan (Tjipto Utomo dan Kees Ruijter, 1990). Masing-masing bentuk tersebut menggunakan perencanaan kegiatan pembelajaran yang berbeda, yang pada pokoknya masing-masing mempunyai tujuan yang sama, yaitu: (1) memperpendek waktu yang diperlukan oleh siswa untuk menguasai tugas pelajaran tersebut; (2) menyediakan waktu sebanyak yang diperlukan oleh siswa dalam batas-batas yang dimungkinkan untuk menyelenggarakan pendidikan yang teratur.
2. Digital Library dan E-learning
Pembelajaran jarak jauh. E-learning memungkinkan pembelajar untuk menimba ilmu tanpa harus secara fisik menghadiri kelas. Pembelajar bisa saja berada di Jakarta, sementara “instruktur” dan pelajaran yang diikuti berada di kota lain bahkan di negara lain. Dengan cara ini, pembelajar bisa mengatur sendiri waktu belajar, dan tempat ia mengakses ilmu yang dipelajari. Jika, pembelajaran ditunjang oleh perusahaan, maka si pembelajar bisa mengakses modul yang dipelajarinya dengan mengkoordinasikan waktu ia belajar dan waktu ia bekerja. Tugas-tugas yang sehubungan dengan e-learning yang ditekuni pun bisa disesuaikan waktu pengerjaannya dengan kesibukan pembelajar.

Dengan cara ini, jumlah pembelajar yang bisa ikut berpartisipasi bisa jauh lebih besar dari pada cara belajar secara konvensional di ruang kelas (jumlah siswa tidak terbatas pada besarnya ruang kelas). Teknologi ini juga memungkinkan penyampaian pelajaran dengan kualitas yang relatif lebih standar dari pada pembelajaran di kelas yang tergantung pada “mood” dan kondisi fisik dari instruktur.
Manfaat yang bisa dinikmati dari e-learning:
1) Fleksibilitas. Jika pembelajaran konvensional di kelas mengharuskan siswa untuk hadir di kelas pada jam-jam tertentu (seringkali jam ini bentrok dengan kegiatan rutin siswa), maka e-learning memberikan fleksibilitas dalam memilih waktu dan tempat untuk mengakses pelajaran.
2) E-learning memberikan kesempatan bagi pembelajar untuk memegang kendali atas kesuksesan belajar masing-masing, artinya pembelajar diberi kebebasan untuk menentukan kapan akan mulai, kapan akan menyelesaikan, dan bagian mana dalam satu modul yang ingin dipelajarinya terlebih dulu.. Jika ia mengalami kesulitan untuk memahami suatu bagian, ia bisa mengulang-ulang lagi sampai ia merasa mampu memahami. Seandainya, setelah diulang masih ada hal yang belum ia pahami, pembelajar bisa menghubungi instruktur, nara sumber melalui email atau ikut dialog interaktif pada waktu-waktu tertentu.
3) E-learning bisa memberikan manfaat yang optimal jika beberapa kondisi berikut terpenuhi. Sebelum memutuskan untuk mengikuti e-learning, perlu menentukan tujuan belajar, sehingga bisa memilih topik, modul, lama belajar, biaya, dan sarana belajar secara elektronik yang sesuai.
3. Universitas Terbuka dan Pendidikan Jarak Jauh.
Melalui Universitas terbuka guru dapat memperoleh dan mengembangkan kualitas pendidikannya tanpa harus meninggalkan tugasnya. Sistem pembelajaran UT dikelola oleh Unit Penyelenggara Belajar Jarak Jauh (UPBJJ) yang dibentuk kelompok-kelompok belajar (POKJAR). Kegiatan belajar dilaksanakan dalam kelompok belajar untuk mempelajari modul-modul yang telah disiapkan sesuai mata kuliah yang ditempuh. Guru-guru yang bertempat tinggal di daerah dapat mengikuti tanpa harus belajar ke kota Provinsi, dengan pokjarnya mahasiswa dibawah bimbingan tutor berdiskusi membahas materi dalam modul. Setelah akhir semester mahasiswa mengikuti ujian semester yang dilaksanakan oleh Universitas Tebuka yang ditangani oleh UPBJJ terdekat.
Menurut Allan J. Henderson, e-learning adalah pembelajaran jarak jauh yang menggunakan teknologi komputer, atau biasanya Internet (The e-learning Question and Answer Book, 2003).

III. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Didalam keserasian pendidikan terdapat kesesuaian, kecocokan,
Keseimbangan antara komponen pendidikan sehingga tercapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Menurut Sismanto (2007: 1), keserasian dalam pendidikan terjadi jika penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik, orangtua, masyarakat, kondisi lingkungan, kondisi sekolah, dan kemampuan pemerintah daerah.

2. Beberapa permasalahan keserasian pendidikan di Indonesia adalah:
Kesenjangan pemerataan pendidikan, belum menghasilkan lulusan yang memiliki life skill yang sesuai, belum optimalnya kerjasama dengan Dunia Usaha/Dunia Industri, belum berbasis pada masyarakat dan potensi daerah
3. Upaya Menuju kepada Keserasian Pendidikan di Indonesia diantaranya adalah :
– Peningkatan Pendidikan Dasar dan Menengah
– Pengembangan Perguruan Tinggi
– Peningkatan Relevansi Dan Kualitas Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan
– Peningkatan Pelayanan Kepada Masyarakat
4. Aplikasi teknologi pendidikan terhadap keserasian pendidikan tersebut diantaranya adalah melalui pembuatan modul, e-learning dan digital library, universitas terbuka/pendidikan jarak jauh terbuka,.
B. Saran
Pemerintah bersama guru, tenaga kependidikan dan civitas akademik lain bersama bersatu untuk menerapakan teknolog pendidikan sesuai dengan tuntutan jaman dan kebutuhan masyarakat dalam mencapai keserasian pendidikan di Indonesia.

Sumber : http://ismanita.wordpress.com/2009/12/07/aplikasi-teknologi-pendidikan-terhadap-keserasian-pendidikan/

14.            Aplikasi Teknologi Pendidikan dalam Meningkatkan Pendidikan

Aplikasi TP dalam Meningkatkan Produktivitas Pendidikan

KONTRIBUSI TEKNOLOGI PENDIDIKAN DALAM

PEMBANGUNAN PENDIDIKAN [1]

Oleh

Prof. Dr. Yusufhadi Miarso, M.Sc.[2]

Pendahuluan

Teknologi merupakan merupakan bagian integral dalam setiap budaya. Makin maju suatu budaya, makin banyak dan makin canggih teknologi yang digunakan. Meskipun demikian masih banyak di antara kita yang tidak menyadari akan hal itu. Sebenarnya 25 tahun yang lalu Menteri Pendidikan Daoed Joesoef telah menyatakan bahwa “Teknologi diterapkan di semua bidang kehidupan, di antaranya bidang pendidikan. Teknologi pendidikan ini karenanya beroperasi dalam seluruh bidang pendidikan secara integratif, yaitu secara rasional berkembang dan terjalin dalam berbagai bidang penididikan”. Pernyataan kebijakan itu merupakan penegasan dari penetapan kebijakan sebelumnya, termasuk yang tertuang dalam PELITA I s/d III.

Apa yang telah merupakan pernyataan kebijakan, masih dipersoalkan sampai saat ini. Mungkin dengan dalih bahwa pernyataan Menteri yang terdahulu, tidak lagi berlaku sekarang. Di kalangan akademik masih ada yang mempertanyakan apa sebenarnya teknologi pendidikan itu, karena di Amerika Serikat saja yang ada adalah istilah Instructional Design, Development and Evaluation (IDDE di Syracuse University, Instructional System Technology (IST di Indiana University), bahkan organisasi profesi yang ada adalah AECT (Association for Educational and Communications and Technology).

Mereka yang tidak tajam kemampuan analisisnya, sifat teknologi pendidikan yang integratif seperti dinyatakan oleh Daoed Joesoef, tidak mengetahui apa dan bagaimana wujut unsur teknologi pendidikan yang telah terintegrasi tersebut. Mereka yang hanya mampu melihat hasil akhir suatu produk atau sistem, misalnya media pembelajaran, tidak akan dapat mengetahui apa saja unsur yang membentuk produk tersebut, dan bagaimana produk itu dihasilkan serta bagaimana produk tersebut  berfungsi dalam sistem.

Menghadapi masih adanya sikap acuh tersebut, para teknolog pendidikan baik praktisi maupun akademisi yang mempunyai komitmen profesi harus berpikir dan bertindak proaktif untuk menanggapi sikap tersebut, dengan membuktikan dan mengembangkan teknologi pendidikan sehingga manfaatnya dapat dirasakan atau setidak-tidaknya diketahui oleh masyarakat luas.

Dalam makalah ini diungkap secara singkat wujud sumbangan Teknologi Pendidikan sebagai disiplin keilmuan, sebagi profesi, dan sebagai bidang garapan, serta kontribusinya dalam pembangunan pendidikan.

Disiplin Keilmuan Teknologi Pendidikan

Terlebih dahulu perlu diberikan batasan umum tentang pengertian teknologi, semua teknologi termasuk teknologi pendidikan, yaitu  :

  • proses yang meningkatkan nilai tambah;
  • produk yang digunakan dan/atau dihasilkan untuk memudahkan dan mening-katkan kinerja;
  • struktur atau sistem dimana proses dan produk itu dikembangkan dan  digunakan.

Teknologi memasak misalnya, adalah proses untuk mengolah bahan mentah (sayuran, tahu, tempe, daging, garam, bumbu dsb.) dengan menggunakan produk berupa pisau, wajan, panci, kompor dsb. untuk menghasilkan produk berupa makanan, dan  makanan itu sendiri merupakan komponen dari sistem kelangsungan hidup berupa gizi atau nutrisi, yang perlu dilengkapi dengan komponen lain seperti minum, olahraga, istirahat dsb.

Teknologi pendidikan telah berkembang sebagai suatu disiplin keilmuan yang berdiri sendiri. Perkembangan tersebut dilandasi oleh serangkaian kaidah atau dasar yang dijadikan patokan pembenaran. Secara falsafi, dasar keilmuan  itu meliputi : ontologi atau rumusan tentang obyek formal atau pokok telaah yang merupakan gejala pengamatan yang tidak tergarap oleh bidang telaah lain; epistemologi yaitu usaha atau prinsip intelektual untuk memperoleh kebenaran dalam pokok telaah yang ditentukan; dan aksiologi atau nilai-nilai yang menentukan kegunaan dari pokok telaah yang ditentukan, yang mempersoalkan nilai moral atau etika dan nilai seni dan keindahan atau estetika. (Miarso,2004)

Obyek formal teknologi pendidikan adalah belajar pada manusia. Belajar itu sendiri dapat diartikan sebagai perubahan pada diri seseorang atau suatu lembaga yang relatif menetap dan berkembang dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan, yang disebabkan  karena pemikiran dan pengalaman. Belajar itu terjadi dimana saja, kapan saja, apa saja, dari apa atau siapa saja, dan dengan cara bagaimana saja. Gambar berikut menunjukkan obyek formal tersebut.

Gambar 1 : Obyek Formal teknologi Pendidikan

Sedang gejala yang memerlukan penggarapan terhadap obyek formal tersebut adalah :

  1. Adanya sejumlah besar orang yang belum terpenuhi kesempatan belajarnya, baik yang diperoleh melalui suatu lembaga khusus, maupun yang dapat diperoleh secara mandiri
  2. Adanya berbagai sumber belajar baik yang telah tersedia maupun yang dapat direkayasa, tetapi belum dapat dimanfaatkan untuk keperluan belajar.
  3. Diperlukan adanya suatu usaha khusus yang terarah dan terencana untuk menggarap sumber-sumber tersebut agar dapat terpenuhi hasrat belajar setiap orang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan.
  4. Diperlukan adanya pengelolaan atas kegiatan khusus dalam mengembangkan dan memanfaatkan sumber untuk belajar tersebut secara efektif, efisien dan selaras.

Usaha khusus yang terarah dan terencana bukan sekedar menambah apa yang kurang, menambal apa yang berlubang, dan menjahit apa yang sobek. Menurut Banathy bukan hanya “doing more of the same”, ataupun “doing it better of the same”, melainkan “doing it differently” yaitu merupakan upaya untuk menjamin hasil yang diharapkan (Banathy,1991). Pendekatan yang berbeda itu adalah pendekatan yang memenuhi lima persyaratan, yaitu :

  1. Pendekatan isomeristik, yaitu yang menggabungkan berbagai kajian/bidang keilmuan (psikologi, komunikasi, ekonomi, manajemen, rekayasa teknik dsb.) ke dalam suatu kesatuan tersendiri;
  2. Pendekatan sistematik , yaitu dengan cara yang berurutan dan terarah dalam usaha memecahkan persoalan;
  3. Pendekatan sinergistik, yaitu yang menjamin adanya nilai tambah dari keseluruhan kegiatan dibandingkan dengan bila kegiatan itu dijalankan sendiri-sendiri, dan
  4. Sistemik, yaitu pengkajian secara menyeluruh
  5. Inovatif, yaitu mencari dan mengembangkan solusi yang baru

Usaha khusus dengan pendekatan inilah yang merupakan azas epistemologi teknologi pendidikan.

Azas manfaat atau aksiologi dari teknologi pendidikan dapat dinyatakan dengan kutipan pendapat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef dalam Lokakarya Nasional Teknologi Pendidikan di Yogyakarta pada tahun 1982 sebagai berikut :

Teknologi pendidikan perlu dipikirkan dan dibahas terus menerus karena adanya kebutuhan real yang mendukung pertumbuhan dan perkembangannya, yaitu (i) tekad mengadakan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar; (ii) keharusan meningkatkan mutu pendidikan berupa, antara lain, penyempurnaan kurikulum, penyediaan berbagai sarana pendidikan, dan peningkatan kemampuan tenaga pengajar lewat berbagai bentuk pendidikan serta latihan; (iii) penyempurnaan system pendidikan dengan penelitian dan pengembangan sesuai dengan tantangan jaman dan kebutuhan pembangunan; (iv) peningkatan partisipasi masyarakat dengan pengembangan dan pemanfaatan berbagai wadah dan sumber pendidikan; (v) penyempurnaan pelaksanaan interaksi antara pendidikan dan pembangunan di mana manusia dijadikan pusat perhatian pendidikan.

Pernyataan kebijakan tersebut pada saat ini telah terwujutkan, baik sebagai konsep maupun sebagai bentuk atau pola pelembagaan pendidikan. Konsep tersebut bahkan telah  dikukuhkan dengan ketentuan perundangan dan peraturan. Paling tidak ada lima konsep dalam teknologi pendidikan yang telah terintegrasi dalam sistem pendidikan dan tertuang dalam Undang-undang Sisdiknas dan turunannya. Ke lima konsep itu adalah : 1) pembelajaran yang berfokus pada peserta didik; 2) sumber belajar yang beraneka; 3) pendekatan dari bawah (bottom-up approaches) dalam mengelola kegiatan belajar dan implikasinya dalam satuan pendidikan; 4) sistem pendidikan terbuka dan multi makna; dan 5) pendidikan jarak jauh.

Namun perlu diperhatikan bahwa pembenaran secara falsafi, harus pula dilengkapi dengan pembenaran ilmiah. Pembenaran ilmiah dilakukan dengan melalui tiga kategori pendekatan yang berakar pada filsafat ilmu. Ke tiga pendekatan itu adalah pengembangan, penelitian, dan penilaian yang diperlukan untuk menghasilkan teori, model, sistem, pembuktian, program aksi, dan kebijakan. Kebenaran ilmiah dalam disiplin teknologi pendidikan telah dan sedang dilakukan untuk mengembangkan model, produk dan sistem, pengujian berbagai strategi dan media pembelajaran, serta berbagai penilaian seperti penelusuran kebutuhan, penilaian efektivitas tindakan dsb.

Perlu disadari bahwa semua bentuk teknologi, termasuk teknologi pendidikan, adalah sistem yang diciptakan oleh manusia untuk sesuatu tujuan tertentu, yang pada intinya adalah mempermudah manusia dalam memperingan usahanya, meningkatkan hasilnya, dan menghemat tenaga serta sumber daya yang ada. Oleh karena itu teknologi itu pada hakekatnya adalah tidak bebas nilai, karena terkandung adanya aturan etik dan estetika dalam penciptaa dan penggunaannya. Namun ada orang-orang tertentu yang menyalahgunakan makna dan/atau penggunaannya, dengan menganggap teknologi itu value-free atau empty of meaning.

Bertolak dari landasan filsafat dan pembenaran ilmiah tersebut di atas, teknologi pendidikan di definisikan sebagai teori dan praktek dalam merancang mengemangkan, menerapkan, mengelola, menilai dan meneliti proses, sumber dan sistem belajar. Definisi ini merupakan adaptasi dari definisi yang dirumuskan oleh Seels dan Richey (1994, h. 10).

Profesi Teknologi Pendidikan

Setiap profesi paling sedikit harus memenuhi lima syarat. Pertama adalah pendidikan dan pelatihan yang memadai, kedua adanya komitmen terhadap tugas profesionalnya, ketiga adanya usaha untuk senantiasa mengembangkan diri sesuai dengan kondisi lingkungan dan tuntutan zaman, keempat adanya standar etik yang harus dipatuhi, dan kelima adanya lapangan pengabdian yang khas.

Pendidikan dan pelatihan dalam teknologi pendidikan telah dimulai pada tahun 1972, berupa latihan untuk pengembangan bahan ajar melalui radio. Pada tahun 1974 mulai diberikan matakuliah teknologi pendidikan di IKP Jakarta, dan pada tahun 1976 dibuka pendidikan akademik jenjang Sarjana dalam program Teknologi Pendidikan melalui kerjasama antara Tim Penyelenggara Teknologi Komunikasi untuk Pendidikan dan Kebudayaan (embrio Pustekkom) dengan IKIP Jakarta. Dua tahun kemudian pada tahun 1978 dibuka pendidikan jenjang Magister dan Doktor Teknologi Pendidikan di IKIP Jakarta. Program pendidikan tersebut merupakan bagian integral dari Proyek Pengembangan Teknologi Komunikasi Untuk Pendidikan yang sekaligus bertujuan untuk membentuk suatu lembaga yang bertanggung jawab mengkoordinasikan pengembangan teknologi pendidikan di Indonesia.

Mereka yang berprofesi atau bergerak dalam bidang teknologi pendidikan atau singkatnya disebut Teknolog Pendidikan, harus mempunyai komitmen dalam melaksanakan tugas profesionalnya yang utama yaitu terselenggaranya proses belajar bagi setiap orang, dengan dikembangkan dan digunakannya berbagai sumber belajar selaras dengan karakteristik masing-masing pebelajar (learners) serta perkembangan lingkungan. Karena lingkungan itu senantiasa berubah, maka para Teknolog Pendidikan harus senantiasa mengikuti perkembangan atau perubahan itu, dan oleh karena itu ia dtuntut untuk selalu mengembangkan diri sesuai dengan kondisi lingkungan dan tuntutan zaman, termasuk selalu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.

Profesi ini bukan profesi yang netral dan bebas nilai. Ia merupakan profesi yang memihak kepada kepentingan pemelajar (learners) agar mereka memperoleh kesempatan untuk belajar agar potensi dirinya dapat berkembang semaksimal mungkin. Profesi ini  juga tidak bebas nilai karena masih banyak pertimbangan lain seperti sosial, budaya, ekonomi dan rekayasa  yang mempengaruhi, sehingga tindakannya harus selaras dengan situasi dan kondisi serta berwawasan ke masa depan. Pada tahun 1987 didirikan Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia (IPTPI) yang mempunyai Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Kode Etik. Dalam kode etik tersebut dicantumkan kewenangan dan kewajiban, yang antara lain kewajiban untuk selalu mengikuti perkembangan IKTEK dan lingkungan. Kecuali itu juga dirumuskan tanggung jawab profesi kepada perorangan, masyarakat, rekan sejawat dan orgainisasi.

Profesi teknologi pendidikan, sebagaimana halnya semua profesi yang baru, menghadapi tantangan yang inheren. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah pengakuan atas profesi teknologi pendidikan. Yang saya prihatinkan adalah bahwa pengakuan profesi tersebut selalu dikaitkan dengan jabatan fungsional sebagai pegawai negeri. Padahal pendidikan keahlian teknologi pendidikan pada prinsipnya tidak mendidik calon pegawai negeri, melainkan mereka yang mampu mengabdi dan berkarya untuk mengatasi masalah belajar dimana saja. Jadi terpaksa kita harus mengikuti pengakuan pprofesi sebagai jabatan fungsional pegawai negeri. Usul pengakuan jabatan fungsional tersebut telah diajukan sejak tahun 1985 melalui Pustekkom Diknas (sewaktu masih dikenal dengan Pusat TKPK). Upaya itu digalakkan lagi dengan lahirnya organisasi profesi pada tahun 1987, dan berikutnya dengan ditetapkannya Undang-undang No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan selanjutnya Undang-undang No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Berdasarkan UU tersebut dimungkinkan adanya jabatan pendidik dan tenaga kependidikan. Pendidik termasuk guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain sesuai kekhususan. Sementara pada kategori tenaga kependidikan dimungkinkan adanya jabatan pamong belajar, peneliti, pengembang dan teknisi sumber belajar. Proposal berupa Naskah Akademik dan Draft Keputusan Menpan Tentang Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi Pendidikan dan Teknisi Sumber Belajar, kita ajukan lagi sesuai dengan perundangan terbaru tersebut kepada Menpan, namun sementara ini semua usulan  mengenai jabatan fungsional ditangguhkan, karena adanya niat untuk mengurangi jumlah pegawai negeri.

Tugas pokok profesi teknologi pendidikan berdasarkan versi usulan tahun 1985 yang diperbaharui tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Pengembangan bidang studi dan kawasan teknologi pendidikan
  2. Perancangan sistem pembelajaran
  3. Produksi media pendidikan
  4. Penyediaan sarana dan prasarana belajar
  5. Pemilihan dan penilaian komponen sistem pembelajaran
  6. Penerapan/pemanfaatan sumberdaya belajar
  7. Penyebaran konsep dan temuan teknologi pendidikan
  8. Pengelolaan kegiatan pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya belajar
  9. Perumusan bahan kebijakan teknologi pendidikan

Sementara menunggu pengakuan de jure tersebut, sekarang ini mereka dengan profesi teknologi pendidikan telah mengabdikan dirinya sebagai pengelola, perencana, pengembang, pembuat, penilai, dan pengguna sistem dan komponen pembelajaran di Departemen/Lembaga Negara, Angkatan Bersenjata, Perguruan Tinggi, Lembaga Diklat, Lembaga Media (seperti TVRI, RRI, TPI, RCTI, SCTV dan “production houses“), satuan pendidikan luar sekolah, berwirausaha dalam pelatihan, serta berwiraswasta dalam produksi media dan sarana pendidikan.

Usaha memperoleh pengakuan profesi tersebut memperoleh alternatif jalan keluar dengan ditetapkannya Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.  Melalui Kantor Menristek sudah diproses Keputusan Presiden RI tentang jabatan Fungsional Perekayasa dan Teknisi Litkayasa dalam berbagai bidang, yang memungkinkan pengakuan profesi Teknolog Pendidikan sebagai salah satu bentuk jabatan fungsional dengan sebutan  Perekayasa Pendidikan/Pembelajaran.

Arah perkembangan kompetensi profesi tersebut kemudian perlu dijabarkan secara operasional dalam bentuk kurikulum. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 38 ayat (3) dan (4) UUSPN No. 20 Tahun 2003 mengenai pengembangan kurikulum pendidikan tinggi, perlu digunakan standar nasional pendidikan untuk setiap program studi. Namun karena Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 19 Tahun 2005 tidak mengatur standar nasional untuk jenjang pendidikan tinggi, maka yang perlu kita jadikan acuan adalah Keputusan Menteri pendidikan Nasional R.I. Nomor 232/U/2000 dan  Nomor 045/U/2002. Kecuali itu perlu pula diperhatikan ketentuan perundangan yang terakhir yaitu UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Berdasarkan Kepmen tersebut kurikulum inti program sarjana meliputi MPK (Matakuliah Pengembangan Kepribadian), MKK (Matakuliah Kompetensi Keilmuan), MKB (Matakuliah Kompetensi Berkarya), MPB (Matakuliah Perilaku Berkarya). Dan MBB (Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat). Konsep kompetensi tersebut dirumuskan lebih lanjut seperti tercantum dalam Lampiran. Berbagai matakuliah perlu dijabarkan dari kompetensi tersebut dan dilakukan sesuai dengan tuntutan mutu, kemampuan tenaga dan ketersediaan sarana & prasarana. Untuk itu setiap penyelenggara program studi teknologi pendidikan perlu melakukan analisis SWOT, dan ditindak lanjuti dengan berbagai kegiatan yang diperlukan, seperti penataran tenaga, pemutakhiran pengetahuan dan teknologi, pengadaan pustaka dan laboratorium dan lain-lain. Keculai landasan konseptual dan legal, kurikulum setiap program studi perlu dikembangkan atau diperbaharui sesuai dengan dinamika pembangunan, meliputi perkembangan kebijakan dan IPTEK termasuk  perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Pada awal diselenggarakannya, program studi teknologi pendidikan di IKIP Jakarta pada jenjang S1, S2 dan S3 adalah merupakan program studi yang berkesinambungan searah. Hal ini merupakan kesepakatan bersama dengan Pusat TKPK dalam rangka bantuan USAID. Hubungan kesinambungan itu terputus dengan berakhirnya proyek pada tahun 1984 dan dilaksanakannya keputusan Konsorsium Ilmu Pendidikan tentang Pedoman Pelaksanaan Pola Pembaharuan Sistem Pendidikan Tenaga Pendidikan (th.1981), khususnya Buku V yang mengatur program pasca sarjana. Berdasarkan pedoman tersebut maka S2 TP mempunyai misi untuk meningkatkan mutu staf pengajar jenjang S0 dan S1, sedang misi S3 adalah sebagai pusat penelitian untuk pengembangan ilmu kependidikan.

Serangkaian Peraturan dan Keputusan telah menyebabkan perubahan misi, struktur, kurikulum dan penyelenggaraan program studi teknologi pendidikan, baik pada jenjang S1, S2 maupun S3, hingga sekarang. Kurikulum S1 sudah diperbaharui pada tahun 2004. Sekarang kita perlu menelaah kembali misi, struktur, kurikulum dan penyelenggaraan program studi Teknologi Pendidikan pada Program Pasca Sarjana.  Program pendidikan keahlian itu diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tenaga dalam rangka inovasi pendidikan yaitu dikembangkan dan digunakannya konsep “resource-based learning” (bukan “teacher-based instruction”).

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka sudah sepantasnya kalau program  Teknologi Pendidikan pada program Sarjana dan Pasca Sarjana tidak lagi dikelola secara terpisah, dan untuk itu dikuasakan pengelolaannya kepada jurusan (khususnya program) Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan. Dengan demikian maka visi, misi dan tujuannyapun tidak dapat terlepas satu sama lain. Rumusan visi, misi dan tujuan itu  harus didasarkan pada konsep dasar dan filosofi teknologi pendidikan sebagai suatu bidang kajian, serta dengan kemajuan IPTEK dan kebutuhan pembangunan.

Kurikulum program studi Teknologi Pendidikan telah mengalami serangkaian perubahan. Kurikulum tersebut perlu dikembangkan dengan ketentuan : 1) memenuhi standar minimum keilmuan & keahlian yang ditentukan oleh Pemerintah; 2) kebutuhan dan kecenderungan pembangunan; 3) keinginan dan harapan dari para pemakai lulusan; 4) azas kesinambungan keahlian professional; 5) kondisi kelembagaan; dan 6) keterlibatan dan partisipasi para lulusan.

Dengan pertimbangan ketentuan tersebut khususnya butir # 2 ,3 dan 6 kurikulum S1 TP telah dikembangkan dengan memberi kesempatan kepada para mahasiswa untuk mengambil keahlian khusus (sebesar 36 SKS) dalam tiga bidang, yaitu : Pengembang Media, Pengelola Sistem Pembelajaran, dan Pengembang Teknologi Kinerja. Kurikulum S2 dan S3 dalam periode 1979 dan 1994 juga memberi kesempatan matakuliah keahlian pilihan meskipun hanya tiga-enam (3-6) SKS.

Jurusan Teknologi Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan UNJ, dengan para pakar Teknologi Pendidikan dan Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia, telah berprakarsa untuk memberikan masukan untuk pengembangan kurikulum pascasarjana dengan mempertimbangkan kesinambungannya dengan kurikulum sarjana. Konstruk kesinambungan kurikulum tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Kedalaman

S 3

S 2

S 1 dan S 0

Keluasan

Gambar 2 : Kesinambungan Kurikulum S1, S2 dan S3 Teknologi Pendidikan

Dengan bertolak pada konsep teknologi pendidikan yang meliputi empat komponen (riset dan teori; kegiatan perancangan, pengembangan, penggunaan, pengelolan, penilaian dan peleitian; proses, sumber dan sistem; dan belajar)  maka saya berpendapat bahwa semua komponen tersebut perlu dikaji dan dipelajari pada setiap jenjang, namun dengan keluasan dan kedalaman yang berbeda. Misalnya “riset” perlu diberikan di S1 agar mampu melakukan penalaran ilmiah dasar, sedangkan di S3 untuk penalaran tingkat tinggi sampai mengujia atau bahkan menemukan teori. Kecuali itu kegiatan yang perlu dikuasai oleh semua jenjang meliputi : Perancangan, Peng-embangan, Pemanfaatan. Pengelolaan,Penilaian, dan Penelitian Proses, Sumber dan Sistem Belajar dan Pembelajaran dengan keluasan dan kedalaman yang berbeda.

Mengenai lapangan pengabdian Teknolog Pendidikan dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3 : Lapangan Pengabdian Teknolog Pendidikan

Akademisi Teknologi Pendidikan adalah mereka yang memperoleh pendidikan keahlian pada jenjang S1, S2 dan S3 dalam program keahlian Teknologi Pendidikan.. Praktisi adalah mereka yang menguasai keterampilan, baik karena belajar mandiri, mengikuti kursus, pemagangan, pelatihan dll. tanpa perlu ijazah dalam salah satu atau lebih aspek teknologi pendidikan, dengan derajat mampu, mahir dan ahli. Ketarmpilan praktisi juga tidak perlu didukung dengan teoori, konsep dan/atau hasil-hasil penelitian. Berbeda dengan akademisi yang harus mengikuti program pendidikan khusus dan jangka waktu yang relatif panjang, serta mengikuti ketentuan kurikulum tertentu.

Latar pengabdian Teknolog Pendidikan dapat dalam lingkungan pribadi, keluarga, masyarakat, kursus, tempat ibadah dll. dimana ada keperluan belajar. Sedangkan produk pengabdian profesi dapat berupa media, sumber belajar lain,strategi & teknik belajar dan pembelajaran s/d rumusan kebijakan yang berkaitan dengan masalah  belajar.

Bidang Garapan Teknologi Pendidikan

Teknologi pendidikan merupakan suatu disiplin terapan, artinya ia berkembang karena adanya kebutuhan di lapangan, yaitu kebutuhan untuk belajar – belajar lebih efektif, lebih efisien, lebih banyak, lebih luas, lebih cepat dan sebagainya. Untuk itu ada usaha dan produk yang sengaja dibuat dan ada yang ditemukan dan dimanfaatkan. Namun perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang sangat pesat akhir-akhir ini dan menawarkan sejumlah kemungkinan yang semula tidak terbayangkan, telah membalik cara berpikir kita dengan  “bagaimana mengambil manfaat teknologi tersebut untuk mengatasi masalah belajar”.

Berdasarkan uraian terdahulu tentang obyek formal teknologi pendidikan dan profesi teknolog pendidikan, dapat disimpulkan bahwa bidang garapan atau disebut pula praktek teknologi pendidikan meliputi segala sesuatu dimana ada masalah belajar yang perlu dipecahkan. Dalam Gambar 3  tentang Lapangan Pengabdian Teknolog Pendidikan, masalah belajar itu ada pada diri pribadi, pada keluarga, pada lingkungan masyarakat, pada lingkungan tempat ibadah, lingkungan lembaga pendidikan formal, lingkungan tempat kerja, dan pada lembaga media (surat kabar, radio, televisi, telematika dsb.).

Bertolak dari sejarah perkembangan garapan teknologi pendidikan, Saettler (1968,h.10-14) berpendapat bahwa awal muasal penggarapan masalah belajar adalah kaum Sufi pada sekitar abad 600 SM. Mereka merupakan penjaja ilmu pengetahuan yang mengajarkan ilmunya kepada para peserta-didik dengan berbagai cara, seperti misalnya dengan cara dialektik, dialogik, ceramah, dan penggunaan bahasa tubuh (body language) seperti gerakan wajah, gerakan tangan dsb., dengan maksud agar menarik perhatian dan agar ilmunya dapat ditransfer dengan baik. Ashby (1972,h 9-10) berpendapat bahwa dalam dunia pendidikan telah berlangsung empat revolusi, yaitu pertama diserahkannya pendidikan anak dari orantua atau keluarga kepada guru; kedua guru yang dierahi tanggung jawab mendidik melakukannya secara verbal dan unjuk kerja; ketiga dengan ditemukannya mesin cetak sehingga bahan pelajaran dapat diperbanyak dan digunakan lebih luas; dan keempat dengan berkembangnya secara pesat teknologi elektronik, terutama media komunikasi. Sekarang ini mungkin perlu ditambah dengan revolusi kelima dengan berkembangnya teknologi informasi yang serba digital.

Dalam lingkup pendidikan formal, sejarah teknologi pendidikan dapat diruntut dari Kommensky (Johann Amos Comenius) dengan bukunya Orbis Sensualium Pictus dan The Great Didactic (terjemahan dalam bahasa Inggris), dimana digunakan ilustrasi atau gambar untuk menjelaskan konsep yang abstrak (Thompson,1963,h.42). Dalam lingkungan pendidikan sekolah di Indoensia dulu juga dikenal istilah didaktik dan metodik. Bahkan di IKIP Jakarta (sekarang UNJ) jurusan Teknologi Pendidikan dibuka dan dikembangkan sebagai penggabungan Juruan Pendidikan Umum dan Jurusan Didaktik Metodik pada tahun 1976.

Praktisi teknologi pendidikan seperti digambarkan pada Gambar 3, dapat merupakan guru yang menerapkan strategi pembelajarn dengan pendekatan PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Intaraktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) sesuai dengan tuntutan dalam pembaharuan pendidikan. Guru tersebut mungkin memperoleh keterampilan pembelajaran setelah mengikuti program Akta Mengajar, atau mengikuti penataran, atau magang, atau pelatihan khusus yang dilaksanakan oleh yang berwewe-nang. Praktisi tersebut mungkin pula seorang yang mempunyai hobi elektronik, kemudian belajar sendiri bagaimana membuat rekaman  pembelajaran berupa PBK (pembelajaran berbantuan komputer), atau rekaman video permainan yang mendidik.

Masalah belajar itu dialami oleh siapa saja sepanjang hidupnya, dimana-mana : di rumah, di sekolah, di tempat kerja, di tempat ibadah, dan di masyarakat, serta berlangsung dengan cara apa saja dan dari apa dan siapa saja. Berkembangnya teknologi pendidikan itu tentu saja berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Mengingat bahwa obyek teknologi pendidikan adalah belajar (pada manusia) maka ada usaha untuk menggantikan istilah “teknologi pendidikan” dengan “teknologi pembelajaran”. Namun menurut pendapat saya karena pembelajaran tidak dapat dilakukan pada anak usia dini (PAUD maupun TK), sedangkan belajar sepanjang hayat meliputi mereka itu, maka saya cenderung tetap memakai istilah ”teknologi pendidikan”.

Kontribusi Teknologi Pendidikan

Berdasarkan uraian tersebut di atas, kontribusi teknologi pendidikan dalam pembangunan pendidikan dapat dibedakan dalam tiga kategori, yaiitu konsep, tenaga profesi dan kegiatan. Dalam pembahasan tentang azas manfaat teknologi pendidikan sebagai disiplin keilmuan telah dikemukakan bahwa teknologi pendidikan telah menyumbangkan sedikitnya lima konsep dalam pembaharuan sistem pendidikan nasional.  Istilah dan konsep “pembelajaran” telah diciptakan dan digunakan dalam kalangan teknologi pendidikan sejak tahun 1978. Istilah itu pada awalnya dihiraukan bahkan dicibirkan oleh banyak kalangan pendidikan lain. Namun dalam UU Sisdiknas 2003, istilah dan konsep tersebut dikukuhkan sebagai keharusan dalam proses pendidikan. Pengertian “pembelajaran” dalam UU Sisdiknas adalah “proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar dalam lingkungan belajar”. Sedangkan dalam konsep teknologi pendidikan, saya mendefinisikannya sebagai “proses sistematik dan sistemik yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang agar orang lain dapat secara aktif belajar sehingga mencapai kompetensi yang diharapkan.”

Penggunaan istilah “pembelajaran” bukan sekedar penggantian istilah “pengajaran”. Berdasarkan Penjelasan PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dinyatakan bahwa paradigma pengajaran yang lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentransfomasikan pengetahuan bergeser pada paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya. Sedangkan visi teknologi pendidikan yang saya rumuskan pada tahun 1987 telah terfokus kepada kepentingan peserta didik dengan rumusan “terciptanya kondisi yang memungkinkan setiap orang berkembang potensinya secara optimal, dengan dikembangkan dan dimanfaatkannya berbagai strategi dan sumber belajar”. Fokus kepada pemelajar tersebut telah merupakan kepedulian dalam kalangan teknologi pendidikan, dan dituangkan sebagai perubahan paradigma teknologi pendidikan yang ketiga pada tahun 1977 (AECT,1977).

Penetapan standar proses sebagai salah satu standar nasional pendidikan, dapat dikatakan merupakan implementasi dari konsep teknologi pendidikan sebagai proses untuk memperoleh nilai tambah. Langkah-langkah dalam standar proses yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pengawasan  juga identik dengan proses pembelajaran dalam konsep teknologi pendidikan. Demikian pula istilah dan konsep tentang sumber belajar, pendidikan terbuka dan multi makna, manajemen berbasis sekolah (yang merupakan pendekatan bottom-up), dan pendidikan jarak jauh, saya yakin merupakan kontribusi dari konsep teknologi pendidikan.

Kontribusi berupa tenaga profesi, baik akademisi maupun praktisi, dalam pembangunanpendidikan tidak diragukan lagi. Para profesi tersebut pada saat ini telah menyebar di dalam maupun ke luar lingkungan pendidikan, yaitu pada lembaga pelatihan, lembaga pemerintahan, dan lembaga masyarakat, lembaga media massa (radio, televisi dan surat kabar), serta lembaga atau organisasi bisnis dan industri yang berniat menjadi organisasi belajar. Mereka berkarya dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan belajar dan biasanya bekerja dalam satuan regu dengan aneka tugas, seperti perancang pembelajaran, artis grafis, ahli media, ahli evaluasi, pemrogram komputer, dan lain sebagainya. Para gurupun sebagian telah menjadi praktisi teknologi pendidikan, yaitu dengan menerapkan kawasan pemanfaatan dalam konsep teknologi pendidikan.

Lembaga penyelenggara pendidikan profesi teknologi pendidikan sekarang ini ada di mana-mana, dan telah berkembang sebagai suatu jaringan. Penyelenggaraan program akademik sekarang ini telah tersebar sedikitnya di 37 perguruan tinggi negeri maupun swasta, delapan di antaranya menyelenggarakan pendidikan hingga jenjang Magister, dan tiga pada jenjang Doktor.

Kontribusi yang berupa kegiatan, terwujud dengan tumbuh dan berkembangnya berbagai pola pendidikan dan pembelajaran. Program aplikasi teknologi pendidikan secara nasional yang pada awal perkembangan semula  dikoordinasikan oleh Pustekkom, sekarang ini telah menyebar, dan bahkan dapat dikatakan telah mulai melembaga. Hal ini terjadi karena telah banyaknya tenaga yang terdidik dalam bidang teknologi pendidikan dan banyaknya kegiatan penerapan teknologi pendidikan yang terintegrasi (imbedded) dalam kegiatan pendidikan atau pembelajaran. Program-program tersebut mempunyai skala dan tujuan yang berbeda-beda, seperti sistem belajar di rumah (home-schooling),  SLTP/MTs Terbuka, SMU Terbuka, KEJAR Paket A, B, dan C, televisi pendidikan (serial pertama tentang pendidikan karakter, ACI = Aku Cinta Indonesia), TV Edukasi, penataran guru melalui siaran radio pendidikan, penggunaan berbagai strategi dan sumber belajar di sekolah maupun lembaga pelatihan, Universitas Terbuka, dll. Keseluruhan kegiatan ini sudah merupakan bagian integral dalam sistem pendidikan.

Purnakata

Pendidikan merupakan kepedulian semua orang, sehingga ada kecenderungan pendapat bahwa oleh karena itu semua orang dengan sendirinya mengetahui dan memahami pendidikan. Contohnya adalah kenyataan bahwa orang-orang dengan latar pendidikan apa saja dapat memegang jabatan fungsional dalam bidang pendidikan. Ilmu pendidikan telah berkembang sesuai dengan perkembangan lingkungan dan disiplin keilmuannya sendiri. Salah satu wujut perkembangan itu adalah adanya disiplin keilmuan khusus teknologi pendidikan. Teknologi pendidikan telah berkembang sebagai bagian integral dalam pendidikan, baik sebagai ilmu, bidang garapan dan profesi.

Teknologi pendidikan sebagai disiplin keilmuan, profesi dan bidang garapan telah memberikan kontribusinya dalam pembangunan pendidikan. Namun kontribusi tersebut hanya akan berkembang dengan adanya komitmen sungguh-sungguh dari para teknolog pendidikan. Pengakuan profesi dalam jabatan fungsional di lingkungan pendidikan atau perekayasaan, bukan merupakan hal yang utama, karena lembaga pendidikan profesi teknologi pendidikan tidak diarahkan untuk mempersiapkan calon pegawai negeri, melainkan mereka yang peduli untuk mengatasi masalah belajar dalam berbagai latar dengan berbagai produk.

Hal-hal yang lebih penting dilakukan adalah menyebarkan konsep dan aplikasi teknologi pendidikan melalui berbagai kegiatan seperti penerbitan, penelitian, pengembangan berbagai produk untuk belajar, seminar, lokakarya, pelatihan dll. Besar harapan saya dalam pertemuan ini dapat dirumuskan tindakan bersama untuk menjustifikasi keberadaan teknologi pendidikan serta untuk meningkatkan kinerja lembaga maupun perorangan.

Referensi

AECT. The Definition of Educational Technology. Washington,DC: 1977

Ashby, Sir Eric. The Fourth Revolution. Instructional Technology in Higher Education. New York: McGraww-Hill Book Co. 1972

Banathy, Bela H. System Design in Education : a journey to create the future. Englewood Cliffs, NJ : Educational Technology Publications. 1991

Daoed Joesoef Pidato Pengarahan Menteri Pendidikan dan Kebuadayaan pada Rapat Koordinasi Teknologi Komunikasi untuk Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. 1981

———-.Pidato Pengarahan Menteri Pendidikan dan Kebuadayaan pada Lokakarya Nasional Teknologi Pendidikan dan Kebudayaan. Yogyakarta. 1982

Miarso, Yusufhadi. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Pustekkom bekerjasama dengan Kencana. 2004

Saettler,Paul. A History of Instructional Technlogy. New York: McGraww-Hill Book Co. 1968

Seels, Babara B. and Rita C. Richey. (1994). Instructional Technology: The Definition and Domains of the Field.  Washington,DC : AECT

Thompson, Merritt M. The History of Education. New York.  Barne & Noble, Inc. 1963

Sumber : http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=18&ved=0CBoQFjAHOAo&url=http%3A%2F%2Fyusufhadi.net%2Fwp-content%2Fuploads%2F2008%2F12%2Fkontribusi-teknologi-pendidikan-dalam-2.doc&ei=ZS9AS7OlDIGOkQWHnc3vAg&usg=AFQjCNFPAEwB3vU_jiBSVOXY1KKQg-Zgpg

15.            Profesi dan Pendidikan Keahlian

Profesi & Pendidikan Keahlian Teknologi Pendidikan

Tuesday, August 4, 2009 8:45

Posted in category Pendidikan

Perkembangan ilmu dan teknologi merupakan salah satu hasil produktivitas dari manusia yang memiliki pengetahuan yang didapat dari pendidikan. Dimana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki implikasi yang luas dalam kehidupan manusia sehingga diharapkan manusia – manusia tersebut perlu mendalami untuk mengambil manfaatnya secara optimal dan mereduksi implikasi negatif yang ada. Mendalami serta mengambil manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mungkin dilakukan oleh semua manusia dalam kapasitas dan dengan waktu yang sama. Keterbatasan manusia dan waktu tersebut menuntut adanya spesialisasi.

Pendidikan sebagai suatu ilmu, teknologi dan profesi tidak luput dari gejala perkembangan itu. Kalau semula hanya orang tua yang bertindak sebagai pendidik, kemudian kita kenal profesi guru yang diberi tanggung jawab mendidik. Sekarang ini secara konseptual maupun legal telah dikenal dan ditentukan sejumlah keahlian khusus, jabatan dan atau profesi yang termasuk dalam kategori tenaga kependidikan.
Tenaga pendidik dikelilingi oleh sejumlah tenaga yang dapat dibedakan dalam empat kategori yaitu penyelenggara, peneliti,pengembang dan pengelola. Keempat kategori tenaga ini mempunyai fungsi utama menunjang pelaksanaan tugas tenaga pendidik

a. Definisi teknologi pendidikan
Tumbuh dan berkembangnya suatu konsep tidak akan terlepas dari konteks dimana konsep itu akan tumbuh. Setiap konsep tentu memerlukan ’istilah’ atau ’nama’ yang diciptakan sebagai lambang untuk mengidentifikasikan konsep yang dimaksud dan untuk mengkomunikasikan gagasan yang ada didalamnya.

Teknologi pendidikan sebagai disiplin ilmu, pada awalnmya berkembang sebagai bidang kajian di Amerika Serikat. Kalau mengacu pada konsep teknologi sebagai cara, maka awal perkembangan teknologi pendidikan dapat dikatakan telah ada sejak awal peradaban. Usaha untuk merumuskan definisi Teknologi pendidikan secara terorganisasi dimulai sejak tahun 1960. definisi tersebut telah beberapa kali diperbaharui, dan tiap kali diberi arah baru bagi bidang tersebut. Hasil analisis bersama ini menghasilkan definisi bidang tahun 1994 yaitu :
Teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain,pengembangan,pemanfaatan, pengelolaan serta evaluasi proses dan sumber belajar.

Definisi 1994 mengenal baik tradisi bidang yang berlaku sekarang maupun kecenderungannya untuk masa depan. Definisi 1994 pun memberi tempat pada adanya keragaman dan spesialisasi seperti yang ada sekarang, selain juga menggabungkan unsur-unsur definisi dan kawasan bidang yang tradisonal. Tiap kawasan dari bidang memberikan sumbangan pada teori dan praktek yang menjadi landasan profesi.

b. Profesi
karakteristik
Finn ( 1953 ) yang dikutip dari www/http://en.wikibook. org/w/indeks.php?title=evaluaion_of_IT_as_profession dalam buku Professionalizing the audio-visual field menjelaskan tentang beberapa karakteristik dari profesi adalah , adanya : (1) suatu teknik intelektual ; (2) aplikasi teknik tersebut, yang terkait dengan urusan praktis manusia ; (3) pelatihan dengan periode waktu yang lama, sebelum memasuki profesi tersebut ; (4) suatu perkumpulan anggota profesi yang tergabung dalam sebuah badan dengan satu komunikasi bermutu tinggi antar anggota anggotanya ; (5) satu rangkaian pernyataan kode etik dan standar yang disepakati ; (6) pengembangan teori intelektual dengan penelitian yang terorganisasi. Dari enam karakteristik diatas maka Teknologi Pendidikan dapat digolongkan sebagai suatu profesi karena memiliki : Teknik intelektual , praktek aplikasi dari teknik tersebut, pelatihan dengan periode waktu yang panjang, asosiasi & komunikasi antar anggotanya,kode etik & standar, teori intelektual & penelitian.

c. Kompetensi
Kompetensi didefinisikan sebagai kualitas untuk menjadi kompeten; seperti memiliki ketrampilan,pengetahuan,pengalaman yang cukup atau pantas, atau memiliki kualifikasi untuk melaksanakan suatu tugas.(Harris,Guthrie,Hobart&Lundberg,1995; Spector& de la Teja, 2001)
Beberapa penggunaan terminologi berbeda tentang kompetensi diantaranya : kompetensi kunci/key competencies (australia), ketrampilan inti/core skills (UK), ketrampilan penting/essential skills (selandia baru). Di australia kompetensi adalah bingkai dari perspektif tentang harapan terhadap karyawan untuk dapat menerapkan pengetahuan dan ketrampilannya pada berbagai kondisi.(Haris et.al)
Lebih spesifik pada bidang TP, definisi kompetensi yang diusulkan oleh International Board of Standards for Training,Performance and Instruction (IBSTPI,2003) adalah “pengetahuan,ketrampilan atau sikap yang memungkinkan seseorang dalam melaksanakan aktifitasnya dengan efisien sesuai dengan pekerjaannya atau fungsinya sebagaimana standar yang diharapkan dalam ketenaga kerjaan”.
Sejarah penyusunan kompetensi TP :
AECT
1973 : 23 kompetensi
AECT,NSPI,ASTD
1981 : 16 kompetensi
1983 kesepakatan ide dalam penyusunan kompetensi (ID Certification) diantaranya :
• Kompetensi harus merefleksikan ketrampilan dari profesi desainer pembelajaran/pelatihan terkait pekerjaan,posisi,gelar,dan tingkat pendidikan mereka
• Kompetensi harus berorientasi pada kinerja dibanding orientasi akademik
• Walaupun beberapa situasi ketenagakerjaan membuat para desainer tidak dapat melatih semua kompetensinya, namun ia harus tetap dapat memenuhi sebagian besar(walaupun tidak semua) kompetensi
• Kompetensi harus merefleksikan pengalaman keahlian, profesional desainer yang membedakan dengan pelajar, pengikut pelatihan atau desainer tingkat awal
IBSTPI membagi kompetensi dalam 4 peran utama : Desainer pembelajaran, Manajer pelatihan, Instuktur dan performance technologist

d. Pendidikan Keahlian Teknologi Pendidikan
Teknologi Pendidikan hanya mungkin dikembangkan dan dimanfaatkan dengan baik bilamana ada tenaga yang menanganinya. Mereka itu adalah tenaga terampil,mahir dan atau ahli dalam melaksanakan kegiatan.
Pendidikan dan latihan keahlian teknologi pendidikan telah dimulai sejak akhir 1950-an dengan mengirim tenaga keluar negeri. Pendidikan dan keahlian semakin mendapat perhatian sejak awal Orde Baru dengan bantuan dari UNDP/UNESCO dan pemerintah Amerika Serikat.
Tenaga ahli yang telah dididik diluar negeri tersebut kemudian diberi tanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan keahlian didalam negeri. Program akademik jenjang S1 (sarjana) dengan keahlian teknologi pendidikan dibuka di IKIP Jakarta pada tahun 1976. dua tahun kemudian dibuka pendidikan keahlian pada jenjang S2 ( Magister)dan S3 ( doktor) Teknologi Pendidikan. Pada Tahun 1979 pendidikan keahlian teknologi pendidikan pada jenjang S1 diselenggarakan ditujuh IKIP ( Padang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan UjungPandang). Pada jenjang pasca sarjana selain di IKIP Jakarta juga di IKIP Malang. Pendidikan ini secara umum ditujukan untuk menghasilkan tenaga profesi teknologi pendidikan yang bergerak dan berkarya dalam seluruh bidang pendidikan, dan mengusahakan terciptanya keseimbangan dan keselarasan hubungan dengan profesi lain, untuk terwujudkannya gagasan dasar perkembangan tiap individu pribadi manusia Indonesia Seutuhnya.

Pendidikan keahlian Teknologi Pendidikan pada jenjang sarjana S1 ditujukan untuk penguasaan kemampuan :
1. Memahami landasan teori/riset an aplikasi teknologi pendidikan.
2. Merancang pola instruksional
3. Memproduksi media pendidikan
4. Mengevaluasi program dan produk instruksional
5. Mengelola Media dan sarana belajar
6. Memanfaatkan sarana,media,dan teknik instruksional
7. Menyebarkan informasi dan produk teknologi pendidikan
8. Mengoperasikan sendiri dan melatih orang lain dalam mengoperasikan peralatan audiovisual.

Pada Jenjang S2 kompetensi lulusan adalah sebagai berikut :
1. Menerapkan pendekatan sistem dalam rangka pengembangan pembelajaran, baik pada tingkat mikro/kelas maupun dalam konteks pendidikan maupun latihan.
2. Merencanakan kurikulum, pemilihan strategi pembelajaran, serta penilaian pelaksanaannya.
3. Merancang, memproduksi, dan menilai bahan bahan pembelajaran.
4. Mengelola Lembaga sumber belajar.
5. Melatih dan mendidik orang lain dalam berbagai aspek teknologi pendidikan.
6. Menyebarkan konsep dan aplikasi teknologi pendidikan.

Sedangkan pada jenjang S3 adalah sebagai berikut :
1. Mampu mengkaji dan menganalisis teori/konsep dan temuan penelitian dibidang instruksional dan meramunya menjadi sutau teori/konsep pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik budaya Indonesia.
2. Mampu mengidentifikasikan dan mengkaji kebijakan pendidikan dan masalah pelaksanaannya, dan menselaraskannya dengan perkembangan IPTEK dan SOSEKBUD.
3. Mampu melaksanakan sendiri dan memimpin kegiatan penelitian dan pengembangan, baik untuk menguji teori instruksional, maupun menghasilkan inovasi dalam proses dan sistem pendidikan

b. Pekerjaan Teknolog Pendidikan
Pekerjaan para teknolog pendidikan biasanya ditentukan oleh struktur dan tujuan dari lingkungan kerja tertentu dengan merujuk aturan dan pola jabatan dalam lembaga tersebut. Seal dan Glasgow ( 1990 ) menguraikan pangsa pasar kerja dengan membedakan dua peran yaitu penelliti dan praktisi. Lingkup teknologi pendidikan yang sangat luas tidak memungkinkan seseorang untuk menguasai keahlian dalam setiap kegiatan dalam kawasan. Keadaan ini berlaku bagi peneliti maupun praktisi. Kebanyakan teknolog pendidikan mempunyai pekerjaan yang menuntut keahlian khusus dalam satu atau dua bidang, misalnya desain dan pengembangan teknologi tertentu atau pemanfaatan media.
Dalam gambar dibawah ini , Seels dan Glaslow ( 1990 ) menunjukkan konseptualisasi peranan perancang pembelajaran secara menyeluruh.

Dalam gambar diatas dijelaskan peranan sebagai fungsi kategori utama pekerjaan, lingkungan kerja, dan bentuk produk yang dihasilkan.

c. Tugas Pokok Ahli Teknologi Pendidikan
Teknologi pendidikan sendiri dapat dilihat dari tiga perspektif, yaitu sebagai suatu bidang keilmuan, sebagai suatu bidang garapan dan sebagai suatu profesi. Meskipun demikian ketiga perspektif itu berlandaskan pada falsafah yang sama yaitu, membelajarkan semua orang sesuai dengan potensinya masing masing, dengan menggunakan berbagai macam sumber belajar baik yang sudah ada maupun yang sengaja dibuat, serta memperhatikan keselarasan dengan kondisi lingkungan dan tujuan pembangunan agar tercapai masyarakat yang dinamik dan harmonis.
Berdasarkan konsepsi teknologi pendidikan tugas pokok ahli teknologi pendidikan itu dikategorikan sebagai berikut :
1. Menyebarkan konsep dan aplikasi teknologi pendidikan, terutama untuk mengatasi masalah belajar   dimana saja.
2. Merancang program dan sistem instruksional
3. Memproduksi media pendidikan
4. Memilih dan memanfaatkan media pendidikan
5. Memilih dan memanfaatkan berbagai sumber belajar
6. Mengelola kegiatan belajar dan instruksional yang kreatif
7. Memperhatikan perkembangan teknologi dan dampaknya dalam pendidikan
8. Mengelola organisasi dan personel yang melaksanakan kegiatan pengembangan dan pemanfaatan teknologi pendidikan
9. Merencanakan, melaksanakan dan menafsirkan penelitian dalam bidangnya dan dalam bidang lain yang berkaitan dengan teknologi pendidikan.
10. Penyusunan rumusan kebijakan dalam bidang teknologi pembelajaran
Dalam konsep tenaga profesi teknologi pendidikan yang saat ini sedang diusulkan pengakuannya oleh pemerintah, dikenal perjenjangan.
Usulan jabatan fungsional Pengembang Teknologi Pendidikan menjabarkan peringkat profesi dalam 13 jenjang, mulai dari assisten Pengembang Teknologi Pendidikan Pratama hingga Pengembang Teknologi Pendidikan Utama. Perjenjangan ini dilengkapi dengan persyaratan pendidikan dan pelatihan.

g. Organisasi Profesi

Di Indonesia, tenaga profesi itu terhimpun dalam wadah Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia ( IPTPI ) yayng didirikan pada tanggal 27 September 1987. Dasar pertimbangan pendirian organisasai profesi adalah karena makin kompleksnya usaha pendidikan ( termasuk penyuluhan dan pembinaan ) sumber daya manusia, sehingga dirasa perlu adanya forum profesi untuk saling bertukar pengalaman, peningkatan kemampuan dan untuk menjaga keselarasan antara perkembangan IPTEK dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan belajar.

Visi dan misi
Dengan semangat kemitraan menjadi suatu lembaga yang tanggap dan tangguh dalam memberdayakan pemelajar ( learner ), melalui kegiatan merancang, mengembangkan, melaksanakan, menilai dan mengelola proses serta sumber belajar

Misi
IPTPI mempunyai misi memimpin, memberikan keteladan dan kepemimpinan dalam pengembangkan dan peningkatan profesionalitas para anggotanya, agar mereka mampu untuk memberdayakan peserta didik/warga belajar, sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi belajar, sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta kondisi dan lingkungan, sehingga peserta didik/warga belajar tersebut mampu menguasai kompetensi yang diperlukan, serta meningkatkan kinerja dan produktivitasnya.

Tujuan
Menghimpun sumber daya untuk menyumbangkn tenaga dan pikiran bagi pengembangan teknologi pendidikan sebagai suatu teori, bidang dan profesi di tanah air, bagi pembedayaan peserta didik/warga belajar serta kemanfaatannya bagi kemajuan bangsa Indonesia.

Program
1. Menyebarkan konsep, prinsip dan prosedur teknologi pendidikan ke seluruh lembaga pendidikan dan pelatihan di Indonesia.
2. Menyebarkan aplikasi teknologi pendidikan kepada masyarakat dengan maksud agar tiap warga negara mendapatkan pengajaran seumur hidup, secara mustari dan cepat, yang mudah dicerna dan diresapi, yang memikat, dan pada tempat dan waktu yang tersebar, dengan memanfaatkan teknologi.
3. Mengusahakan dan membina identitas profesi teknologi pendidikan sebagai suatu lapangan pengabdian, dengan menunjukkan kepemimpinan dalam melaksanakan fungsi, tanggung jawab, jabatan dan kompetensi, sehingga memperoleh pengakuan dan pengukuhan dari pemerintahan dan masyarakat.
4. Bekerjasama dengan lembaga pendidikan dan pelatihan dalam menyelesaikan masalah pendidikan dan pembelajaran dengan melalui dan menggunakan teknologi pendidikan.
5. Bekerjasama dengan lembaga profesi dan pendidikan tinggi di dalam maupun di luar negeri, dalam rangka meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan kinerja, serta menghindarkan adanya tumpang tindih dan pertentangan kepentingan.

h. Kode Etik Profesi

Profesi Teknologi pendidikan bukanlah merupakan profesi yang bersifat netral; ia merupakan profesi yang memihak, yaitu memihak pada kepentingan si belajar, agar mereka memperoleh kemudahan untuk belajar. Penerapan teknologi pendidikan pasti mempengaruhi komponen-komponen lain dalam sistem pendidikan. Pengaruh ini pada gilirannya akan membawa akibat terhadap kelembagaan, dan tanggung jawab pendidikan. Seterusnya akan mempengaruhi ekonomi dan masyarakat secara keseluruhan.
Ciri utama dalam profesi Teknologi Pendidikan adalah adanya kode etik, pendidikan dan latihan yang memadai, serta pengabdian yang terus menerus. Tujuan kode etik ini secara umum adalah :
1. melindungi dan memperjuangkan kepentingan peserta didik.
2. melindungi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara
3. Melindungi dan membina diri serta sejawat profesi dan
4. Mengembangkan kawasan dan bidang kajian teknologi pendidikan.

Teknologi pendidikan sebagai teori dan praktek secara faktual telah menjadi bagian integral dari upaya pengembangan sumber daya manusia khususnya sistem pendidikan dan pelatihan.
Program Pendidikan profesi Teknologi Pendidikan yang dimulai sejak tahun 1976 terus berkembang, baik lembaga penyelenggaranya maupun peserta dan lulusannya. Mereka itu dituntut untuk bersikap pro aktif dalam mewujudkan visi dan misi teknologi pendidikan sebagai suatu disiplin ilmu.
Dengan tersedianya tenaga terdidik dan terlatih dalam bidang Teknologi Pendidikan dan adanya organisasi profesi, maka secara konseptual akan terjamin usaha penerapan teknologi pendidikan dalam lembaga -lembaga yang menyelenggarakan kegiatan belajar dan pembelajaran.
Pembangunan sistem pendidikan di Indonesia hanya mungkin dapat terlaksana sesuai dengan harapan jika dipahami arti penting Teknologi pendidikan, sehingga peran dan potensinya dapat diwujudkan secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Miarso, yusufhadi, 2004, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, prenada media Jakarta

Miarso, Yusuhadi, 1987, Landasan Falsafah dan Teori Tekknologi Pendidikan, makalah untuk bahan kuliah
Miarso Yusufhadi, 1994, Posisi dan Fungsi Profesi Teknologi Pendidikan

Seels, Barbara & Richey, Rita, TEKNOLOGI PEMBELAJARAN Definisi dan kawasannya, 1994, penerbit UNJ

Makalah Temu Karya Pendidikan dan Munas III ISPI, Jakarta, 1-3 Juni 1994
Makalah seminar nasional, Pengembangan dan dan penelitian Teknologi pendidikan, Surabaya, 7 Agustus 1993

Malakah seminar Identitas Nasional Siaran Televisi. Jakarta, 20-21 Januari 1995.
Resser,A. Robbert & Demsey John, Trend and Issues in Instructional Design and Technology, Merrill prentice Hall, New Jersey

Sumber : http://pupung.com/profesi-pendidikan-keahlian-teknologi-pendidikan.html


[1] Makalah disampaikan dalam Seminar Intenasional & Temu Ilmiah FIP/JIP se Indonesia, Manado,2007

[2] Gurubesar Emeritus UNJ

Tinggalkan komentar